MODUL BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
TEORI BELAJAR KOGNITIVISME
Program Studi Pendidikan Fisika
Jurursan Pendidikan MIPA
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sriwijaya
2014/2015
Pembelajaran menurut teori belajar
kognitif
Kognitif adalah salah satu ranah
dalam taksonomi pendidikan . secara umum kognitif diartikan sebagai potensi
intelektual yang terdiri dari tahapan; pengetahuan (Knowledge) ; pemahaman (comprehention)
; penerapan (applicaton) ; analisis (analysis) ; sintesa (sinthesis); evaluasi (evaluation)
. Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan
kemampuan rasional ( akal)
Teori
kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan
kemampuan aspek rasional yang dimiliki orang lain. Oleh sebab itu, kognitif
berbeda dengan teori behavioristik , yang lebih menekankan pada aspek kemampuan
prilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespon terhadap stimulus yang datang kepada dirinya. Teori kognitif
merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model
perseptual. Yaitu proses untuk membangun atau membimbing siswa dalam melatih
kemampuan mengoptimalkan proses pemahaman terhadap suatu objek. Teori kognitif
menyatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahaman
yang tidak selalu dapat dilihat sebagai tingkah laku yang tampak.
Teori
kognitif sangat besar pengaruhnya dalam proses pembelajaran di indonesia pada
umumnya lebih cenderung cognitif oriented
( berorientasi pada intelektual ) . Implikasinya lulusan pendidikan atau
pembelajaran kaya intelektual tapi miskin moral kepribadian. mestinya proses
pembelajaran harus mampu menjaga keseimbangan antara peran kognisi dan peran
afeksi , sehingga lulusan pendidikan memiliki kualitas intelektual dan
kepribadian yang seimbang . Secara umum teori kognitif memiliki pandangan bahwa
belajar atau pembelajaran adalah suatu proses yang menitikberatkan proses
pembangun ingatan , retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek aspek yang
bersifat intelektualitas , oleh sebab itu , belajar juga dapat dikatakan bagian
dari kegiatan yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks dan
komprehensif ( Kartika, dkk., 2011)
Prinsip Dasar dan tujuan Teori
belajar Kognitif
Prinsip
teori psikologi adalah bahwa setiap orang dalam bertingkah laku dan mengerjakan
segala sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh tingkat tingkat perkembangan dan
pemahaman atas dirinya sendiri. Seseorang memiliki kepercayaan , ide ide, dan
prinsip yang dipilih untuk kepentingannya sendiri .
Teori
kognitif berasal dari teori kognitif dan teori psikologi . aspek kognitif
mempersoalkan bagaimana seseorang memperoleh pemahaman mengenai dirinya dan
lingkungannya dan bagaimana ia berhubungan dengan lingkungannnya secara sadar.
Sedangkan Aspek psikologis membahas masalah hubungan atau interaksi antar orang
dan lingkungan psikologisnya secara bersamaan. Psikologis kognitif lebih
menekankan pada pentingnya proses internal dan proses proses mental.
Menurut
teori belajar kognitif , Belajar merupakan proses proses internal yang yang
tidak dapat diamati secara langsung. Adapun tujuan teori ini adalah :
1. Membentuk
hubungan yang teruji, teramalkan dari tingkah laku orang orang pada ruang
kehidupan mereka sendiri secara spesifik sesuai dengan situasi psikologisnya.
2. Membantu
guru untuk memahami orang lain , terutama muridnya dan membantu dirinya sendiri
3. Mengkonstruksi
prinsip prinsip ilmiah yang dapat diterapkan dalam kelas untuk menghasilkan
prosedur yang memungkinkan kondisi belajar menjadi produktif
4. Teori
belajar kognitif menjelaskan bagaiman seseorang mencapai pemahaman atas diri
dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa diri dan lingkungannya adalah faktor
yang sangat berkaitan
Insight
adalah pemahaman dasar yang dapat diaplikasikan pada beberapa situasi yang sama
. insight terjadi dengan melihat kasus kasus / kejadian yang terpisah kemudian
menggeneralisasikannya sehingga timbul sebuah pemahaman
Perbedaan
pandangan teori kognitif dan teori conditioning stimulus- respon adalah sebagai
berikut
1. Teori
kognitif menekankan pada fungsi fungsi psikologis. Sedangkan pada teori
behaviorisme pada segi fisiknya saja
2. Teori
kognitif berfokus pada situasi saat ini , sedangkan teori behaviorisme pada
sejarah masa lalu
3. Dalam
proses kognitif , Terjadi interaksi antar manusia dengan lingkungannya secara
simultan dan saling membutuhkan
Prinsip
dasar teori belajar kognitif dapat dirumuskan sebagai berikut
1. Belajar
adalah peristiwa mental yang berhubungan dengan berfikir perhatiani , persepsi,
pemecahan masalah dan kesadaran
2. Sehubungan
dengan pembelajaran , Teori belajar prilaku dan kognitif pada akhirnya sepakat
bahwa guru harus memperhatikan prilaku siswa yang tampak seperti penyelesaian tugas
rumah , hasil tes, disamping itu juga harus memperhatikan faktor manusia dan
psikologisnya
3. Ahli
kognitif percaya bahwa kemampuan berfikir seseorang tidak sama dan tidak tetap
dari waktu ke waktu
Model
teori belajar kognitif yang benyak diterapkan dalam dunia pendidikan adalah
model belajar penemuan bruner , model belajar bermakna ausubel, model
pemrosesan informasi , dan model peristiwa pembelajaran gagne, dan model
perkembangan intelektuan jean piaget
1.
Model
Teori belajar Bruner
a)
Prinsip
prinsip belajar bruner
Bruner
tidak mengembangkan teori belajar yang sistematis, . Dasar Pemikiran Teorinya
Memandang bahwa manusia adalah sebagai pemroses, pemikir dan pencipta
informasi. Oleh karenanya yang terpenting dalam belajar adalah cara cara
bagaimana seseorang memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan informasi
yang diterimanya secara aktif.
Menurut
Bruner, Pada dasarnya belajar adalah proses kognitif yang terjadi dalam diri
seseorang . Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar yaitu :
1. Proses
Perolehan informasi baru, dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan
penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengar / melihat
audiovisual, dan lain lain. Informasi ini bersifat penghalusan dari informasi
sebelumnya yang telah dimiliki.
2. Proses
mentransformasikan informasi yag diterima, suatu proses bagaimana kita
memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan
3. Menguji
relevansi dan ketepatan pengetahuan , agar dapat bermanfaat untuk memecahkan
masalah yang dhadapi siswa dalam kehidupan sehari hari
Selanjutnya
agar berjalan dengan lancar menurut bruner didalam bukunya , Process of Education ada tiga faktor
yang sangat ditekankan dan harus menjadi perhatian para guru di dalam
menyelenggarakan pembelajaran yaitu
a) Pentingnya
memahami struktur mata pelajaran
b) Pentingnya
belajar aktif supaya seseorang dapat menemukan sendiri konsep konsep sebagai
dasar untuk memahami dengan benar
c) Pentingnya
nilai nilai dari berfikir induktif
Berdasarkan
pandangan bruner ini , maka ada 4 macam aspek utama yang harus menjadi
perhatian dalam pembelajaran yaitu,
1. Pentingnya
struktur mata pelajaran
2. Kesiapaan
untuk belajar
3. Intuisi
atau teknik teknik intelektual analitis
4. Motivasi
b)
Strategi-strategi dalam Pembelajaran Penemuan
Di
dalam model penemuan ini, guru dapat menggunakan strategi penemuan yaitu secara
induktif, deduktif atau keduanya.
a. Strategi Induktif
Strategi
ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian data atau contoh khusus dan bagian
generalisasi (kesimpulan). Data atau contoh khusus tidak dapat digunakan
sebagai bukti, hanya merupakan jalan menuju kesimpulan. Mengambil kesimpulan
(penemuan) dengan menggunakan strategi induktif ini selalu mengandung resiko,
apakah kesimpulan itu benar ataukah tidak. Karenanya kesimpulan yang ditemukan
dengan strategi induktif sebaiknya selalu mengguankan perkataan “barangkali”
atau “mungkin”.
Sebuah
argumen induktif meliputi dua komponen, yang pertama terdiri dari
pernyataan/fakta yang mengakui untuk mendukung kesimpulan dan yang kedua bagian
dari argumentasi itu . Kesimpulan dari suatu argumentasi induktif tidak perlu
mengikuti fakta yang mendukungnya. Fakta mungkin membuat lebih dipercaya,
tergantung sifatnya, tetapi itu tidak bisa membuktikan dalil untuk mendukung.
Sebagai contoh, fakta bahwa 3, 5, 7, 11, dan 13 adalah semuanya bilangan prima
dan masuk akal secara umum kita buat kesimpulan bahwa semua bilangan prima
adalah ganjil tetapi hal itu sama sekali “tidak membuktikan“. Guru beresiko di
dalam suatu argumentasi induktif bahwa kejadian semacam itu sering terjadi.
Karenanya, suatu kesimpulan yang dicapai oleh induksi harus berhati-hati karena
hal seperti itu nampak layak dan hampir bisa dipastikan atau mungkin terjadi.
Sebuah argumentasi dengan induktif dapat ditandai sebagai suatu kesimpulan dari
yang diuji ke tidak diuji. Bukti yang diuji terdiri dari kejadian atau contoh
pokok-pokok.
b. Strategi deduktif
Dalam
matematika metode deduktif memegang peranan penting dalam hal pembuktian. Karena
matematika berisi argumentasi deduktif yang saling berkaitan, maka metode
deduktif memegang peranan penting dalam pengajaran matematika. Dari konsep
matematika yang bersifat umum yang sudah diketahui siswa sebelumnya, siswa
dapat diarahkan untuk menemukan konsep-konsep lain yang belum ia ketahui sebelumnya. Sebagai
contoh, untuk menentukan rumus luas lingkaran, siswa dapat diarahkan untuk
membagi kertas berbentuk lingkaran menjadi n buah sector yang sama besar,
kemudian menyusunnya sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti persegi panjang
dan rumus keliling lingkaran yang sudah diketahui sebelumnya, siswa akan dapat
menemukan bahwa luas lingkaran adalah .
Ciri
utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu pernyataan
diperoleh sebagai akibat logis kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar
pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Berarti dengan strategi
penemuan deduktif , kepada siswa dijelaskan konsep dan prinsip materi tertentu
untuk mendukung perolehan pengetahuan matematika yang tidak dikenalnya dan guru
cenderung untuk menanyakan suatu urutan pertanyaan untuk mengarahkan pemikiran
siswa ke arah penarikan kesimpulan yang menjadi tujuan dari pembelajaran.
Sebagai contoh dialog berikut sedang memecahkan masalah sistem persamaan dengan
menggunakan determinan koefisien dari dua garis yang sejajar dengan penemuan
deduktif di mana guru menggunakan pertanyaan untuk memandu siswa ke arah
penarikan kesimpulan tertentu.
Proses
induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Namun
demikian, pembelajaran dan pemahaman suatu konsep dapat diawali secara induktif
melalui peristiwa nyata atau intuisi. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa
contoh atau fakta yang teramati, membuat daftar sifat yang muncul (sebagai gejala),
memperkirakan hasil baru yang diharapkan, yang kemudian dibuktikan secara
deduktif. Dengan demikian, cara belajar induktif dan deduktif dapat digunakan
dan sama-sama berperan penting dalam mempelajari matematika. Dengan penjelasan
di atas metode penemuan yang dipandu oleh guru ini kemudian dikembangkan dalam
suatu model pembelajaran yang sering disebut model pembelajaran dengan penemuan
terbimbing. Pembelajaran dengan model ini dapat diselenggarakan secara individu
atau kelompok. Model ini sangat bermanfaat untuk mata pelajaran matematika
sesuai dengan karakteristik matematika tersebut. Guru membimbing siswa jika
diperlukan dan siswa didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan
prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa
jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang
dipelajari.
Dengan
model penemuan terbimbing ini siswa dihadapkan kepada situasi dimana siswa
bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan
dan guru sebagai penunjuk jalan dan membantu siswa agar mempergunakan ide,
konsep dan ketrampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan
yang baru. Dalam model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa
cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada
siswa. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang
akan dilakukan siswa dan mengorganisir kelas untuk kegiatan seperti pemecahan
masalah, investigasi atau aktivitas lainnya. Pemecahan masalah merupakan suatu
tahap yang penting dan menentukan. Ini dapat dilakukan secara individu maupun
kelompok. Dengan membiasakan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dapat
diharapkan akan meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal matematika,
karena siswa dilibatkan dalam berpikir matematika pada saat manipulasi,
eksperimen, dan menyelesaikan masalah.
c)
Model
pengembangan kurikulum
1. Penyajian
Enaktif
Penyajian
enaktif adalah Penyajian yang dilakukan melalui tindakan , memiliki manipulasi
yang tinggi. dengan penyajian seperti
ini seseorang dapat memahami sesuatu dari melakukan sesuatu
2. Penyajian
ikonik
Pada
masa remaja , bahasa menjadi lebih penting sebagai suatu media berfikir.
Kemudian pada masa transisi , penyajian ikonik didasarkan pada pengindraan
dilanjutkan dengan penyajian simbolik
3. Penyajian
Simbolik
Penyajian
simbolik ini dibuktikan dengan pada kemampuan seseorang untuk memikirkan
proposisi dibandingkan objek, memberikan struktur hierarkis pada konsep konsep
dan untuk memiikirkan alternatif yang mungkin dalam suatu cara kombinatual
d)
Pendekatan
model belajar bruner
Pendekatan
model belajar bruner ini didasarkan pada dua asumsi , yaitu pendekatan
interaktif, pengetahuan akan diperoleh peserta didik bila di dalam pembelajaran
yang bersangkutan berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya . Orang
mengkonstruksikan pengetahuannya dengan cara menghubungkan informasi yang
tersimpan yang telah diperoleh sebelumnya
e)
Belajar
penemuan dari bruner , manfaat dan contoh penerapannya dalam pembelajaran
Ada beberapa manfaat belajar
penemuan
1.
Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah
belajar sudah bermakna.
2.
Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tertinggal lama
dan mudah diingat.
3.
Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan
masalah sebab yang diinginkan dalam
belajar penemuan agar siswa dapat mendemontrasikan pengetahuan yang diterima.
4.
Transfer dapat ditingkatkan dimana generalisasi telah
ditemukan sendiri oleh siswa dari pada disajikan dalam bentuk jadi.
5.
Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh
dalam menciptakan motivasi belajar.
6.
Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk
berpikir secara bebas
f)
Langkah
langkah Belajar Penemuan
a) Stimulation
(stimulasi/pemberian rangsangan).
Pertama-tama
pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan
untuk menyelidiki sendiri . Tahap ini Guru bertanya dengan mengajukan persoalan,
atau menyuruh anak didik membaca atau mendengarkan uraian yang memuat
permasalahan. Stimulation pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi
interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam
mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan
menggunakan teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi.
b) Problem
statement (pernyataan/ identifikasi masalah).
Setelah
dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan
dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)
c) Data
collection (pengumpulan data).
Ketika
eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis . Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan
atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak didik diberi
kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan,
membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan
uji coba sendiri dan sebagainya
d) Data
processing (pengolahan data).
data
processing merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh
para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.
Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi yang
berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi
tersebut siswa akan mendapatkan penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian
yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
e) Verification
(pentahkikan/pembuktian).
Verification
menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya .
f) Generalization
(menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap
generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang
dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang
sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi .Atau tahap dimana berdasarkan
hasil verifikasi tadi, anak didik belajar menarik kesimpulan atau generalisasi
tertentu .Akhirnya dirumuskannya dengan kata-kata prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi
g)
.
Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Penemuan
Memperhatikan
Model Belajar Penemuan tersebut diatas dapat disampaikan kelebihan dan
kekurangan yang dimilikinya.
Kelebihan
dari Model Belajar Penemuan adalah sebagai berikut :
a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran yang disajikan.
b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inkuiri (mencari-temukan).
c. Mendukung kemampuan problem solving siswa.
d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya.
f. Siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn).
g. Belajar menghargai diri sendiri.
h. Memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer.
i. Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.
j. Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya
k. Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas.
l. Melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inkuiri (mencari-temukan).
c. Mendukung kemampuan problem solving siswa.
d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya.
f. Siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn).
g. Belajar menghargai diri sendiri.
h. Memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer.
i. Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.
j. Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya
k. Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas.
l. Melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Kekurangan
dari Model Belajar Penemuan adalah sebagai berikut :
a. Untuk materi tertentu, waktu yang
tersita lebih lama.
b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah.
c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan Model Penemuan
b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah.
c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan Model Penemuan
2.
Model
teori Belajar Ausubel
Pandangan
Ausubel tentang belajar ini sangat bertentangan dengan ahli psikologi kognitif
lainnya, yaitu Bruner dan Piaget . menurut Ausubel, pada dasarnya orang
memperoleh pengetahuan melalui penerimaan bukan melalui penemuan.
Konsep-konsep, prinsip, dan ide-ide yang disajikan pada siswa akan diterima
oleh siswa. Dapat juga konsep-konsep ini ditemukan sendiri oleh siswa.
a) Klasifikasi Belajar Ausubel dan
Cara Pengajarannya
Ausubel mengklasifikasikan makna
belajar kedalam dua dimensi seperti pada gambar dibawah ini. Dimensi pertama
hubungan dengan cara bagaimana informasi atau materi pelajaran yang disajikan
kepada siswa, apakah melalui penemuan. Belajar menurut dimensi ini diperoleh
melalui penerimaan informasi dengan cara dikomunikasikan kepada siswa dalam
bentuk belajar permainan dan menyajikan informasi itu dalam bentuk final.
Cara kedua berhubungan dengan bagaimana
siswa dapat mengaitkan informasi yang diterima dengan struktur kognitif yang
sudah dimilikinya. Kedua dimensi ini tidak menunjukkan dikatomi yang sederhana.
Tetapi lebih merupakan suatu kontinum, sebagai tampak dalam gambar berikut:

Klasifikasi
belajar menurut Ausubel dan Robinson 1969, dalam Ratna Wilis ( 1989,111 )
b) Empat Tipe Belajar
Menurut Ausubel
1. Belajar dengan penemuan
yang bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta
didik. Peserta didik itu kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu
dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya peserta didik diminta
menemukan sifat-sifat suatu bujur sangkar. Dengan mengaitkan pengetahuan yang
sudah dimiliki, seperti sifat-sifat persegi panjang, peserta didik dapat
menemukan sendiri sifat-sifat bujur sangkar tersebut.
2. Belajar dengan
penemuan tidak bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta
didik, kemudian ia menghafalnya. Misalnya, peserta didik menemukan sifat-sifat
bujur sangkar tanpa bekal pengetahuan sifat-sifat geometri yang berkaitan
dengan segiempat dengan sifat-sifatnya, yaitu dengan penggaris dan jangka.
Dengan alat-alat ini diketemukan sifat-sifat bujur sangkar dan kemudian
dihafalkan.
3. Belajar menerima
yang bermakna
Informasi yang telah tersusun secara logis di sajikan kepada
peserta didik dalam bentuk final/ akhir, peserta didik kemudian menghubungkan
pengetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki. Misalnya
peserta didik akan mempelajari akar-akar persamaan kuadrat. Pengajar
mempersiapkan bahan-bahan yang akan diberikan yang susunannya diatur sedemikian
rupa sehingga materi persamaan kuadrat tersebut dengan mudah ter’tanam’
kedalam konsep persamaan yang sudah dimiliki peserta didik. Karena pengertian
persamaan lebih inklusif dari pada persamaan kuadrat, materi persamaan tersebut
dapat dipelajari peserta didik secara bermakna.
4. Belajar menerima yang
tidak bermakna
Dari setiap tipe bahan yang disajikan kepada peserta didik dalam
bentuk final. Peserta didik tersebut kemudian menghafalkannya. Bahan yang
disajikan tadi tanpa memperhatikan pengetahuan yang dimiliki peserta didik.
c) Struktur Kognitif
Struktur kognitif didefinisikan
sebagai struktur organisasi yang ada dalam ingatan seseorang yang
mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah dalam suatu unit
konseptual. Struktur kognitif berisi konsep-konsep yang telah tersusun secara
hierarki dan tetap berada dalam kesadaran siswa. Konsep yang paling inklusif
terletak di atas lalu berangsur-angsur pada konsep spesifik sampai pada yang
terakhir. Sehubungan dengan itu agar bahan pelajaran yang dipelajari, Ausubel (1963 ) berpendapat bahwa
pengetahuan diorganisasikan dalam ingatan seseorang secara hierarki. Dengan
pandangan itu, Ausubel menolak pendapat
yang menyatakan bahwa belajar verbal akan mendorong siswa untuk cenderung
menghapal secara rutin. Untuk itu ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar belajar menjadi
bermakna. Beberapa syarat tersebut diantaranya adalah dengan melakukan Advanced organizer, progressive
differentiation, integrative reconciliation, dan consolidation.
Pengaturan awal ( advanced organizer ) berisi konsep-konsep tau ide-ide yang
diberikan kepada siswa jauh sebelum materi pelajaran sesungguhnya diberikan.
Ada tiga hal yang dapat dicapai yaitu:
1) pengaturan awal memberikan konseptual untuk belajar yang berikutnya;
2) dapat menjadi penghubung antara informasi yang sudah dimiliki oleh siswa
saat ini dengan informasi baru yang akan diterimanya; 3) berfungsi sebagai
jembatan penghubung sehingga memperlancar proses pengkodean pada siswa.
Pengaturan awal itu bermacam-macam
bentuknya tetapi fungsinya tetap sama, yaitu meningkatkan kemampuan siswa untuk
mengorganisasikan materi, belajar dan mengingat. Ada dua bentuk organizer,
yaitu expository organizer, menyajikan
gambar konsep yang relevan dan comparative
organizer menyajikan persamaan dan perbedaan antara dua materi dari
struktur kognitif yang sudah dimiliki.
Progressive
differentiation menurut
Ausubel pengembangan konsep-konsep berlangsung paling baik bila dimulai
dengan cara menjelaskan terlebih dahulu hal-hal yang khusus dan rinci disertai
dengan perbaikan contoh-contoh.
Recinsilasi
reconciliation ( integrative reconciliation). Guru
menjelaskan dan menunjukkan secara jelas perbedaan dan persamaan materi yang
baru dengan materi yang telah dijelaskan terlebih dahulu yang telah dikuasai
siswa.
Konsolidasi
( consolidation ). Guru memberikan pemantapan atas materi
pelajara yang telah diberikan untuk memudahkan siswa dalam memahami dan
Mempelajari materi selanjutnya ( Barlow;1985 dalam Muhibbin Syah;1995,245-246 )
d) Penerapan Belajar Bermakna
belajar bermakna merupakan suatu
proses untuk mengaitkan informasi baru dengan konsep-konsep relevan yang
terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Dalam menerapkan teori Ausubel dalam
pembelajaran, guru dianjurkan untuk mengetahui terlebih dahulu kondisi awal
siswa. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa ada satu faktor yang sangat
mempengaruhi belajar, yaitu pengetahuan yang telah diterima siswa. Pandangan
Ausubel ini diharapkan menjadi kerangka berpikir dalam menerapkan teori
tersebut dalam belajar disamping memahami konsep dan prinsip-prinsip lain yang
harus diperhatikan, yaitu adanya pengaturan awal, adanya proses differensiasi
progresif, rekonsiliasi integratif, dan belajar suberdinat.
Dalam
pengembangannya, belajar bermakna dapat diterpkan melalui berbagai cara pembelajaran,
misalnya pengajaran dengan menggunakan peta konsep.
Penerapan peta konsep dalam
pembelajaran dapat dilakukan untuk menguji dan mengetahui pengetahuan siswa
terhadap pokok materi yang akan diberikan, serta untuk mengetahui konsep
esensial apa saja yang perlu diajarkan.
Adapun
cara pembelajarannya adalah sebagai berikut:
1. Pilih
suatu bacaan atau salah satu bab dari sebuah buku pelajaran.
2. Tentukan
konsep-konsep yang relevan dari topik yang akan atau sudah diajarkan
3. Urutkan
konsep-konsep tersebut dari paling inklusif ke yang paling tidak inklusif
berikan contoh-contohnya
4. Susun
konsep-onsep tersebut diatas kertas dari konsep yang paling inklusif ke konsep
yang tidak inklusif secara berurutan dari atas ke bawah
5. Hubungkan
konsep-konsep ini dengan kata-kata sehingga menjadi sebuah peta konsep seperti
contoh berikut:




















![]() |
mengembang
berubah
Gambar 3.2
Contoh: Peta Konsep, Ratna Wilis (1989)
3) Model Teori Belajar Robert Gagne
a) Hakikat Belajar Menurut Robert
Gagne
ada beberapa unsur yang melandasi
pandangan Gagne tentang belajar. Menurutnya, belajar buan merupakan proses
tunggal, melainkan proses yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan
perkembangan tingkah laku. Belajar merupakan suatu proses yang kompleks, yang
menghasilkan berbagai macam tingkah laku. Jadi, tingkah laku adalah hasil dari
efek kumulatif belajar.suatu proses yang kompleks, yang menghasilkan berbagai
macam tingkah laku. Jadi, tingkah laku adalah hasil dari efek kumulatif
belajar. Belajar merupakan suatu proses yang kompleks, yang menghasilkan
berbagai macam tingkah laku yang berlainan yang disebut kapasitas. Kapasitas
itu diperoleh dari (1) stimulus yang berasal dari lingkungan dan (2) proses
kognitif yang dilakukan siswa.
Berdasarkan pandangan itu, Robert
Gagne mendefinisikan pengertian belajar secara formal bahwa belajar adalah
seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus dari lingkungan
menjadi beberapa tahap pengolahan informasi yang diperlukan untuk memperoleh
kapasitas yang baru ( Margaret G Bell. 117-129 ).
1. Ragam belajar
Berdasarkan
pandangannya tentang belajar ini Gagne menemukan bahwa ada lima ragam belajar
yang terjadi pada manusia, yaitu informasi
verbal, keterampilan intelek,
keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif
Informasi
verbal adalah kapabilitas yang dinyatakan dengan kategori memperoleh label atau
nama-nama, fakta, dan bidang pengetahuan sudah tersusun.
Keterampilan
intelek adalah kapabilitas yang berupa
keterampilan yang membuat seseorang mampu dan berguna di masyarakat.
Keterampilan intelek ini terdiri dari empat keterampilan yang berhubungan dan
bersifat sederhana sampai yang rumit, yaitu belajar diskriminasi, belajar
konsep konkret dan konsep menurut definisi, belajar kaidah dan belajar kaidah
yang tarafnya lebih tinggi.
Keterampilan
bergerak (motorik) adalah kapabilitas yang mendasari pelaksanaan perbuatan
jasmani, termasuk keterampilan yang bersifat sederhana. Ciri umum keterampilan
ini adalah membutuhkan prasyarat untuk mngembangkan kehalusan bertindak dan
pengaturan waktu.
Sikap
adalah kapabilitas yang mempengaruhi pilihan tentang tindakan mana yang perlu
diambil. Ciri kapabilitas ini adalah tidak menentukan tindakan khusus apa yang
perlu diambil. Belajar memperoleh sikap didasarkan pada informasi tentang
tindakan apa yang perlu dilakukan dan apa akibatnya.
Siasat
kognitif adalah kapabilitas yang mengatur bagaimana siswa mengelola belajarnya,
seperti mengingat atau berpikir dalam rangka mengendalikan sesuatu untuk
mengatur suatu tindakan. Kapabilitas ini mempengaruhi siasat siswa dalam rangka
menemukan kembali hal-hal yang telah tersimpan. Siasat kognitif sama dengan
proses berpikir siswa sendiri.
Ada dua prasyarat yang mendukung
terjadinya lima ragam belajar, yaitu prasyarat esensial dan prasyarat
pendukung. Prasyarat esensial adalah kapabilitas khusus yang merupakan bagian
terpadu, dan prasyarat pendukung adalah kapabilitas-kapabilitas yang
memperlancar proses belajar.
2.
Proses
Kognitif dalam Belajar
Menurut Gagne, ada sembilan tahap
pengolahan (proses) kognitif yang terjadi dalam belajar yang kemudian disebut
“fase-fase belajar”. Fase-fase belajar kemudian digolongkan ke dalam (1) fase
persiapan untuk belajar, (2) fase perolehan dan perbuatan, dan (3) alih
belajar. Kesembilan tahapan belajar ini harus dilakukan secara berurutan dan
setiap tahap belajar perlu didukung oleh suatu peristiwa pembelajaran tertentu
agar pada setiap fase belajar menghasilkan aktivitas (proses) belajar yang
maksimal dalam diri siswa.
Bagaimana hubungan antara fase-fase
belajar dan delapan peristiwa pembelajaran dapat dilihat melalui diagram di
bawah ini.
|
1. Memberi
perhatian.
|
2. Menjelaskan
tujuan belajar pada siswa.
|
3. Merangsang
ingatan.
|
4. Menyajikan
materi perangsang.
|
5. memberi
bimbingan belajar.
|
6. Menampilkan
kemampuan.
|
7. Memberi
umpan balik.
|
8.
Menilai kemampuan.
3.
Model
Sembilan Peristiwa Pembelajaran
a. Membangkitkan
perhatian. Kegiatan paling awal dalam pembelajaran adalah menarik perhatian
siswa agar mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir pelajaran. Perhatian siswa
dapat ditingkatkan dengan memberikan rangsangan sesuai dengan kondisi yang ada.
b. Memberitahukan
tujuan pembelajaran pada siswa. Hal ini perlu dijelaskan kepada siswa tujuan
apa saja yang akan dicapai selama pembelajaran yang harus diselesaikan selama
pembelajaran.
c. Merangsang
ingatan pada materi prasyarat. Dengan pengetahuan awal yang ada pada memori
kerjanya diharapkan siswa siap untuk membuat hubungan antara pengetahuan lama
dengan pengetahuan baru yang akan dipelajari.
d. Menyajikan
barang perangsang. Disajikan berupa pokok-pokok materi yang penting bersifat
kunci.
e. Memberi
bimbingan belajar. Bimbingan belajar diberikan dengan tujuan untuk membantu
siswa agar mudah mencapai tujuan pelajaran atau kemampuan-kemampuan yang harus
dicapainya pada akhir pelajaran. Misalnya, jika siswa harus menguasai
konsep-konsep kunci, berilah cara mengingat konsep-konsep tersebut.
f. Menampilkan
untuk kerja. Misalnya jika ingin mengetahui kemampuan informasi verbal siswa,
beri siswa pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengukur tingkat penguasaannya atau
jika ingin mengetahui keterampilan siswa, maka mintalah mereka melakukan suatu
tindakan tertentu.
g. Memberikan
umpan balik. Misalnya jelaskan jawaban yang sudah lengkap dan yang perlu
dilengkapi atau dipelajari kembali oleh siswa dengan cara “sudah baik”,
“pelajari kembali”, atau “lengkapi”, dll.
h. Menilai
untuk kerja. Tujuannya untuk mengukur tingkat pencapaian belajar siswa.
i.
Meningkatkan retensi. Guru perlu
memberikan latihan-latihan dalam berbagai situasi agar siswanya dapat
mengulangi dan menggunakan pengetahuan barunya kapan saja jika diperlukan.
4.
Model
Perkembangan Intelektual Jean Piaget
Jean
Piaget adalah seorang ahli biologi dan psikolog yang mempunyai kontribusi besar
dalam pemahaman terhadap perkembangan intelektual anak. Piaget telah melakukan
observasi bertahun-tahun sejak tahun 1920-an terhadap perkembangan intelektual
yang terjadi pada anak-anak.
Sebagai
upaya memahami mekanisme perkembangan intelektual, Piaget menggambarkan fungsi
intelektual ke dalam tiga perspektif, yaitu (1) proses mendasar bagaimana
terjadinya perkembangan kognitif (asimilasi, akomodasi, dan equilibrium) (2)
cara bagaimana pembentukan pengetahuan, dan (3) tahap-tahap perkembangan
intelektual.
Prinsip
perkembangan Intelektual
a. Teori
perkembangan intelektual bertujuan untuk menjelaskan mekanisme perkembangan individu,
mulai dari masa bayi, anak-anak sampai menjadi individu yang dewasa yang mampu
bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis.
b. Perkembangan
genetika dalam organisme tertentu tidak seluruhnya dipengaruhi oleh sifat-sifat
keturunan dan tidak terjadi karena perubahan lingkungan.
c. Kecerdasan
adalah proses adaptasi dengan lingkungan dan membentuk struktur kognitif yang
diperlukan dalam mengadakan penyesuaian dengan lingkungannya.
d. Hasil
perkembangan intelektual adalah kemampuan berpikir operasi formal.
e. Fungsi
perkembangan intelektual adalah menghasilkan struktur kognitif yang kuat yang
memungkinkan individu bertindak atas lingkungannya dengan luwes dan dengan
berbagai macam cara.
f. Faktor
yang mempengaruhi perkembangan intelektual adalah lingkungan fisik, kematangan,
pengaruh sosial, dan proses pengaturan diri.
a) Proses
Perkembangan Intelektual
Menurut
Jean Piaget ada tiga tahap proses perkembangan intelektual, yaitu asimilasi,
akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbangan).
-
Asimilasi adalah proses perpaduan antara
informasi baru dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki. Dalam proses ini
seseorang menggunakan struktur atau kemampuan kognitif yang sudah dimilikinya
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam lingkungannya.
-
Akomodasi adalah penyesuaian struktur
internal dengan ciri-ciri tertentu dari situasi khusus yang berupa kejadian
yang baru. Dalam proses ini, seseorang memerlukan modifikasi struktur internal
yang ada dalam menghadapi reaksi terhadap tantangan lingkungan.
-
Equilibrasi adalah pengaturan diri yang
berkesinambungan yang memungkinkan seseorang tumbuh, berkembang, dan berubah
sementara untuk menjadi lebih mantap/seimbang.
Equilibrasi
proses berpikir seseorang terjadi pada bagian fungsi kognitif yang berbeda,
yaitu (1) hubungan antara asimilasi, akomodasi, dan perjumpaan seseorang dalam
kehidupan sehari-hari, (2) sub-subsistem pengetahuan yang timbul pada diri
seseorang, dan (3) bagian-bagian dari pengetahuan dan sistem pengetahuan total
seseorang.
b) Hakikat
Pengetahuan dan Bagaimana Membentuknya
Hakikat
pengetahuan adalah interaksi yang terus-menerus antara individu dengan
lingkungannya.
Menurut
Piaget, ada empat ciri konsepsi pengetahuan, yaitu:
a. Pengetahuan
bersifat berubah;
b. Berfokus
pada perbedaan kualitatif dalam interaksi seseorang dengan lingkungannya;
c. Lingkup
bidang yang diselidiki;
d. Bersifat
interdisiplin antar disiplin filsafat, psikologi, dan biologi.
Proses
Penyusunan Pengetahuan
Proses penyusunan pengetahuan adalah
asimilasi dari akomodasi yang diatur oleh equilibrasi. Menurut Piaget, penyusunan
pengetahuan disusun menurut jenis-jenis pengalaman yang ada pada peserta didik.
Ada dua macam pengalaman menurut jenis-jenis pengalaman, yaitu:
1. Pengalaman
Fisik
Pengalaman
fisik adalah pengalaman langsung dengan lingkungan tempat individu mulai mengenal
ciri-ciri fisik dari objek yang dijumpainya. Contoh: bayi yang mulai merasakan
bentuk mainannya atau suara dari bunyi boneka, dll. Dalam pengalam fisik ini,
bentuk atau suara dari suatu objek mulai diasimilasikan ke dalam struktur anak
dan pada waktu yang sama terjadi akomodasi dimana struktur mental mulai
menyesuaikan diri pada intensitas kelembutan benda atau warna suara dari suatu
objek. Sumber pengetahuan baru siswa dalam pengalaman fisik adalah objek-objek
yang ada diluar diri siswa, sedangkan prosesnya melalui pengabstraksian
ciri-ciri fisik dari objek tersebut. Jenis pengalaman ini oleh Piaget disebut
pengetahuan eksogen (bersifat pengalaman eksternal) atau proses abstraksi
empiri (pengalaman).
2. Pengalaman
Logis-Matematik
Pengalaman
logis matematik terjadi karena sifat-sifat dari objek diabstraksi dan
dihubung-hubungkan ke dalam kerangka kerja anak melalui pengalaman fisik.
Sumber pengetahuan dari pengalaman logis matematik adalah proses berpikir
peserta didik yang merupakan aktivitas peserta didik itu sendiri. Dalam
pengalaman logis-matematik ini kegiatannya merupakan refleksi tindakan waktu
sekarang dan mengorganisasikannya pada tingkat yang logis. Oleh karenanya hal
itu disebut abstraksi reflektif (melalui proses berpikir yang berefleksi pada
diri sendiri).
Adanya jenis pengalaman fisik dan
logis-matematik ini menunjukkan bahwa pengembangan/penyusunan pengetahuan yang
baru dalam diri seseorang terjadi melalui cara-cara yang berlainan. Pada masa
usia awal, proses abstraksi empiri dan refleksif dalam diri anak tidak
terdefinisi namun proses abstraksi empiri mendominasi cara berpikir anak. Pada
usia selanjutnya, pengalaman logis-matematik berpikir anak menjadi lebih logis
dan ia mulai mampu mengambil keputusan secara logis yang sebenarnya. Hal itu
ditandai oleh menonjolnya proses abstraksi refleksif.
c) Tahap
– Tahap Perkembangan Kognitif
Berikut ini akan di uraikan
tahapan-tahapan perkembangan kognitif versi Piaget. Namun, untuk memperlancar
uraian ini, terlebih dahulu akan disajikan istilah-istilah khusus dan arti-arti
yang berhubungan dengan proses perkembangan kognitif anak versi Piaget.
1.
Sensory-motor schema ( skema
sensori-motor ) yaitu sebuah atau serangkaian perilakau terbuka yang juga
tersusun secara sistematis untuk merespons lingkungan ( barang, orang,
kejadian, keadaan )
2.
Cognitive schema ( skema kognitif ) adalah perilaku tertutup berupa tatanan
langkah –langkah kognitif ( operations )
yang berfungsi memahami apa yang tersirat atau menyimpulkan lingkungan yang
direspons.
3.
Object permanence ( ketetapan benda ) adalah anggapan bahwa sebuah benda akan
tetap ada walaupun sudah di tinggalkan atau tidak dilihat lagi.
4.
Assimilation ( asimilasi ) adalah proses aktif dalam menggunakan skema yang
merespons lingkungan.
5.
Accomodation ( akomodasi ) adalah penyesuaian aplikasi skema yang cocok dengan
lingkungan yang direspons.
6.
Equlibrium ( ekuilibrium ) adalah keseimbangan antara skema yang digunakan
dengan lingkungan yang direspons sebagai
hasil ketetapan akomodasi.
No
|
Tahap Perkembangan Kognitif Anak
|
Usia Perkembangan Kognitif
|
1
|
Sensory-motor ( Sensori-motor )
|
0 - 2
tahun
|
2
|
Preoperasional ( praoperasional )
|
2 – 7 tahun
|
3
|
Concrete-operational
(konkret-operasional )
|
7 -
11 tahun
|
4
|
Formal-operational (
Formal-operasional )
|
11 – 15 tahun
|
A. Tahap Sensori-motor ( 0 – 2
tahun)
Selama perkembangan dalam periode
sensori –motor yang berlangsung sejak lahir sampai usia 2 tahun, inteligensi
yang dimiliki anak masih dalam bentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada
perilaku terbuka. Meskipun primitif dan berkesan tidak penting, intelegensi
sensori-motor sesungguhnya merupakan intelegensi dasar yang amat berarti karena
ia menjadi fondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki anak
tersebut.Pada tahap sensori-motor ini juga perkembangan anak di kontruk atau
dibangun berdasarkan adanya interaksi antara lingkungan dengan anak melalui
indra maupun fisik anak. Jadi untuk memahami lingkungan sekitar, anak 0-2 tahun
menggunakan indra maupun fisiknya (gerak). Menurut Piaget juga mekanisme perkembangan sensorimotor ini menggunakan
proses asimilasi dan akomodasi. Tahap-tahap perkembangan kognitif anak
dikembangkan dengan perlahan-lahan melalui proses asimilasi dan akomodasi
terhadap skema-skema anak karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan
pengalaman dan situasi yang baru.
Piaget
membagi tahap sensorimotor dalam enam periode, yaitu:
·
Tahap 1 (lahir-1 bulan) : penggunaan
refleks-refleks
Periode paling awal
tahap sensorimotor adalah periode refleks. Ini berkembang sejak bayi lahir
sampai sekitar berumur 1 bulan. Pada periode ini, tingkah laku bayi lebih
banyak bersifat refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan.
Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang
ditanggapi secara refleks.
·
Tahap 2 (1-4 bulan) : reaksi-reaksi
sirkuler primer/ kebiasaan
Pada periode
perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasan-kebiasaan awal. Kebiasaan
dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan.
Refleks-refleks yang dibuat diasimilasikan dengan skema yang telah dimiliki dan
menjadi semacam kebiasaan, terlebih dari refleks tersebut menghasilkan sesuatu.
Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan benda-benda di dekatnya. Ia
mulai mengadakan diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada
periode ini pula, koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan
mata dan telinga. Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Ia
juga mulai menggerakkan kepala ke sumber suara yang ia dengar. Suara dan
penglihatan bekerja bersama. Ini merupakan suatu tahap penting untuk
menumbuhkan konsep benda.
·
Tahap 3 (4-10 bulan) : reaksi-reaksi
sirkuler sekunder
Pada periode ini,
seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di
sekitarnya (Piaget dan Inhelder 1969). Tingkah laku bayi semakin berorientasi
pada objek dan kejadian di luar tubuhnya sendiri. Ia menunjukkan koordinasi
antara penglihatan dan rasa jamah (perabaan). Pada periode ini, seorang bayi
juga menciptakan kembali kejadian-kejadian yang menarik baginya. Ia mencoba
menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa yang menyenangkan diri (reaksi
sirkuler sekunder). Piaget mengamati bahwa bila seorang anak dihadapkan pada
sebuah benda yang dikenal, seringkali hanya menunjukkan reaksi singkat dan
tidak mau memperhatikan agak lama. Oleh Piaget, ini diartikan sebagai suatu
“pengiyaan” akan arti benda itu seakan ia mengetahuinya.
·
Tahap 4 (10-12 bulan) : koordinasi
skema-skema
Pada periode ini,
seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya. Ia sudah
mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana-sarana yang
digunakan untuk mencapai tujuan atau hasil diperoleh dari koordinasi
skema-skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk
menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan
tertentu. Pada periode ini, seorang bayi mulai membentuk konsep tentang
tetapnya (permanensi) suatu benda. Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat
mencari benda yang tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyaikonsep tentang
ruang.
· Tahap
5 (12-18 bulan) : eksperimen
Unsur pokok pada
periode ini adalah mulainya anak mengembangkan cara-cara baru untuk mencapai
tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada suatu
persoalan yang tidak dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai
mecoba-coba dengan Trial and
Error untuk menemukan cara
yang baru guna memecahkan persoalan tersebut atau dengan kata lain ia mencoba
mengembangkan skema yang baru. Pada periode ini, anak lebih mengamati
benda-benda disekitarnya dan mengamati bagaimana benda-benda di sekitarnya
bertingkah laku dalam situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini
menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan
yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan
lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan
benda-benda secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat dilihat secara
serentak.
·
Tahap
6(18-24 tahun ) : Representasi /permulaan berpikir
Periode ini adalah periode terakhir pada tahap intelegensi
sensorimotor. Seorang anak sudah mulai dapat menemukan cara-cara baru yang
tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetapi juga dengan
koordinasi internal dalam gambarannya. Pada periode ini, anak berpindah dari
periode intelegensi sensori motor ke intelegensi representatif. Secara mental,
seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat
menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep benda pada tahap
ini sudah maju, representasi ini membiarkan anak untuk mencari dan menemukan
objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan dalam konsep keruangan, anak mulai
sadar akan gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila
benda itu tidak kelihatan lagi.
B. PraOperasional
( 2 – 7 tahun )
Tahap perkembangan
kognitif operasional ini terjadi pada dalam diri anak ketika berumur 2 sampai 7
tahun. Perkembangan ini bermula pada saat anak telah memiliki penguasaan
sempeuna mengenai object permanence. Artinya anak tersebut sudah memiliki
kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada,
walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tidak di lihat dan tak
di dengar lagi. Dengan mengamati urutan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah
akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran
(Pra)Operasi dalam teori Piaget
adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri
dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak
memadai. Dalam tahapan ini, anak belajarmenggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan
kata-kata.
Tahap
praoperasional dapat dibagi dalam dua subtahap :
1. Subtahap
fungsi simbolis dan subtahap pemikiran intuitif
Subtahap
Fungsi Simbolis (symbolic function subtage) ialah subtahap pertama pemikiran praoperasional
yang terjadi kira-kira pada usia 2 hingga 4 tahun. Pada subtahap ini anak-anak
mengembangkan kemampuan untuk membayangkan secara mental suatu objek yang tidak
ada. Kemampuan untuk berfikir secara simbolis semacam itu disebut “fungsi
simbolik” dan kemampuan itu mengambangkan secara cepat dunia mental anak.
Anak-anak kecil menggunakan disain coret-coret untuk menggambar manusia, rumah,
mobil, awan, dan lain-lain.
· Egosentrisme
Egosentrisme adalah suatu ketidak
mampuan untuk membedakan antara perspektif seorang dengan perspektif orang lain
· Animisme
Animisme adalah keyakinan bahwa objek-objek
yang tidak bergerak memiliki kualitas “semacam kehidupan” dan dapat bertindak.
Anak kecil dapat memperlihatkan animisme dengan mengatakan, “pohon itu mendorong
daian-kejadunnya dan daunnya jatuh” atau “trotoar itu membuatku gila; trotoar
itu membuatku membuatku jatuh”. Anak kecil yang menggunakan keyakinan animism
sulit membedakan kejadian-kejadian yang tepat bagi penggunaan perspektif
manusia dan bukan manusia. Namun, sebagian ahli perkembangan percaya bahwa
animism merupakan pengetahuan dan pemahaman yang tidak lengkap, bukan suatu
konsepsi umum tentang dunia (Dolgin & Behrend, 1984).
2. Subtahap
pemikiran intuitif
Subtahap
Pemikiran Intuitif adalah subtahap kedua pemikiran praoperasional yang terjadi
kira-kira antara usia 4 dan 7 tahun. Pada subtahap ini anak-anak mulai
menggunakan penalaran primitive dan ingin tahu jawaban atas semua bentuk
pertayaan. Piaget menyebut periode waktu ini sebagai “intuitif” karena
anak-anak usia muda tampaknya begitu yakin tentang pengetahuan dan pemahaman
mereka, tetapi belum begitu sadar bagaimana mereka tahu apa yang mereka ketahui
itu. Maksudnya mereka mengetahui sesuatu tetapi mengetahuinya tanpa menggunakan
pemikiran rasional. suatu contoh kemampuan penalaran anak-anak kecil ialah
kesulitan menaruh benda-benda ke dalam kategori- kategori yang tepat. Misalnya
ketika dihadapkan pada sekumpulan objek acak yang dapat dikelompokkan bersama
atas dasar dua atau lebih sifat, anak-anak praoperasional jarang dapat
menggunakan sifat ini secara konsisten untuk menyortir objek kedalam
kelompok-kelompok yang tepat.
·
Kegagalan pada tugas konservasi cairan merupakan tanda
bahwa anak-anak berada pada tahap praoperasional perkembangan kognitif,
sedangkan lulus tes ini merupakan tanda bahwa mereka berada pada tahap
operasional konkret. Di dalam pandangan Piaget anak-anak praoperasional gagal
menunjukkan tidak hanya konservasi cairan tetapi juga konservasi jumlah,
volume, bahan, panjang, dan bidang
C. Tahap Konkret-Operasional ( 7 – 11 tahun )
Dalam tahap
konkret-operasional yang berlangsung hingga usia menjelang remaja, anak
memperoleh tambahan kemampuan yang disebut sistem of operations ( satuan
langkah berfikir ). Satuan langkah berfikir ini nantinya akan menjadi dasar
terbentuknya intelegensi intuitif. Intelegensi menurut Piaget adalah proses ,
yang dalam hal ini berupa tahapan langkah operasional tertentu yang mendasari
semua pemikiran dan pengetahuan manusia, disamping itu merupakan proses
pembentukan pemahaman.
Dalam intelegensi operasional, anak yang sedang berada pada tahapan konkret-operasional terdapat sistem operasi kognitif yang meliputi :
Dalam intelegensi operasional, anak yang sedang berada pada tahapan konkret-operasional terdapat sistem operasi kognitif yang meliputi :
·
Pengurutan : kemampuan untuk mengurutan
objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda
berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke
yang paling kecil.
·
Klasifikasi : kemampuan untuk memberi
nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya,
atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat
menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki
keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan
berperasaan)
·
Decentering : anak mulai mempertimbangkan
beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh
anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya
dibanding cangkir kecil yang tinggi.
·
Reversibility : anak mulai memahami bahwa
jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk
itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama
dengan 4, jumlah sebelumnya.
·
Konservasi : memahami bahwa kuantitas,
panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan
atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak
diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air
dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap
sama banyak dengan isi cangkir lain.
·
Penghilangan sifat Egosentrisme :
kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat
orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan
komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu
meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci,
setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan
mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau
anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
D. Formal – operasional ( 11 – 15 tahun )
Dalam tahap
perkembangan formal- operasional, anak yang sudah menjelang atau sudah
menginjak masa remaja, yaitu usia 11 – 15 tahun, akan dapat mengatasi
masalah-masalah keterbatasan pemikiran konkret-operasional.Ciri khas dari tahap ini adalah bersifat lebih abstrak, idealitis
dan logis. Dengan tahap operasional formal, remaja dapat membangkitkan situasi
khayalan, kemungkinan hipotesis dan penalaran yang benar-benar abstrak. Selain
berpikir abstrak, remaja juga berpikir idealistis. Remaja berpikir tentang ciri-ciri
ideal bagi mereka sendiri maupun orang lain serta membandingkan diri mereka
dengan orang lain. Bila pada masa kanak-kanak, kita hanya melihat bahwa
anak-anak lebih berpikir tentang sesuatu yang nyata dan terbatas. Sehingga
tidak heran bila remaja menjadi tidak sabar dan lebih sering berfantasi tentang
sesuatu yang mengarah ke masa depan. Disaat bersamaan, remaja juga berpikir
secara logis ( Kuhn, 1991). Remaja mulai berpikir layaknya ilmuwan, memecahkan
masalah dan menguji pemecahan masalah secara sistematis. Tipe pemecahan masalah
ini diberi nama penalaran deduktif hipotesis. Penalaran deduktif hipotesis
adalah konsep operasional Piaget menyatakan bahwa remaja memiliki kemampuan
kognitif untuk mengembangkan hipotesis ( dugaan terbaik) mengenai cara
memecahkan masalah. Setelah itu, mereka menarik kesimpulan secara sistematis
dan menetapkan cara mana yang paling tepat untuk memecahkan masalah tersebut.
Perbandingan Teori
Behavioristik, Kognitivistik, dan Kontruktivisme
Komparasi
|
Behavioristik
|
Kognitivistik
|
Kontruktivisme
|
Asumsi Dasar tentang Anak Belajar
|
Belajar adalah perubahan
perilakuyang tampak, observable. Anaka belajar karena adanya suatu
pengkondisian, perangsangan dan pembiasaaan. Belajar sebagai perubahan
perilaku menekankan pentingnya lingkungan.
|
Dalam belajar, anak
menghubungkanbebrapa informasi dan keterampilan baru dengan apa yang telah
diketahui, menempatkannya dalam konteks, mengembangkan perspektif sendiri
terhadapnya, dan memutuskan seberapa bermakna pengetahuan dan kketerampilan tersebut
baginya.
|
Dalam belajar anak meyusun (
constructing ) pengertian mereka sendiri tentang dunia, perpektif mereka
sendiri tentang permsalahan- permasalahan penting, profesionalisme mereka
sendiri dalam suatu bidang dan identitas mereka sendiri sebagai orang yang belajar
|
Beberapa Preskripsi Pembelajaran
|
Tancapkan tujuan belajar, tujuan
perilaku, secra jelas dan operasional dan kriteria batasan yang jelas.
Gunakan paksaan, hukuman dan hadiah. Drill, ukuran sesuai tujuan
|
Agar anak belajar, perlu
diperhatikan struktur-struktur dan proses
kognitif. Untuk itu, gunakan antara lain : advanced, organizer,
skema, deferensiasi,progressif dan
penyesuaian integratif.
|
Gunakan prinsip kebebasan,
keterbukaan, keragaman, dunia nyata,aneka sumber fortofolio
|
Contoh Model Pembelajaran
|
Pengajaran terprogram, teaching
mechine
|
Teori kognisi, model information
processing
|
Beragam pembelajaran kontektual,
Problem based learning
|
Tokoh-tokoh
|
Ivan Pavlov, John B. Watson, Edward Thorndike, B.F.
Skinner, Robert Mager, dll
|
David P.Ausubel, Jerome Bruner, Richard Anderson,
Robert M. Gagne, dll
|
Roger Schank, E.
Gagne, Montesori, dll ( termasuk pemikir dahulu, John Dewey, Lev Vygotsky, J.
Piaget)n
|
DAFTAR
PUSTAKA
Wikipedia
Indonesia, 2012. Teori Jean piaget. http://id.wikipedia.org .
Diakses tanggal 28 April 2015
Guruh,
dkk. 2015. Teori Belajar Bermakna, Unsri : Indralaya
Direktori
UPI, 2011. Teori Belajar Kognitif. UPI : Bandung, File Portable
Kompasiana,
2011. Tahapan sensori Motor. http://edukasi.kompasiana.com,
diakses Tanggal 28 April 2015
No comments:
Post a Comment