KODE ETIK GURU
2.1.
Pengertian Kode Etik Guru Indonesia
Ditinjau dari segi etimologi,
pengertian kode etik ini telah dibahas dan dikembangkan oleh beberapa tokoh
yang mempunyai jalan pikiran yang berbeda-beda. Namun pada dasarnya mempunyai
pengetian yang sama. Socrates seorang filosof yang hidup di zaman Romawi yang
dianggap sebagai pencetus pertama dari etika yang telah menguaraikan etika
secara ilmu tersusun. Bahkan sampai sekarang perkembangan etika semakin
berkembang. Hal ini dapat dirasakan dengan adanya fenomena-fenomena yang
realita dalam masyarakat.
Menurut Adi Negoro dalam bukunya
Ensiklopedi Umum sebagaimana yang dikutip oleh Sudarno dkk, mengemukakan etika
berasal dari kata Eticha yang berarti ilmu kesopanan, ilmu kesusilaan.
dan kata Ethica (etika, ethos, adat, budi pekerti, kemanusiaan)
Menurut Hendiyat Soetopo, "Etik diartikan
sebagai tata-susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan
dalam mengerjakan suatu pekerjaan".
William Lillie mendefinisikan “Ethics
as the normative science of conduct of human being living in societies – a
science which judges this conduct to be right or wrong, to be good or bad, or
in some similar way.”.
Maksud dari pengertian
di atas bahwa etik adalah ilmu pengetahuan tentang norma atau aturan
ilmu pengetahuan tentang tingkah laku kehidupan manusia dalam
masyarakat, yang mana ilmu pengetahuan tersebut menentukan tingkah laku
itu benar atau salah, baik atau buruk atau sesuatu yang semacamnya. Kemudian
secara etimologi kode etik berasal dari dua kata kode dan etik. Kode
berasal dari bahasa Prancis Code yang artinya norma atau aturan. Sedangkan
etik berasal dari kata etiquete yang artinya tata
cara atau tingkah laku. Sementara itu menurut Elizabeth B. Hurlock mendefinisikan
tingkah laku sebagai berikut: Behaviour which may be called “true
morality” not only conforms tosocial standards but also is carried out
valuntarilly, it comes with the transition from external to internal authority
and consists of conduct regulated from within.
Arti definisi tersebut di atas
adalah tingkah laku boleh dikatakan sebagai moralitas yang sebenarnya itu bukan
hanya sesuai dengan standar masyarakat tetapi juga dilaksanakan dengan
sukarela. Tingkah laku itu terjadi melalui transisi dari kekuatan yang ada di
luar (diri) ke dalam (diri) dan ada ketetapan hati dalam melakukan (bertindak)
yang diatur dari dalam (diri).
Selanjutnya definisi guru yaitu
semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina
anak didik, baik secara individual atau klasikal, di sekolah maupun luar
sekolah. Sebagai pendidik guru dibedakan menjadi dua yakni guru kodrati dan
guru jabatan. Guru kodrati adalah orang dewasa yang mendidik terhadap anak-anaknya.
Disebut kodrat karena mereka mempunyai hubungan darah dengan anak (si
terdidik). Sedangkan guru
jabatan yaitu mereka yang memberikan pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Peran mereka terutama nampak dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran di sekolah,
yaitu mentransformasikan kebudayaan secara terorganisasi demi perkembangan
peserta didik khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembahasan selanjutnya yang
dimaksudkan dalam kajian ini adalah guru profesional yang secara khusus mempunyai
tugas dan tanggung jawab membimbing dan membina anak didik dalam proses belajar
mengajar di negara Indonesia. Jadi, “kode etik guru” diartikan sebagai aturan
tata-susila keguruan. Maksudnya aturan-aturan tentang keguruan (yang menyangkut
pekerjaan guru) dilihat dari segi
susila. Kata susila adalah hal yang berkaitan dengan baik dan tidak baik menurut ketentuan-ketentuan umum yang berlaku. Dalam hal
ini kesusilaan diartikan sebagai kesopanan, sopan-santun dan keadaban. Dengan
demikian yang dimaksud dengan Kode Etik
Guru Indonesia adalah pedoman atau aturan-aturan atau norma-norma tingkah
laku yang harus ditaati dan diikuti oleh guru profesional di Indonesia dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sehari-hari sebagai guru profesional.
2.2. Dasar Kode Etik Guru
Indonesia
Kode Etik Guru Indonesia merupakan
usaha pendidikan untuk mencapai cita-cita luhur bangsa dan negara Indonesia
sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945 yang mutlak diperlukan sebagai sarana
yang teratur dan tertib sebagai pedoman yang merupakan tanggung jawab bersama.
Dengan demikian Kode Etik Guru Indonesia yang disusun haruslah merupakan sendi
dasar norma-norma tertentu dari kode etik tersebut. Sebab dalam falsafah suatu
negara terkandung pula maksud dan tujuan dari suatu negara.
Kode Etik Guru Indonesia
harus disusun berdasarkan antara lain kepada:
1.
Dasar falsafah negara yaitu Pancasila.
Sebab Pancasila juga merupakan dasar pendidikan dan pengajaran nasional.
Sila-sila dari Pancasila di samping merupakan norma-norma fundamental juga
merupakan norma-norma praktis, sila-sila tersebut menyatakan adanya dua macam
interaksi antara hubungan secara horizontal (manusia dengan sesama
makhluk) dan hubungan secara vertikal (antara manusia dengan Tuhan).
Hubungan horizontal tersebut merupakan realisasi dari sila kedua sampai dengan
kelima. Sedangkan hubungan vertikal adalah merupakan realisasi dari sila
pertama. Pancasila merupakan dasar dari Kode Etik Guru Indonesia yang harus
ditanamkan dan menjiwai setiap pendidik dan profesinya baik sebagai manusia dan
sebagai warga negara yang bertanggung jawab.
2.
Tujuan pendidikan dan pengajaran nasional
sesuai dengan TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 yang berbunyi : “Tujuan pendidikan
adalah membentuk manusia Pancasila sejati yang berdasarkan ketentuan yang
dikehendaki oleh Pembukaan UUD 1945 dan Isi UUD 45.” Tap MPR No. II/1983
Peraturan-praturan Pemerintah misalnya, menurut PP Nomor 10 tahun 1979 tentang
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil maupun PP Nomor 30 tahun
1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Semua dasar ini dijadikan pedoman
dalam rangka membina aparatur negara agar penuh kesetiaan dan ketaatan kepada
Pancasila dan UUD 45 dan kepada pemerintah untuk bersatu padu bermental baik,
berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih mutu dan penuh tanggung jawab
dalam melaksanakan tugas-tugasnya dalam pembangunan.
Di
Indonesia, guru dan organisasi profesi guru bertanggung jawab atas pelaksanaan
Kode Etik Guru Indonesia (KEGI). Kode Etik harus
mengintegral pada perilaku guru. Disamping itu, guru dan organisasi
guru berkewajiban menyosialisasikan kode etik dimaksud kepada rekan sejawat,
penyelenggara pendidikan, masyarakat, dan pemerintah. Bagi guru, kode etik
tidak boleh dilanggar baik disengaja maupun tidak.
Dengan
demikian, sebagai tenaga profesional, guru bekerja dipandu oleh Kode Etik. Kode etik profesi
guru dirumuskan dan disepakati oleh
organisasi atau asosiasi profesi guru. Kode
etik yang telah disepakati merupakan standar etika kerja bagi penyandang
profesi guru. Di dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen disebutkan
bahwa “Guru membentuk organisasi atau asosiasi profesi yang bersifat
independen.” Organisasi atau asosiasi profesi guru berfungsi untuk memajukan
profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan
profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
Sejalan
dengan itu UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen mengamanatkan
bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi atau asosiasi profesi.
Pembentukan organisasi atau asosiasi profesi dimaksud dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Pada sisi lain UU No. 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen mengamanatkan
bahwa untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan
martabat guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesian, organisasi atau asosiasi profesi
guru membentuk kode etik. Kode etik
dimaksud berisi norma dan etika yang
mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesian.
2.3. Tujuan Kode
Etik Guru
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode
etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan
organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan
kesan dari pihak luar atau masyarakat umum agar jangan sampai memandang rendah atau
terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karena itu setiap kode etik suatu
profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atau kelakuan anggota
profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi. Dari segi ini kode etik juga
sering kali disebut kode kehormatan.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik
kesejahteraan lahir (material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau
mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya
memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya
dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorium anggota profesi dalam
melaksanakan tugasnya, sehingga siapapun yang mengadakan tarif di bawah minimum
akan dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal
kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik umumnya memberi
petunjuk-petunjuk para anggotanya untuk melaksanakan profesinya. Kode etik juga
sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan membatasi tingkah laku
yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi
dengan sesama rekan anggota profesi.
3. Untuk meningkatkan pengabadian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan
peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi anggota profesi daapat
dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian dalam melaksanakan
tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu
dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat
norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka
diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartispasi dalam membina
organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
Dari
uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun
kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan
memelihara kesejateraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi,
dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.
2.4. Fungsi Kode Etik Guru
Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan
pengembangan bagi profesi. Kode etik guru sesungguhnya merupakan pedoman yang
mengatur hubungan guru dengan teman kerja, murid dan wali murid, pimpinan dan
masyarakat serta dengan misi tugasnya. Pentingnya kode etik guru dengan temab
kerjanya difungsikan sebagai penghubung serta saling mendukung dalam bidang dan
menyukseskan misi dalam mendidik peserta didik. Etika hubungan guru dengan
peserta didik dengan terciptanya hubungan berupaa hubungan yang bersifat
membantu dengan mengupayakan terjadinya iklim belajar yang kondusif bagi
perkembangan peserta didik. Dengan ditandai dengan adanya perilaku empati,
penerimaan dan penghargaan, kehangatan dan perhatian, keterbukaan dan ketulusan
serta kejelasan ekspresi seorang guru. Seorang guru apabila ingin menjadi guru
yang profesional harusnya mendalam serta memiliki etika diatas. Etika hubungan
garis dengan pemimpin disekolah menuntut adanya kepercayaan. Bahwa guru percaya
kepada pimpinan dalam memberi tugas dapat yang sesuai dengan kemampuan serta
guru percaya apapun yang telah dikerjakan mendapatkan imbalan dan sebaliknya
bahwa pimpinan harus yakin bahwa tugas yang telah diberikan telah sukses
dilaksanakan. Guru sangat perlu memelihara hubungan baik dengan masyarakat
untuk kepentingan pendidikan. Guru juga harus menghaayati apa saja yang menjadi
tanggung jawabnya.
Fungsi kode
etik dapat disimpulkan dengan beberapa poin berikut:
1.
Agar guru
memiliki pedoman dan arah yang jelas dalam melaksanakan tugasnya, sehingga
terhindar dari penyimpangan profesi.
2. Agar guru bertanggung jawab atas profesinya.
3. Agar profesi guru terhindar dari perpecahan dan pertentangan internal.
4. Agar guru
dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan.
5. Agar profesi ini membantu memecahkan masalah dan mengembangkan diri.
2.5. Isi Kode Etik Guru
Adapun rumusan kode etik guru yang merupakan
kerangka pedoman guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai
dengan hasil kongres PGRI XIII yang terdiri dari sembilan poin berikut:
1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk
membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
2. Guru memiliki kejujuran profesional dalam
menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing
3. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh
informasi tentang anak didik tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk
penyalahgunaan. Untuk itu ada ha-hal yang perlu diperhatikan yakni:
a.
Segala bentuk kekakuan dan ketakutan harus dihilangkan dari perasaan
anak didik, tetapi sebaliknya harus dirangsang sedemikian rupa sehingga tercipta sifat terbuka,
berani mengemukakan pendapat dan mampu memecahkan segala masalah yang dihadapinya.
b.
Semua tindakan guru terhadap anak didik harus selalu mengandung unsur
kasih sayang ibarat orang tua dengan anaknya. Guru harus bersifat sabar, ramah
dan terbuka.
c. Diusahakan guru dan anak didik dalam satu
kebersamaan orientasi agar tidak menimbulkan suasana konflik.
4.
Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan baik dengan orang
tua murid bagi kepentingan anak didik.
5.
Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya
maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6.
Guru secara sendiri dan atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan
meningkatkan mutu profesinya.
7.
Guru menciptakan dan memelihara hubungan baik antarsesama guru, baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam
hubungan keseluruhan.
8.
Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu
organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya.
9.
Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan.
Dengan memahami sembilan butir kode
etik guru seperti diuraikan di atas, diharapkan guru mampu berperan secara
aktif dalam upaya memberikan motivasi kepada subjek belajar yang dihadapi oleh
anak didik atau subjek belajar berarti akan dapat dipecahkan atas bimbingan
guru dan kemampuan serta kegairahan mereka sendiri. Dengan
demikian, kegiatan belajar-mengajar akan berjalan dengan baik
sehingga hasilnya optimal.
Adapun menurut kesepakatan para guru Indonesia, dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia
menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai
pedoman bersikap dan berperilaku yang sesuai profesinya, dalam bentuk
nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik
putera-puteri bangsa. Sehingga Kode Etik Guru Indonesia pun dirumuskan dalam pasal-pasal sebagai berikut:
Bagian Satu
Pengertian, tujuan, dan Fungsi
Pasal 1
1) Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan
diterima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan
tugas profesi sebagai pendidik, anggota maasyarakat dan warga negara.
2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal
ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk,
yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas
profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta sikap
pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah.
Pasal 2
1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan
menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang
dilindungi undang-undang.
2) Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma
moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam
hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan
seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama,
pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan.
Bagian Dua
Sumpah/Janji Guru Indonesia
Pasal 3
1) Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud
pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai
moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap
dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
2) Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi
profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing.
3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh
penyelenggara satuan pendidikan.
Pasal 4
1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia.
2) Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan
atau kelompok sebelum melaksanakan tugas.
Bagian Tiga
Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional
Pasal 5
Kode Etik Guru
Indonesia bersumber dari :
1) Nilai-nilai agama dan Pancasila
2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional.
3) Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi
perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan
spiritual,
Pasal 6
1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a)
Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tuga didik,
mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai, dan mengevaluasi proses dan
hasil pembelajaran.
b)
Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan
hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c)
Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara
individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d)
Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk
kepentingan proses kependidikan.
e)
Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha
menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan
sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f)
Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih
sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas
kaidah pendidikan.
g)
Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat
mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h)
Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk
membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk
kemampuannya untuk berkarya.
i)
Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali
merendahkan martabat peserta didiknya.
j)
Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara
adil.
k)
Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan
dan hak-hak peserta didiknya.
l)
Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh
perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m)
Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya
dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan
kesehatan, dan keamanan.
n)
Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi serta didiknya untuk
alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum,
kesehatan, dan kemanusiaan.
o)
Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada
peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral,
dan agama
p)
Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan
peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
2) Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa :
a)
Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan
Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan.
b)
Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif
mengenai perkembangan peserta didik.
c)
Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang
bukan orangtua/walinya.
d)
Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpatisipasi
dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
e)
Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai
kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
f)
Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasin
dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau
anak-anak akan pendidikan.
g)
Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan
orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungna-keuntungan pribadi.
3) Hubungan Guru dengan Masyarakat :
a)
Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan
efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
b)
Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan
meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c)
Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
d)
Guru berkerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan
prestise dan martabat profesinya.
e)
Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat
berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya
f)
Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai
agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
g)
Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada
masyarakat.
h)
Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupam
masyarakat.
4) Hubungan Guru dengan sekolah:
a)
Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi
sekolah.
b)
Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam
melaksanakan proses pendidikan.
c)
Guru menciptakan melaksanakan proses yang kondusif.
d)
Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah.
e)
Guru menghormati rekan sejawat.
f)
Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat
g)
Guru menjunung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan
dengan standar dan kearifan profesional.
h)
Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk
tumbuh secara profsional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan
tuntutan profesionalitasnya.
i)
Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan
pendapat-pendapat profesionalberkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan
pembelajaran
j)
Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan
dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
k)
Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat
meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas
profesional pendidikan dan pembelajaran.
l)
Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari
kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
m)
Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyaan keliru berkaitan
dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n)
Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan
merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya
o)
Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya
atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarnya.
p)
Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk
pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q)
Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau
tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
5) Hubungan Guru dengan Profesi :
a)
Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi
b)
Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan
bidang studi yang diajarkan
c)
Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya
d)
Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam
menjalankan tugas-tugas profesionalnya dan bertanggung jawab atas
konsekuensiinya.
e)
Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif
individual, dan integritas dalam tindkan-tindakan profesional lainnya.
f)
Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan
merendahkan martabat profesionalnya.
g)
Guru tidak boleh menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat
mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan proesionalnya
h)
Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari
tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan
dan pembelajaran.
6) Hubungan guru dengan Organisasi Profesinya :
a)
Guru menjadi anggota aorganisasi profesi guru dan berperan serta secara
aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan
kependidikan.
b)
Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan
manfaat bagi kepentingan kependidikan
c)
Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat
informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.
d)
Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam
menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggung jawab atas
konsekuensinya.
e)
Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk
tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan
profesional lainnya.
f)
Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat
merendahkan martabat dan eksistensis organisasi profesinya.
g)
Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk
memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
h)
Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi
profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan
7) Hubungan Guru dengan Pemerintah :
a)
Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan
bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan
Perundang-Undang lainnya.
b)
Guru membantu Program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya.
c)
Guru berusaha menciptakan, memeliharadan meningkatkan rasa persatuan dan
kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila dan
UUD1945.
d)
Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah
atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
e)
Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang
berakibat pada kerugian negara.
Bagian Empat
Pelaksanaan , Pelanggaran, dan sanksi
Pasal 7
1) Guru dan organisasi profesi guru bertanggung jawab atas pelaksanaan Kode
Etik Guru Indonesia.
2) Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru
Indonesia kepada rekan sejawat Penyelenggara pendidikan, masyarakat dan
pemerintah.
Pasal 8
1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode
Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan
dengan protes guru.
2) Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan sedang dan berat.
Pasal 9
1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran
terhadap Kode Etik Guru Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru
Indonesia.
2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus objektif
3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan
kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat
profesi guru.
5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru
Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi
profesi guru, atau pejabat yang berwenang.
6) Setiap pelanggaran dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa
bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum sesuai dengan jenis
pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
Bagian Lima
Ketentuan Tambahan
Pasal 10
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di
Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Enam
Penutup
Pasal 11
1) Setiap guru secara sungguh-sungguh menghayati, mengamalkan serta
menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia.
2) Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih
organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3) Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah
secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Djamarah, Syaiful
Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka
Cipta
Purwanto
Ngalim.2005.Administrasi dan Supervisi Pendidikan.PT Remaja Rosdakarya Offset:Bandung
Sutjipto dan Raflis
Kosasi. 1999. Profesi Keguruan. Jakarta
: PT. Rineka Cipta
Sardiman
A.M.2007.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.PT Raja Grafindo Persada:Jakarta
No comments:
Post a Comment