Wednesday 26 August 2015

EGON: KEHILANGAN



KEHILANGAN
            Kehilangan orang yang dicintai itu seperti berdiri di tepi jurang. Kita hanya memiliki tiga pilihan: diam, mundur, atau melompatinya. Ada orang yang memilih untuk diam dan terus menerus larut dalam kesedihan. Ada yang memilih untuk mundur. Tapi ada juga yang memutuskan untuk melompat dan melangkahi jurang tersebut. 
Tidak ada orang di dunia ini yang ingin kehilangan orang yang sangat mereka cintai. Dan tidak ada orang yang ingin mengingat kembali saat-saat seperti itu. Begitu juga diriku. Tidak pernah aku menginginkan suatu saat aku akan kehilangan seorang ayah, bahkan terfikir pun tidak pernah. Tapi takdir berkata lain, aku harus merasakan kehilangan orang yang sangat aku cintai untuk pertama kalinya. Dan untuk pertama kalinya juga aku menyaksikan seseorang menghembuskan nafas terakhirnya tepat di hadapanku. 
Tapi aku tetap harus melanjutkan hidup. Karena aku sadar, hidupku tidak boleh berhenti bahkan setelah pemakamannya. Tak ada yang bisa aku lakukan selain berusaha untuk melupakan saat-saat dimana ayah harus pergi meninggalkanku untuk selamanya. Aku berusaha untuk mengikhlaskan kepergiannya dan terus berjalan dengan harapan rasa sakit dan kesedihan ini bisa hilang seiring dengan berjalannya waktu.
            Tapi ternyata semua tidak seperti yang aku harapkan. Setelah hampir 2.5 tahun, aku masih tetap hidup dengan membawa ingatan tentang kejadian itu. Tidak ada yang berubah. Rasa sakit yang aku rasakan saat ini ketika mengingat kepergiannya masih tetap sama seperti rasa sakit yang aku rasakan dihari saat aku kehilangannya. Rasa sakit ini masih saja terus menyelimutiku dengan kesedihan.
            Hidup selama hampir 2,5 tahun dengan membawa kesedihan bukanlah hal yang mudah. Aku selalu mencoba untuk tetap terlihat kuat dan tegar. Aku merasa wajib untuk menyembunyikan kesedihan ini dari orang lain bahkan dari keluargaku sendiri. Dan aku yakin, bukan kesedihan seperti ini yang ayah harapkan dariku. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Selama bertahun-tahun aku mencoba untuk tabah dan menahan kesedihan, namun tidak ada yang berubah. Karena kesedihan itu seperti gelombang yang naik turun, yang pada saat tak terduga bisa pecah menghantam pantai.
            Dulu aku pernah berkata kepada diriku sendiri, bahwa aku tidak punya waktu untuk terus berduka. Ada atau tidaknya orang yang kita cintai di sisi kita, hidup akan tetap terus bergulir. Matahari tetap akan terbit dari barat. Siang akan tetap berganti dengan malam. Bahkan umurku akan tetap bertambah setiap harinya. Yang berubah adalah sekarang aku sendiri.
            Telah banyak buku yang aku baca untuk bisa bangkit dari kesedihan. Tapi buku atau teori hanyalah pengalaman kata, yang kadang tidak bisa menyentuh realita kehidupan. Dan juga telah banyak nasehat yang aku terima. Tapi itu hanya membawaku pada satu kesimpulan bahwa ungkapan paling halus sekali pun tidak akan bisa mengurangi kesedihan seseorang yang ditinggal mati oleh orang yang dicintainya.
            Kadang aku ingin bercerita kepada seseorang yang mau menjadi tempat untuk berbagi. Karena ketika aku mencoba menyampaikan semua ini kepada keluargaku, mereka juga masih terlihat sangat terpukul bahkan melebihi kesedihanku. Sehingga ketika aku butuh dukungan, aku merasa aku tidak punya siapa-siapa.
Sampai saat ini aku merasa bahwa ayah masih hidup. Pikiranku selalu menolak untuk menerima bahwa ayah yang aku cintai telah pergi meninggalkanku. Tapi aku tidak akan pernah meminta Tuhan agar ayah dihidupkan kembali. Aku hanya tidak ingin lagi mengalami kehilangan orang yang aku cintai. Aku ingin Tuhan tahu, aku akan merasa lebih senang jika aku yang pergi duluan sehingga aku tidak perlu lagi merasa kehilangan.

Penulis: EGON
Indralaya, 12 Agustus 2015

No comments:

Post a Comment

DOWNLOAD 14 BUKU SMA KELAS 12 KURIKULUM 2013 TERBARU

Hallo Sobat semua…. Selamat datang di Blog Abang . Kali ini postingan Abang adalah membagikan Buku Kurikulum 2013 Untuk SMA Kelas 12 y...