Wednesday 25 November 2015

PROFESI KEPENDIDIKAN - PENGEMBANGAN KEBIJAKAN UMUM PEMBINAAN PROFESI GURU


PENGEMBANGAN KEBIJAKAN UMUM PEMBINAAN PROFESI GURU

1.        Perkembangan Kebijakan Umum Pembinaan Profesi Guru
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang terus berkembang pesat seiring perkembangan zaman, memberi tekanan pada perilaku manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidupnya. Di bidang pendidikan, hal ini memunculkan kesadaran baru untuk merevitalisasi kinerja guru dan tenaga kependidikan dalam rangka menyiapkan peserta didik dan generasi muda masa depan yang mampu merespon kemajuan IPTEK, serta kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Peserta didik dan generasi muda Indonesia saat ini merupakan sumber daya manusia masa depan yang hidup pada era global. Globalisasi memberi penetrasi terhadap kebutuhan untuk mengkreasi model-model dan proses-proses pembelajaran secara inovatif, kreatif, menyenangkan, dan transformasional bagi pencapaian kecerdasan global, keefektifan, kekompetitifan, dan karakter bangsa. Dengan mengoptimalkan kecerdasan, penguasaan IPTEK, keterampilan, serta karakter bangsanya akan menaikkan derajat bangsa.
Aneka perubahan era globalisasi, agaknya menjadi ciri khas yang berjalan paling konsisten. Manusia odern menantang, mencipta, sekaligus berpotensi diterpa oleh arus perubahan. perubahan peradaban ini menuntut pertaruhan dan respon manusia yang kuat agar siap menghadapi tekanan internal dan eksternal, serta menunjukkan eksistensi diri dalam alur peradaban.
Pada era globalisasi, profesi guru bermakna strategis, karena penyandangnya mengemban tugas sejati bagi proses kemanusiaan, pemanusiaan, pencerdasan, pembudayaan, dan pembangun karakter bangsa. Esensi dan eksistensi makna strategis profesi guru diakui dalam realitas sejarah pendidikan di Indonesia. Pengakuan itu memiliki kekuatan formal tatkala tanggal 2 Desember 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan guru sebagai profesi. Satu tahun kemudian, lahir Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sebagai dasar legal pengakuan atas profesi guru dengan segala dimensinya.
Metamorfosis harapan untuk melahirkan UU tentang Guru dan Dosen telah menempuh perjalanan panjang. Pencanangan Guru sebagai Profesi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi salah satu akselerator lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 itu. Di dalam UU ini pada pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Pasca lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, diikuti dengan beberapa produk hukum yang menjadi dasar implementasi kebijakan, seperti tersaji pada gambar 1.1 berikut:
     

2.        Tahapan Mewujudkan Guru Profesional
Telah lama berkembang kesadaran publik bahwa tidak ada guru, tidak ada pendidikan formal. Telah muncul pula kesadaran bahwa tidak ada pendidikan yang bermutu, tanpa kehadiran guru yang profesional dengan jumlah yang mencukupi. Pada sisi lain, guru yang profesional nyaris tidak berdaya tanpa dukungan tenaga kependidikan yang profesional pula. Paralel dengan itu, muncul pranggapan, jangan bermimpi menghadirkan guru yang profesional, kecuali persyaratan pendidikan, kesejahteraan, perlindungan dan pemartabatan mereka terjamin.
Kesadaran untuk menghadirkan guru dan tenaga kependidikan yang profesional sebagai sumber daya utama pencerdas bangsa seperti disajikan di atas, barangkali sama tuanya dengan sejarah peradaban pendidikan. Khusus untuk guru, dilihat dari dimensi sifat dan subtansinya, setidaknya ada empat ranah (taxonomy) yang tersedia untuk mewujudkan guru yang benar-benar profesional (Sudarwan, 2013). Keempat ranah dimaksud meliputi: (1) Penyediaan guru berbasis perguruan tinggi, (2) Induksi guru pemula berbasis sekolah, (3) Profesionalisme guru berbasis prakarsa institusi, (4) Profesionalisasi guru berbasis individu.
2.1  Penyediaan Guru
Berkaitan dengan penyediaan guru, Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa hal itu menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang disebut sebagai penyediaan guru berbasis perguruan tinggi. Menurut dua produk hukum ini , lembaga pendidikan tenaga kependidikan dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan non kependidikan.
Guru dimaksud harus memiliki kualifikasi akademik sekurang-kurangnya S1/D-IV dan bersertifikat pendidik. Jika seorang guru telah memiliki keduanya, statusnya diakui oleh negara sebagai guru profesional. Pada sisi lain, baik  UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP No. 74 Tentang Guru, telah mengamanatkan bahwa ke depan, hanya yang berkualifikasi S1/DIV bidang kependidikan dan nonkependidikan yang memenuhi syarat sebagai guru. Itu pun jika mereka telah menempuh dan dinyatakan lulus pendidikan profesi (UU No.74 tahun 2008 Pasal 4 dan 5 ayat 2). Pada sisi lain, dua produk hukum ini menggariskan bahwa peserta pendidikan profesi ditetapkan oleh menteri, yang sangat mungkin didasari atas kuota kebutuhan formasi.
Beberapa amanat penting yang dapat disadap dari dua produk hukum ini. Pertama, calon peserta pendidikan profesi berkualifikasi S1/D-IV. Kedua, sertifikat pendidikan bagi guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat, dan ditetapkan oleh pemerintah. Ketiga, sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
Keempat, jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh Menteri. Kelima, program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik. Keenam, uji kompetensi pendidik dilakukan melalui uian tertulis dan ujian kinerja sesuai dengan standar kompetensi.
Ketujuh, ujian tertulis dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup penguasaan: (1) wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar; (2) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya; (3) konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi atau seni yang secara konseptual menangungi materi pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya. Kedelapan, ujian kerja dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial pada satuan pendidikan yang relevan.
Jika regulasi ini dipatuhi secara taat asas, tidak ada alasan calon guru pada sekolah-sekolaj di Indonesia berkualitas di bawah standar. Namun demikian, ternyata setelah mereka direkrut untuk menjadi guru, yang dalam skema kepegawaian negara untuk pertama kali berstatus sebagai calon penuh ketika menginjakkan kaki pertama kali di kampus sekolah. Melainkan, mereka masih harus memasuki fase prakondisi yang disebut dengan induksi. Ketika menjalani profram induksi, diidealisasikan guru akan dibimbing dan dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar benar-benar siap menjalani tugas-tugas profesional. Ini pun tentu tidak mudah, karena di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang nun jauh di sana, sangat mungkin akan menjadi tidak jelas guru seperti apa yang tersedia dan bersedia menjadi mentor sebagai tandem itu.
2.2 Induksi Guru Pemula
Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008 seperti dimaksudkan untuk mengisyaratkan bahwa kedepan, hanya lulusan S1/D-IV yang memiliki sertifikasi pendidiklah yang akan direkrut menjadi guru. Jadi, sungguhpun guru yang direkrut telah memiliki kualifikasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam profuk hukum dilegitimasi sebagai telah memiliki kewenangan penuh, masih diperlukan program induksi untuk memposisikan mereka menjadi guru yang benar-benar profesional. Memang, pada banyak literatur akademik, program induksi diyakini merupakan fase yang harus dilalui ketika seseorang dinyatakan diangkat dan ditempatkan sebagai guru. Program induksi merupakan masa transisi bagi guru pemula (beginning teacher) terhitung mulai dia pertama kali menginjakkan kaki di sekolah atau satuan pendidikan hingga benar-benar layak dilepas untuk menjalankan tugas penddiikan dan pembelajaran secara mandiri (Sudarwan, 2013).
Kebijakan ini memperoleh legitimasi akademik, karena secara teoritis dan empiris lazim dilakukan di banyak negara. Sehebat apapun pengalaman teoritis calon guru di kampus, ketika menghadapi realitas dunia kerja, suasananya akan lain. Persoalan mengajar bukan hanya berkaitan dengan materi apa yang akan disajikan dan bagaimana cara mengajarkannya, melainkan semua subsistem yang ada di sekolah dan di masyarakat itu turut mengintervensi perilaku nyata yang harus ditampilkan oleh guru baik didalam maupun di luar kelas.


2.3  Profesionalisasi Guru Berbasis Lembaga
Ketika guru selesai menjalani proses induksi dan kemudian secara rutin kesehatian menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses penumbuhan dan pengembangan profesinya tidak berhenti disitu. Diperlukan upaya yang terus menerus agar guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesyau dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sinilah esensi pembinaan dan pengembangan profesional guru. Kegiatan ini dapat dilakukan atas prakarsa institusi , seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studi banding, dan lain-lain adalah penting. Prakarsa ini menjadi penting karena secara umum, guru pemula masih memiliki keterbasan, baik secara finansial, jaringan, waktu, akses, dan sebagainya. Namun, yang tidak kalah pentingnya adalah prakarsa personal guru untuk menjalani profesionalisasi.
Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan merupakan proses yang ditempuh oleh guru pada saat menjalani tugas-tugas kedinasan. Kegiatan ini diorganisasikan secara beragam dan berspektrum luas dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi, keterampilan, sikap, pemahaman, dan performansi yang dibutuhkan oleh guru saat ini dan di masa mendatang. Di banyak negara, saat ini berkembang kecenderungan-kecenderungan baru dalam pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan, terutama tenaga guru. Kecenderungan-kecenderungan yang dimaksud adalah: (1) berbasis pada program penelitian; (2) menyiapkan guru untuk menguji dan mengakses kemampuan praktis dirinya; (3) diorganisasikan dengan pendekatan kolegialitas; (4) berfokus pada partisipasi guru dalam proses pembuatan keputusan mengenai isu-isu enesial di lingkungan sekolah, dan (5) membantu guru-guru yang dipandang masih lemah pada beberapa aspek tertentu dari kompetensinya. Dengan demikian, kegiatan ini merujuk kepada peluang-peluang belajar (learning opportunities) yang didesain secara sengaja untuk membantu pertumbuhan profesional guru. Lebih spesifik, ia dimaksudkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial sebagaimana yang tertera dalam UU No. 74 tahun 2008 Bagian Kesatu Tentang Kompetensi, Pasal 3 ayat 2.



2.4  Profesionalisasi Guru Berbasis Individu
Untuk menjadi guru profesional, perlu perjalanan panjang. diawali dengan penyiapan calon guru, rekruitmen,penempatan, penugasan, pengembangan profesi dan karir, hingga menjadi guru profesional sungguhan, yang menjalani profesionalisasi secara terus menerus. Guru semacam inilah yang kelak akan menjelma sebagai guru profesional. Edi Suharto (Sudarwan, 2013), mengemukakan masyarakat madani adalah sebuah masyarakat demokratis dimana anggotanya menyadari akan hak-hak dan kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya; dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Istilah masyarakat madani esensinya merupakan lawan dari tradisi struktur yang menekan kebebasan dan hak demokrasi warga negara.
Menunjuk pada referensi berpikir di atas, guru profesional sesungguhnya adalah guru yang didalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat otonom, menguasai kompetensi secara komprehensif, dan daya intelektual tinggi. Kata otonom mengandung makna, bahwa guru profesional adalah mereka yang secara profesional dapat melaksanakan tugas dengan pendekatan bebas dari intervensi kekuasaan atau birokrasi pendidikan. Dengan demikian, guru harus menjadi profesional sungguha untuk bisa tumbuh secara madani. Guru profesional melebihi batas-batas yang dimiliki oleh guru profesional yang bnyak dibahas dalam literatur akademik.
Guru profesional adalah mereka yang memiliki kemandirian tinggi ketika berhadapan birokrasi pendidikan dan pusat-pusat kekuasaan lainnya. Mereka memiliki raung gerak yang bebas sebagai wahana keterlibatannya di bidang pendidikan dan pembelajaran, pengembangan profesi, pengabdian kepada masyarakat, dan kegiatan penunjang lainnya. Guru profesional pun memiliki daya juang dan energi untuk mereduksi secara kuat munculnya kuasa birokrasi pendidikan, kepala sekolah, dan pengawas sekolah atas hak dan kewajibannya. Mereka pun bebas berafiliasi ke dalam organisasi sebagai wahana perjuangan, pengembangan profesi, dan penegakan indepedensi sebagai pekerja yang memiliki atasan langsung. Dengan demikian, dari sisi kepribadian untuk tumbuh menjalani profesionalisasi, ciri-ciri umum guru profesional adalah:
·         Melakukan profesionalisasi-diri
·         Memotivasi diri
·         Memiliki disiplin-diri diri
·         Mengevaluasi-diri
·         Memiliki kesadaran-diri
·         Melakukan pengembangan-diri
·         Menjadi pembelajar
·         Melakukan hubungan-efektif
·         Berempati tinggi
·         Taat asas pada kode etik

3.    Alur Pengembangan Profesi dan Karir
Saat ini pengakuan guru sebagai profesi dan tenaga profesional makin nyata. Pengakuan atas kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi mengangkat martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Aktualitas tugas dan fungsi penyandang profesi guru berbasis pada prinsip-prinsip: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Saat ini penyandang profesi guru telah mengalami perluasan perpektif dan pemaknaannya. Dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, sebutan guru mencakup: (1) guru – baik guru kelas, guru bidang studi/ mata pelajaran, maupun guru bimbingan dan konseling atau konselor; (2) guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah; (3) guru dalam jabatan pengawas, seperti tertuang pada gambar 3.1 berikut. Dengan demikian diharapkan terjadi sinergi didalam pengembangan profesi dan karir profesi guru di masa  depan.

Pengembangan profesi dan karir diarahkan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Inisiatif meningkatkan kompetensi dan profesionalitas ini harus sejalan dengan upaya untuk memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan dan perlindungan terhadap guru.

4.    Kebijakan Pengembangan Profesi Guru
Dalam Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang Guru mengamanatkan bahwa terdapat dua alur pembinaan dan pengembangan profesi guru, yaitu: pembinaan dan pengembangan profesi dan pembinaan dan pengembangan karir. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Pembinaan dan pengembangan profesi guru sebagaimana dimaksud dilakukan melalui jabatan fungsional.
Semua guru memiliki hak yang sama untuk mengikuti kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi. Program ini berfokus pada empat kompetensi diatas. Namun demikian, kebutuhan guru akan program pembinaan dan pengembangan profesi beragam sifatnya. Kebutuhan dimaksud dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu pemahaman tentang konteks pembelajaran, penguatan penguasaan materi, pengembangan teori metode mengajar, inovasi pembelajaran, dan pengalaman tentang teori-teori terkini.
Kegiatan pembinaan dan pengembangan profesi dapat dilakukan oleh institusi pemerintah, lembaga pelatihan (training provider) nonpemerintah, penyelenggara, atau satuan pendidikan. Di tingkat satuan pendidikan, program ini dapat dilakukan oleh guru pembina, guru inti, koordinator guru kelas, dan sejenisnya yang dtiunjuk dari guru terbaik dan ditugasi oleh kepala sekolah. Analisis kebutuhan, perumusan tujuan dan sasaran, desain program, implementasi dan layanan, serta evaluasi program pelatihan dapat ditentukan secara mandiri oleh penyelenggara atau memodifikasi/mengadopsi program sejenis.
Pembinaan dan pengembangan karir guru terdiri atas tiga ranag, yaitu penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi. Sebagai bagian dari pengembangan karir, kenaikan pangkat merupakan hak guru. Dalam kerangka pembinaan dan pengembangan, kenaikan pangkat ini termasuk ranah peningkatan karir. Kenaikan pangkat ini dilakukan melalui dua jalur. Pertama, kenaikan pangkat dengan sistem oengumpulan angkat kredit. Kedua, kenaikan pangkat karena prestasi kerja atau dedikasi yang luar biasa.

5.    Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan
Untuk menjadi guru profesional, perlu perjalanan panjang. Dengan demikian, kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru harus dilakukan secara kontinu, dengan serial kegiatan tertentu. Diawali dengan penyiapan calon guru, rekruitmen, penempatan, penugasan, pengembangan profesi dan karir, hingga menjadi guru profesional sejati yang menjalani profesionalisasi secara terus-menerut. Merujuk pada pola berpikir ini, guru profesional sesungguhnya adalah guru yang didalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat otonom, menguasai kompetensi secara komprehensif, dan daya intelektual tinggi.
Pengembangan keprofesian guru adakalanya diawali dengan penilaian kinerja dan uji kompetensi. Untuk mengetahui kinerja dan kompetensi guru dilakukan penilaian kinerja dan uji kompetensi. Atas dasar itu dapat dirumuskan profil dan peta kinerja dan kompetensinya. Kondisi nyata itulah yang menjadi salah satu dasar peningkatan kompetensi guru. Dengan demikian, hasil penilaian kinerja dan uji kompetensi menjadi salah satu basis utama desain program peningkatan kompetensi guru.
Penilaian kinerja guru (teacher performance appraisal) merupakan salah satu langkah untuk merumuskan program peningkatan kompetensi guru secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan amanat yang tertuang pada Permenneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan guru yang sebenarnya dalam melaksanakan pembelajaran. Berdasarkan penilaian kinerja ini juga akan diketahui tentang kekuatan dan kelemahan guru-guru, sesuai dengan tugasnya masing-masing, baik guru kelas, guru bidang studi, maupun guru bimbingan konseling. Penilaian kinerja guru dilakukan secara periodik dan sistematis untuk mengetahui prestasi kerjanya termasuk potensi pengembangannya.





Disamping keharusan menjalani penilaian kinerja, guru-guru pun perlu diketahui tingkat kompetensinya melalui uji kompetensi. Uji kompetensi dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang kondisi nyata guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran. Berdasarkan hasil uji kompetensi dirumuskan profil kompetensi guru menurut level tertentu, sekaligus menentukan kelayakannya. Dengan demikian, tujuan uji kompetensi adalah menilai dan menetapkan apakah guru sudah kompeten atau belum dilihat dari standar kompetensi yang dijikan. Dengan demikian, kegiatan peningkatan kompetensi guru memiliki rasional dan pertimbangan empiris yang kuat. Penilaian kinerja dan uji kompetensi guru esensinya berfokus pada keempat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru.
Kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru dengan segala cabang aktivitasnya perlu disertai dengan upaya memberi penghargaan, perlindungan, kesejahteraan dan pemartabatan guru. Karena itu, isu-isu yang relevan dengan masa depan manajemen guru, memerlukan formulasi yang sistemik dan sistematik terutama sistem penyediaan, rekrutmen, pengangkatan dan penempatan, sistem distribusi, sertifikasi, peningkatan kualifikasi, penilaian kinerja, uji kompetensi, penghargaan dan perlindungan, kesejahteraan, pembinaan karir, pengembangan keprofesian berkelanjutan, pengawasan etika profesi, serta pengelolaan guru didaerah khusus.


6.    Kebijakan Pemerataan Guru
Hingga kini masih muncul kesenjangan pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan, antar kabupatern/kota, dan antarprovinsi. Hal tersebut menunjukkan betapa rumitnya persoalan yang berkaitan dengan penataan dan pemerataan guru di negeri tercinta ini.
Pemerintah berupaya mencari solusi terbaik untuk memecahkan persoalan rumitnya penataan dan pemerataan guru tersebut dengan menetapkan Peraturan Bersama Lima Menteri, yaitu Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini ditandatangani tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai aktif efektif tanggal 2 Januari 2012. Dalam peraturan bersama ini antara lain dinyatakan, bahwa untuk menjamin pemerataan guru antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan, antar kabupaten/kota, dan/atau antarprovinsi dalam upaya mewujudkan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan formal secara nasional dan pencapaian tujuan pendidikan nasional, guru pegawai negeri sipil dapat dipindahtugaskan pada satuan pendidikan di kabupaten/kota dan provinsi lain.
1. Kebijakan dan Pemerataan Guru
Dalam peraturan bersama Mendiknas, Menneg PAN dan RB, Mendagri, Menkeu, dan Menag tentang Penataan dan Pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil, tanggal 3 Oktober 2011 dan mulai efektif tanggal 2 Januari 2012 secara eksplisit menyatakan bahwa:
a.       Kebijakan standardisasi teknis dalam penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjejang, dan antarjenis pendidikan secara nasional ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional. Demikian juga Menteri Pendidikan Nasional mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan untuk penataan dan pemerataan guru PNS pada provinsi yang berbeda berdasarkan data pembanding dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dalam memfasilitasi penataan dan pemerataan PNS di daerah dan kabupaten/kota, Menteri Pendidikan Nasional berkoordinasi dengan Menteri Agama.
b.      Menteri Agama berkewajiban membuat perencanaan, penataan, dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang  dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggungjawabnya.
c.       Menteri Dalam Negeri berkewajiban untuk mendukung pemerintah daerah dalam hal penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan untuk memenuhi standardisasi teknis yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional serta memasukkan unsur penataan dan pemerataan guru PNS ini sebagai bagian penilaian kinerja pemerintah daerah.
d.      Menteri Keuangan berkewajiban untuk mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sebagai bagian dari kebijakan penataan PNS secara nasional melalui aspek pendanaan di bidang pendidikan sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
e.       Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, mendukung penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan melalui penetapan formasi guru PNS.
f.       Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya membuat perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjan, dan antarjenis pendidikan yang menjadi tanggung jawab masing-masing.
2.  Kewenangan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota
a.       Dalam pelaksanaan kegiatan atau penataan dan pemerataan guru, gubernur bertanggungjawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjangm dan antarjenis pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi yang kelebihan atau kekurangan guru PNS.
b.      Bupati/walikota bertanggung jawab dan wajib melakukan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota yang kelebihan dan kekurangan guru PNS.
c.       Gubernur mengkoordinasi dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya.
d.      Bupati/walikota mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS untuk penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya sesuai dengan kewenangannya.
e.       Gubernur mengkoordinasikan dan memfasilitasi pemindahan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kewenangannya untuk penataan dan pemerataan antarkabupaten/kota dalam satu wilayah provinsi.
f.       Penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan didasarkan pada analisis kebutuhan dan persediaan guru sesuai dengan kebijakan standardisasi teknis yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
g.      Analsisi kebutuhan disusun dalam suatu format laporan yang dikirimkan kepada Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan.
Dalam kerangka pemerataan guru, diperlukan pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dan evaluasi merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dalam kegiatan penataan dan pemerataan guru, khususnya guru PNS. Oleh karena itu, secara bersama-sama Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menneg PAN dan RB, dan Menteri Keuangan wajib memantau dan mengevaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan guru sesuai dengan kewenangan masing-masing. Sedangkan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarpendidikan di kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur sesuai dengan masing-masing wilayahnya.
Termasuk dalam kerangka ini, diperlukan juga pembinaan dan pengawasan. Norma-norma umum pembinaan dan pengawasan disajikan berikut ini:
1.      Secara umum, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang dan antarjenis pendidikan dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri.
2.      Secara teknis, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dilaksanakan oleh Menteri Pendidikan Nasional.
3.      Menteri Agama melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah di Lingkungan Kementerian Agama.
4.      Gubernur melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di pemerintah kabupaten/kota.
Dari mana pendanaannya? Pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, antarjenis pendidikan, atau antarprovinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dibebankan pada APBN, dan penataan dan pemerataann guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/ kota dalam satu provinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dibebankan pada APBD provinsi. Sedangkan pendanaan penataan dan pemerataan guru PNS  antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan antarkabupaten/kota, atau antarprovinsi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota dibebankan pada APBD kabupaten/kota.
Pelaksanaan pelaporan penataan dan pemerataan guru disajikan berikut ini.
1.      Bupati/Walikota membuat usulan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan Februari tahun berjalan. Kemudian Gubernur mengusulkan perencanaan seperti tersebut di atas, dan perencanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya kepada Menteri Pendidikan Nasional melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-msaing paling lambat bulan Maret tahun berjalan.
2.      Bupati/Walikota membuat laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayahnya dan menyampaikannya kepada Gubernur paling lambat bulan April tahun berjalan. Kemudian gubernur melaporkan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Menteri Agama sesuai dengan kewenangannya masing-masing paling lambat bulan Mei tahun berjalan dan diteruskan ke Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Keuangan.
3.      Menteri Agama menyampaikan informasi tentang perencanaan dan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, dan antarjenis pendidikan di wilayah kerjanya dan menyampaikannya kepada Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformaso Birokrasi paling lambat bulan Mei tahun berjalan.
4.      Berdasarkan laporan pelaksanaan penataan dan pemerataan guru PNS dan informasi dari Kementrian Agama tersebut di atas, Menteri Pendidikan Nasional melakukan evaluasi dan menetapkan capaian penataan dan pemerataan guru PNS secara nasional paling lambat bulan Juli tahun berjalan.
5.      Hasil evaluasi disampaikan oleh Menteri Pendidikan Nasional Kepada Menteri Keuangan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Dalam Negeri untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan.

Sanksi bagi pihak-pihak yang tidak melaksanakan kebijakan ini adalah sebagai berikut:
1.      Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menghentikan sebagian atau seluruh bantuan finansial fungsi pendidikan dan memberikan rekomendasi kepada Kementrian terkait sesuai dengan kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi kepada Bupati/Walikota atau Gubernur yang tidak melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan penataan dan pemerataan guru PNS antarsatuan pendidikan, antarjenjang, atau antarjenis pendidikan di daerahnya.
2.      Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menunda pemberian formasi guru PNS kepada pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-undangan.
3.      Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Keuangan dapat melakukan penundaan penyaluran dana perimbangan kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
4.      Atas dasar rekomendasi tersebut di atas, Menteri Dalam Negeri memberikan penilaian kinerja kurang baik dalam penyelenggaraan urusan penataan dan pemerataan guru PNS sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan., dan Khairil. 2013. Profesi Kependidikan. Bandung: Alfabeta.
Kementrian Pendidikan.2015. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Yogyakarta: Mahardika.
Kementrian Pendidikan. 2014. Undang-Undang Pendidikan Tinggi. Bandung: Fokusindo Mandiri.
Suryana, Asep. 2007. Kebijakan Pengembangan Tenaga Pendidik Pasca Undang-Undang Guru dan Dosen. Bandung: UPI.
Wiyono, Ketang. 2015. Profesi Kependidikan. Indralaya: FKIP Fisika Universitas Sriwijaya.



No comments:

Post a Comment

DOWNLOAD 14 BUKU SMA KELAS 12 KURIKULUM 2013 TERBARU

Hallo Sobat semua…. Selamat datang di Blog Abang . Kali ini postingan Abang adalah membagikan Buku Kurikulum 2013 Untuk SMA Kelas 12 y...