KOSMOLOGI BARU
I.
tujuan pembelajaran
- Untuk mengetahui definiisi kosmologi
- Untuk mengetahui pembagian kosmologi
- Untuk mempelajari kosmologi ilmiah
- Untuk mengetahui kajian filosofi terhadap kosmologi ilmiah
- Untuk mempelajari kosmologi filsafat
- Untuk mengetahui empat kelompok varian besar pada kosmologi filsafat
- Mejelaskan perspektif-perspektif kosmologi metafisis tentang “waktu
- Untuk mempelajari kosmologi baru
- Untuk mengetahui penemuan Nicolaus Copernicus
- Menjelaskan gagasan aristoteles
- Untuk mengetahui penemuan Galileo Galilei
- Untuk mengetahui tahun berapa Galileo Galilei menemukan teleskop
- Menjelaskan bagaimana cara galileo menemukan teleskop
- Untuk mengetahui tahun berapa Galileo Galilei mengamati tentang venus
- Untuk mengetahui penemuan Johannes Keppler
- Untuk mengetahui tahun berapa Johannes Keppler merumuskan orbit planet dan kuadrat jarak
- Untuk mengetahui penemuan Isaac Newton
- Untuk mengetahui penemuan Edmund Halley
- Untuk mengetahui penemuan William Herschel
- Untuk mengetahui penemuan Hubble
- Untuk mempelajari kosmologi modern
- Menjelaskan penemuan apa saja yang ada pada kosmologi modern
II.
III.
PEMBAHASAN
3.1.
Definisi
Kosmologi
Kosmologi
berasal dari kata Yunani “kosmos” dan “logos”. “Kosmos” berarti susunan, atau
ketersusunan yang baik. Lawannya ialah “Chaos”, yang berarti “kacau balau”
(Bakker, 1995: 39). Sedangkan “logos” juga berarti “keteraturan”, sekalipun
dalam “kosmologi” lebih tepat diartikan sebagai “azas-azas rasional” (Kattsoff,
1986: 75). Dalam sejarah filsafat Barat, tercatat Phytagoras (580 – 500 SM)
merupakan orang yang pertama kali memakai istilah “kosmos” sebagai terminologi
filsafat. Bahkan dalam tradisi Aristotelian, penyelidikan tentang keteraturan
alam disebut sebagai “fisika” (bukan dalam pengertian modern), dan filsafat
Skolastik memakai nama “filsafat alami” (philosophia naturalis) untuk menyebut
hal yang sama (Bakker, 1995: 40).
Istilah
“kosmologi” (cosmology) dipakai pertama kali oleh Christian von Wolff dalam
bukunya “Discursus Praeliminaris de Philosophia in Genere” tahun 1728, dengan
menempatkannya dalam skema pengetahuan filsafat sebagai cabang dari
“metafisika” dan dibedakan dengan cabang-cabang metafisika yang lain seperti
“ontologi”, “teologi metafisik”, maupun “psikologi metafisik” (Munitz, dalam
Edward, ed., 1976: 237).
Dengan
demikian, sejak “klasifikasi Christian”, “kosmologi” dimengerti sebagai sebuah
cabang filsafat yang membicarakan asal mula dan susunan alam semesta; dan
dibedakan dengan “ontologi” atau “metafisika umum” yang merupakan suatu telaah
tentang watak-watak umum dari realitas natural dan supernatural; juga dibedakan
dengan “filsafat alam” (The philosophy of nature) yang menyelidiki hukum-hukum
dasar, proses dan klasifikasi objek-objek dalam alam (Runes, 1975: 68-69).
Namun
demikian, walau secara definitif “kosmologi” dibedakan dengan “ontologi” maupun
“filsafat alam”, pemilahan yang tegas dalam analisis konseptual antara ketiga
bidang tersebut merupakan suatu usaha yang sulit dikerjakan, mengingat objek
material dan objek formal yang hampir sama. Selain dipakai dalam khasanah pemikiran filsafat, istilah
“kosmologi” juga dipakai dalam lingkup ilmu empiris, yakni dikenali sebagai
ilmu yang menggabungkan hasil-hasil pengamatan astronomis dengan teori-teori
fisika dalam rangka menyusun hal-hal astronomis atau fisis dari alam semesta
dalam suatu kesatuan dengan skala yang besar (Munitz, dalam: Edward, ed, 1976:
238). Kosmologi ilmiah (scientific cosmology) lebih berpijak pada suatu studi
empiris tentang gejala-gejala astronomis. Upaya-upaya yang selalu dilakukan
adalah membuat model-model “alam semesta” atas dasar penemuan-penemuan
observatorial oleh para astronom.
Dengan
demikian sangat berbeda dengan “kosmologi filsafat” yang murni konsepsional dan
merupakan analisis kategorial yang dilakukan secara “spekulatif” oleh para
filsuf. Adapun kajian filosofis terhadap “kosmologi ilmiah” merupakan
sub-bagian dari kajian “filsafat ilmu”, dengan fokus telaah pada aspek-aspek
metodologis dan epistemologis bangunan “kosmologi ilmiah” sebagai “ilmu”.
Kajian yang dilakukan dalam makalah ini adalah kajian kosmologi filsafat,
sekalipun unsur-unsur pemikiran yang ditelaah terkait dengan kosmologi ilmiah
tentang ruang-waktu, yang bagimana pun terkait pula dengan gejala-gejala fisis
dan astronomis.
Dalam
tradisi pemikiran Barat (Yunani, Eropa), perkembangan pemikiran kosmologi
filsafat berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran filsafat Barat.
Tonggak perubahan dari perenungan tentang “kosmos” berpindah pada perenungan
tentang “manusia”, dimulai oleh kaum Sofis pada Abad ke 5 Sebelum Masehi
(Hatta, 1964: 2). Dengan demikian, telah terjadi kembali “pembongkaran dunia”
yang fundamental setelah sebelumnya manusia meninggalkan “dunia mitos” masuk ke
dalam “dunia kosmos”. Atas dasar interpretasi baru tentang “dunia” tersebut,
para “dewa-dewi” yang masih mempunyai peranan dalam “dunia kosmos”, secara
fungsional perannya digantikan oleh anasir-anasir dan hukum-hukum kodrat “yang
tidak berpribadi” (impersonal). “Dunia” kemudian diyakini sebagai suatu kesatuan
unsur-unsur dasar yang memiliki kodrat dan hukum-hukumnya sendiri.
Memang
tidak dapat dipungkiri bahwa pada awal perkembangannya kosmologi para filsuf
alam tidak sepenuhnya dapat melepaskan diri dari pengaruh kosmogoni dan
spekulasi eskatologis yang terdapat dalam mitologi Yunani (Burnet, 1953: 1-4),
dan kosmologi filsafat jelas bukan suatu mitologi, sekalipun kedua-duanya
merupakan “usaha rasional” dari manusia untuk mencari penjelasan tentang
berbagai hal mengenai “dunia”.
Dalam
tradisi filsafat Barat, mitologi lebih bersifat spekulatif-deduktif, sedangkan
kosmologi filsafati cenderung lebih kritis-induktif dalam arti tidak mungkin
lagi menutup mata terhadap kosmologi ilmiah maupun temuan-temuan ilmiah yang
lain.
1.
Topik utama kosmologi filsafat menurut Hegel adalah tentang
“kontingensi” (kemestian yang merujuk pada “hukum”), “kepastian”, “keabadian”,
batas-batas dan hukum formal dunia, kebebasan manusia, dan asal mula kejahatan.
Namun rata-rata filsuf hanya mempersoalkan hakikat dan hubungan antara ruang
dan waktu, dan persoalan tentang hakikat kebebasan dan asal mula kejahatan
sebagai materi telaah di luar bidang kosmologi (Runes, ed, 1975: 69). Secara umum bangunan pemikiran kosmologi filsafat menyatakan
bahwa kosmologi filsafat memiliki nilai bila dia mampu memberi
kerangka pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa alami/kodrati, batas-batas dan
“hukum” ruang-waktu “dunia”, dan bagaimana “keterbatasan manusiawi” tersebut
mampu “diatasi”.
2. Secara historis perkembangan kosmologi
filsafat (barat) dimulai dari filsuf-filsuf alam pra Sokratik, yang kemudian
persoalan-persoalannya oleh Plato dalam “Timaeus” dan oleh Aristoteles dalam
“Physics” disistematisir dan diperluas. Secara umum kosmologi filsafati di
Yunani , dengan berbagai varian pemikiran, sepakat bahwa ruang jagad raya ini
terbatas dan di bawah pengaruh hukum-hukum yang tidak dapat dirubah, yang
memiliki ketentuan dan irama tertentu. Pada Abad Tengah,
mulai diperkenalkan konsep-konsep “penciptaan” dan “kiamat”, “keajaiban” dan
“pemeliharaan” oleh Tuhan dalam kosmologi. Perkembangan ilmu
empiris, kosmologi filsafat jaman modern sebagaimana dikemukakan oleh
Descartes, Leibniz, maupun Newton mengalihkan kecenderungan yang muncul pada
Abad tengah kepada corak pemikiran yang lebih dekat dengan pemikiran Yunani.
Secara
sistematis, kosmologi filsafat dibedakan dalam empat kelompok varian besar
dengan dasar pengelompokan:
1.
Berpijak dari keyakinan ontis bahwa hakikat dunia itu “jamak”
ataukah “tunggal” (monisme, pluralisme).
2.
Kedudukan manusia dalam kosmis (subjektivistis,
objektivistis).
3.
Esensi dan substansi manusia dengan esensi dan substansi
dunia yang lain (penonjolan “perbedaan” antara esensi dan substansi manusia
dengan esensi dan substansi dunia yang lain pada: Husserl, Scheler, Hartman,
dan Heidegger; pengutamaan pada “kesamaan” antara esensi dan substansi
“pengkosmos-pengkosmos” pada: panpsikisme dan Whitehead).
4.
Pendekatan sintesis (Bergson, Theilard de Chardin, dan
kosmologi Pancasila) (Bakker, 1995: 42-52). Klasifikasi yang dilakukan Bakker
yang masih searah dengan kecenderungan kosmologi post-Kantian, yakni mengaitkan
telaah kosmologi dengan “metafisika”, membawa kajian kosmologi pada pendekatan
integratif dengan bidang-bidang pokok filsafat yang lain, baik itu metafisika,
epistemologi, aksiologi, maupun filsafat manusia.
Secara
sistematis, perspektif-perspektif kosmologi metafisis tentang “waktu”, , secara
garis besar dapat dipilah dalam empat kelompok, yakni:
1.
Subjektivisme yang menyatakan bahwa waktu merupakan sesuatu
yang tidak nyata, hanya bersifat subjektif-individual. Pemikiran yang demikian
dianut oleh Parmenides, Zeno, Budhisme, Advaita Vedanta, Descartes, Leibniz,
Locke, Hume, Berkeley, Fichte, Scheling, Hegel, Kant, Morris Schlick,
Reichenbach, dan Carnap).
2.
Realisme Ekstrem yang menyatakan bahwa waktu merupakan
realitas absolut yang universal, tidak mempunyai kesatuan yang intrinksik dan
hanya menunjukkan urutan-urutan murni. Kosmologi yang demikian dapat ditemukan
pada kosmologi Indonesia/ Jawa, Jaina, Nyanya, Vaiseshika, Gassendi, Newton,
Clarke, Whitehead, dan Alexander.
3.
Realisme lunak, yang menyatakan bahwa waktu merupakan aspek
perubahan yang nyata, sekalipun dihasilkan oleh subjek yang berabstraksi. Corak
kosmologi yang demikian nampak pada pemikiran Aristoteles, Agustinus, Thomas Aquinas,
Einstein, dan kosmologi Pancasila.
4.
Subjektivisme lunak yang menerima waktu sebagai suatu yang
heterogen sebagaimana dikemukakan oleh Bergson, atau sebagai dimensi historis
dari pribadi, sebagaimana diyakini oleh eksistensialisme (Bakker, 1995: 111-116).
Dari
“peta kosmologi” di atas, terlihat bahwa tradisi kosmologi timur paling dominan
diwarnai oleh subjektivisme dan realisme ekstrem. Dari berbagai varian yang ada
itu pula, kiranya dengan mudah dapat dilihat “konsekuensi-konsekuensi logis”
dari suatu varian pemikiran kosmologis terhadap pandangan manusia tentang
aspek-aspek lain dari kehidupannya.
3.2.
Kosmologi
Baru dari Copernicus Menuju ke Galileo dan Kepler.
Dimulai
pada abad kedua belas, ilmuwan Arab, ahli Taurat, dan penerjemah secara
bertahap memperkenalkan kepada Eropa ilmu astronomi seperti yang dikembangkan
dalam peradaban Islam berdasarkan model Helenistik sebelumnya (terutama Ptolemy
dan Aristoteles). Tetapi, gereja Katolik memutuskan untuk mengadopsi model
kosmologi geosentris Ptolemeus sebagai prinsip teologisnya, ilmuwan yang
mengkritik model ini dianggap sebagai pelaku bidah
a)
Nicolaus Copernicus
Ilmuwan
Polandia bernama Nicolaus Copernicus (1473-1544) mengemukakan model
heliosentrisnya secara anonim Dalam model ini, Copernicus mendalilkan bahwa
Matahari sebagai pusat alam semesta dan Bumi beserta planet-planet beredar
mengelilingi Matahari dalam orbit lingkaran.
Ptolemeus
mendukung gagasan Aristoteles bahwa bumi tidak bergerak di pusat alam semesta
dan dikelilingi oleh serangkaian bola bening yang saling bertumpukan, dan
bola-bola itu tertancap Matahari, planet-planet, dan bintang-bintang. Ia
menganggap bahwa pergerakan bola-bola bening inilah yang menggerakan planet dan
bintang. Rumus matematika Ptolemeus menjelaskan, dengan akurasi hingga taraf
tertentu, pergerakan planet-planet di langit malam.
Namun, kelemahan teori Ptolemeus itulah yang mendorong Copernicus untuk mencari penjelasan alternatif atas pergerakan yang aneh dari planet-planet.
Namun, kelemahan teori Ptolemeus itulah yang mendorong Copernicus untuk mencari penjelasan alternatif atas pergerakan yang aneh dari planet-planet.
Untuk menopang teorinya, Kopernikus
merekonstruksi peralatan yang digunakan oleh para astronom zaman dahulu.
Walaupun sederhana dibandingkan dengan standar modern, peralatan ini memungkinkan
dia menghitung jarak relatif antara planet-planet dan Matahari. Selama
bertahun-tahun, ia berupaya menetukan secara persis tanggal-tanggal manakala
para pendahulunya telah membuat beberapa pengamatan penting di bidang
astronomi. Diperlengkapi dengan data ini, Copernicus mulai mengerjakan dokumen
kontroversial yang menyatakan bahwa bumi dan manusia di dalamnya bukanlah pusat
alam semesta.
b)
Galileo
Galilei
Pada
tahun 1609, Galileo menemukan teleskop dan berdasarkan penyelidikan ilmiahnya,
ia menyatakan bahwa model alam semesta geosentris dari Ptolemy benar-benar
tidak digunakan para peneliti berpengetahuan dan digantikan model heliosentris
(Drake, 1990: 145-163).
Pada 7
Januari 1610 Galileo mengamati dengan teleskop
tiga dari empat Jupiter terbesar satelit (bulan). Pengamatannya dari satelit Jupiter menciptakan sebuah
revolusi dalam astronomi yang bergema sampai hari ini.
Sebuah
planet dengan planet-planet lebih kecil yang mengorbit itu tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip Aristotelian Kosmologi , yang beranggapan bahwa semua benda
langit harus melingkari b umidan banyak
astronom dan filosof awalnya menolak untuk percaya bahwa Galileo bisa menemukan
hal seperti itu.
Dari
September 1610, Galileo mengamati bahwa Venus menunjukkan set lengkap fase yang
sama dengan yang dari Bulan . Para model heliosentris dari tata surya yang
dikembangkan oleh Nicolaus Copernicus meramalkan bahwa semua tahap akan
terlihat karena orbit Venus mengitari Matahari akan menyebabkan belahan bumi
diterangi dalam menghadapi Bumi ketika berada di sisi berlawanan dari Matahari
dan wajah jauh dari Bumi ketika berada di sisi Bumi-Matahari.
Secara
tradisional orbit Venus ditempatkan sepenuhnya pada sisi dekat Matahari, di
mana ia bisa menunjukkan sabit saja dan fase baru. Meskipun demikian, juga
memungkinkan untuk menempatkannya sepenuhnya pada sisi yang jauh dari Matahari,
di mana itu bisa hanya menunjukkan fase bungkuk dan penuh. Setelah pengamatan
teleskopik Galileo dari sabit, fase bungkuk dan penuh Venus, oleh karena itu, model
Ptolemeus menjadi tidak dapat dipertahankan.
Jadi
di awal abad 17 sebagai hasil dari penemuan sebagian besar astronom dikonversi
ke salah satu geo-heliosentris berbagai model planet, seperti Tychonic,
Capellan dan Capellan Perluasan model, masing-masing baik dengan atau tanpa bumi
berputar setiap hari. Jadi Galileo mengklaim bahwa ilmu pengetahuan tidak
bertentangan dengan Alkitab, karena Alkitab sedang mendiskusikan berbagai jenis
"gerakan" dari bumi, dan tidak rotasi.
c)
Johannes
Keppler
Ilmuwan
Johannes Kepler merumuskan tiga pernyataan matematis yang secara akurat
menggambarkan revolusi planet-planet di sekitar Matahari. Kepler melihatnya
sebagai teori kosmologi yang memberikan bukti untuk teori Copernican. Sebelum
presentasi sendiri teorinya, dia memberikan argumen untuk menentukan hal masuk
akal dari teori Copernican itu sendiri. Kepler menegaskan bahwa dibandingkan
dengan teori geocentric yang lebih jelas dalam daya. Misalnya, Copernican teori
yang dapat menjelaskan mengapa Venus dan Mercury tidak pernah terlihat sangat
jauh dari Matahari (mereka terletak antara Bumi dan Matahari) sedangkan dalam
teori geocentric tidak ada penjelasan dari fakta ini.
Johannes Kepler pada awal 1609
merumuskan Bahwa orbit planet tidak melingkar, tapi elips, matahari
menduduki salah satu fokus dari elips. Kemudian kecepatan gerak
planet bervariasi di berbagai bagian orbit sedemikian rupa bahwa garis imajiner
ditarik dari matahari ke planet ini, artinya, vektor radius orbit planet selalu
menyapusama daerah dalam waktu tertentu.
Pada tahun
1618, ia juga
mampu
merumuskan bahwa Kuadrat jarak dari berbagai planet dari matahari adalah
sebanding dengan kubus dari mereka periode revolusi tentang matahari.
d)
Isaac
Newton
Pada
tahun 1687, dalam karya utamanya yang berjudul Philosophiae Naturalis Principia
Mathematica, Isaac Newton mengemukakan teori gravitasi yang mendukung
model Copernicus dan menjelaskan bagaimana benda secara umum bergerak dalam
ruang dan waktu (Hall, 1992:202). Kemudian Newton menyatakan
hukum gerak Newton yang memungkinkan banyak kemajuan dalam revolusi Industri
yang kemudian terjadi. Dia menggunakan kata Latin gravitas (berat) untuk efek
yang kemudian dinamakan sebagai gravitasi, dan mendefinisikan hukum gravitasi
universal.
Dalam
karya yang sama, Newton mempresentasikan metode analisis geometri yang mirip
dengan kalkulus, dengan 'nisbah pertama dan terakhir', dan menentukan analisis
untuk menentukan (berdasarkan hukum Boyle) laju bunyi di udara, menentukan
kepepatan bentuk sferoid Bumi, memperhitungkan presesi ekuinoks akibat tarikan
gravitasi bulan pada kepepatan Bumi, memulai studi gravitasi ketidakteraturan
gerak Bulan, memberikan teori penentuan orbit komet, dan masih banyak lagi.
Newton
memperjelas pandangan heliosentrisnya tentang tata surya, yang dikembangkan
dalam bentuk lebih modern, karena pada pertengahan 1680-an dia sudah mengakui
Matahari tidak tepat berada di pusat gravitasi tata surya. Bagi Newton,
titik pusat Matahari atau benda langit lainnya tidak dapat dianggap diam, namun
seharusnya "titik pusat gravitasi bersama Bumi, Matahari dan
Planet-planetlah yang harus disebut sebagai Pusat Dunia", dan pusat
gravitasi ini "diam atau bergerak beraturan dalam garis
lurus".(Newton mengadopsi pandangan alternatif "tidak bergerak"
dengan memperhatikan pandangan umum bahwa pusatnya, di manapun itu, tidak
bergerak.
Mekanika
Newton cukup baik bila digunakan pada tata surya, tetapi teori kosmologis pada
waktu itu berpandangan lain. Menurut Aristoteles, bintang-bintang memiliki
posisi yang tetap dan alam semesta di luar tata surya bersifat statis. Meskipun
alam semesta yang dinamis dengan mudah dapat diprediksi teori gravitas Newton,
tetapi keyakinan bahwa alam semesta statis menurut Aristoteles begitu kuat
sehingga bertahan selama tiga abad setelah Newton (Benih,
1990:86-107).“Kalaulah memang aku berhasil melihat lebih jauh. Itu karena aku
berdiri di atas pundak para raksasa”, Isaac Newton.
Pada
tahun 1718, Edmund Halley membandingkan posisi bintang-bintang berdasarkan
temuan klasik masa Babilonia dan astronom kuno lainnya dengan pengamatan
terbaru, dan diketahui bahwa posisi bintang-bintang tidak tetap dari posisi
ribuan tahun sebelumnya. Kenyataannya posisi bintang-bintang mengalami
pergeseran meski dalam jarak yang relatif kecil. Keadaan ini disebut ‘gerak’
nyata bintang (tegak lurus terhadap garis pandang) berkaitan dengan latar
belakang bintang yang sangat jauh.
Pada
tahun 1783, William Herschel menemukan gerak surya, yaitu gerak matahari
relatif terhadap bintang-bintang di lingkungan galaksi tersebut. Herschel juga
menunjukkan bahwa Matahari dan bintang lainnya tersusun seperti “butiran kasar
dalam gerinda” (Ferguson, 1999:162-165) yang sekarang disebut galaksi Bima
Sakti.
pada
tahun 1924, Hubble mampu mengukur jarak antar bintang (berdasarkan ‘pergeseran merah’)
dan ia menunjukkan bahwa beberapa titik-titik terang yang kita lihat di langit
sebenarnya galaksi lain seperti galaksi kita, mesipun mereka terlihat begitu
kecil karena jaraknya sangat jauh (Hartmann, 1990:373-375).
Teori
Aristoteles tentang alam semesta statis berakhir setelah penemuan Hubble
tentang pergeseran merah dari cahaya bintang yang menunjukkan bahwa segala
sesuatu di alam semesta sebenarnya bergerak; Ibn Arabi sudah menyatakan
demikian berabad-abad sebelumnya.
Pada
tahun 1980, Stephen Hawking mengatakan: Ketika Einstein merumuskan teori umum
relativitas pada tahun 1915, ia begitu yakin bahwa alam semesta statis; ia
memodifikasi teorinya supaya hipotesisnya menjadi mungkin dengan memperkenalkan
sebuah konstanta kosmologis dalam persamaannya (Hawking, 1998:42).
Pandangan
Geosentris menganggap Bumi berada di pusat alam semesta, sementara Heliosentris
menganggap Matahari sebagai pusatnya. Kosmologi modern menegaskan bahwa alam
semesta merupakan arena ruang-waktu yang tertutup, tidak memiliki pusat; titik
di mana pun dapat dianggap sebagai pusat, seperti titik pada permukaan bumi
dapat dianggap pusat (dengan memperhatikan permukaan, bukan volumenya). Jadi,
apakah Bumi atau Matahari yang menjadi pusat alam semesta adalah perdebatan
pada masa perkembangan kosmologi awal, tetapi tidak berlaku setelah
ditemukannya galaksi dan jarak antar bintang yang berjauhan. Perlu disebutkan
bahwa Ibn Arabi jelas menegaskan alam semesta tidak memiliki pusat (Futuhat
al-Makiyya, Vol. II, hal: 677).
IV. PERTANYAAN
DAN JAWABAN
1.
Tolong
kemukaan teori heliosentris yang dikemukkan oleh Nicolaus Copernicus?
Jawab :
Mengemukakan
model heliosentrisnya secara anonim dengan berjudul De Revolutionibus Orbium
Caelestium (On the Revolutions of the Heavenly Orbs),buku tersebut tidak
dipublikasikan sampai tahun 1543, hanya satu tahun sebelum kematiannya. Dalam
model ini, Copernicus mendalilkan bahwa Matahari sebagai pusat alam semesta dan
Bumi beserta planet-planet beredar mengelilingi Matahari dalam orbit lingkaran.
2.
Apa
itu kosmologi?
Jawab :
Kosmologi adalah sebuah cabang filsafat yang
membicarakan asal mula dan susunan alam semesta yang dipakai dalam lingkup ilmu
empiris, yakni dikenali sebagai ilmu yang menggabungkan hasil-hasil pengamatan astronomis
dengan teori-teori fisika dalam rangka menyusun hal-hal astronomis atau fisis
dari alam semesta dalam suatu kesatuan dengan skala yang besar (Munitz, dalam:
Edward, ed, 1976: 238)
3. Siapa saja tokoh yang ada dalam perkembangan zaman renainnse atau
zaman kebangkitan?
Jawab :
-
Nicolaus Copernicus
-
Galileo Galilei
-
Johannes Kepler
-
Isaac Newton
-
Edmund Halley
4.
Apa
perbedaan kosmologi ilmiah dan kosmologi filsafat?
Jawab
:
a. Kosmologi Filsafat
Kosmologi
filsafat murni konsepsional dan
merupakan analisis kategorial yang dilakukan secara “spekulatif” oleh para
filsuf. Secara sistematis, kosmologi filsafat dibedakan dalam empat kelompok
varian besar dengan dasar pengelompokan (Bakker, 1995: 42-52) :
(1) Berpijak dari keyakinan ontis
bahwa hakikat dunia itu “jamak”
ataukah “tunggal”
(2) Kedudukan manusia dalam kosmis.
(3) Esensi dan substansi manusia
dengan esensi dan subtansi dunia yang
lain
(4) Pendekatan sintesis.
b. Kosmologi Ilmiah
Kosmologi ilmiah (scientific
cosmology) lebih berpijak pada suatu studi empiris tentang gejala-gejala
astronomis. Upaya-upaya yang selalu dilakukan adalah membuat model-model “alam
semesta” atas dasar penemuan-penemuan observatorial oleh para astronom. Adapun
kajian filosofis terhadap kosmologi ilmiah merupakan sub-bagian dari kajian
“filsafat ilmu”, dengan fokus telaah pada aspek-aspek metodologis dan
epistemologis bangunan kosmologi ilmiah sebagai “ilmu”.
5.
Secara
garis besar dapat dipilah dalam empat kelompok dalam kosmologi metafisis
tentang waktu. Tolong Anda jelaskan apa saja empat kelompok tersebut ?
Jawab :
(1) Subjektivisme
yang menyatakan bahwa waktu merupakan sesuatu yang tidak nyata, hanya bersifat
subjektif-individual
(2) Realisme
Ekstrem yang menyatakan bahwa waktu merupakan realitas absolut yang universal,
tidak mempunyai kesatuan yang intrinksik dan hanya menunjukkan urutan-urutan
murni.
(3) Realisme
lunak, yang menyatakan bahwa waktu merupakan aspek perubahan yang nyata,
sekalipun dihasilkan oleh subjek yang berabstraksi.
(4) Subjektivisme
lunak yang menerima waktu sebagai suatu yang heterogen sebagaimana dikemukakan
oleh Bergson, atau sebagai dimensi historis dari pribadi, sebagaimana diyakini
oleh eksistensialisme.
V. DAFTAR
PUSTAKA
1.
http://id.wikipedia.org/wiki/Nicolaus_Copernicus Jamilludin.2008. Kosmologi dan Waktu. http://www.teofos.com/?p=1523(diakses 6 April 2013)
7.
Isyadiaries28.blogspot.com/2012/.../sejarah-fisika-kosmologi-baru.html
18.
http://pucihandayani.blogspot.com/2013/04/galileo-dan-fisika-baru.html
19.
http://blog-aos.blogspot.com/.../isaac-newton-ilmuwan-terbesar-dunia.html
21.
http://alyaamaranggana.blogspot.com/.../tokoh-fisika-paling-inspiratif.html
22.
http://ari-software.blogspot.com/.../5-tokoh-fisika-beserta-penemuannya.html
bolavita, agen judi bola online, Judi bola, agen bola, bandar bola, casino online, agen casino, situs taruhan, judi online, agen bola terpercaya, judi bola online, Situs Judi Bola, taruhan bola, bola online
ReplyDeletebolavita merupakan Situs Judi bola online terpercaya di Indonesia. Bandar Bola resmi dan Agen Bola online dengan pasaran terlengkap dan pelayanan yang ramah selama 24 Jam
Boss Juga Bisa Kirim Via :
Wechat : Bolavita
WA : +6281377055002
Line : cs_bolavita
BBM PIN : BOLAVITA ( Huruf Semua )