LAPORAN PERJALANAN
PANCASILA
“MUSEUM TAMAN PURBAKALA”
KELOMPOK
ANGGOTA
NAMA NIM
1.
ANDARI
RAHAYU 06111181419003
2.
EGON 06111181419004
3.
FENTY
LESTARI 06111181419005
4.
LINA
SILALAHI 06111181419013
5.
NING
AYU OKTAVIAN 06111181419001
6.
OTRYA
WULANDARI 061111814190
7.
PIPIT
ANGGRAINI 06111181419020
8.
RIRIS
SARASWATI 06111181419003
9.
SELA
LUSIANA 061111814190
DOSEN PEMBIMBING :Dwi
Mirani, S.Ip M.Si
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
A.
SEJARAH
MUSEUM TAMAN PURBAKALA
Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya atau sebelumnya dikenal dengan nama Situs Karanganyar adalah taman
purbakala bekas kawasan permukiman dan taman yang dikaitkan dengan kerajaan Sriwijaya yang terletak tepi utara Sungai Musi di kota Palembang, Sumatera Selatan.[1] Di kawasan ini ditemukan jaringan kanal, parit
dan kolam yang disusun rapi dan teratur yang memastikan bahwa kawasan ini
adalah buatan manusia, sehingga dipercaya bahwa pusat kerajaan Sriwijaya di
Palembang terletak di situs ini. Di kawasan ini ditemukan banyak peninggalan
purbakala yang menunjukkan bahwa kawasan ini pernah menjadi pusat permukiman
dan pusat aktivitas manusia.
Secara administratif, situs Karanganyar terletak di Jalan Syakhyakirti,
Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Gandus, Palembang.[1] Terletak pada dataran aluvial pada meander Sungai Musi berhadapan
dengan pertemuan sungai Musi dengan sungai Ogan dan Kramasan. Belahan utara
Sungai Musi sudah sejak lama diketahui sebagi lokasi sejumlah situs arkeologi
yang berasal dari abad ke-7 hingga ke-15 masehi, diantaranya adalah situs
Kambang Unglen, Padang Kapas, Ladang Sirap, dan Bukit Seguntang yang terletak dekat dengan situs Karanganyar.
Situs Karanganyar pada umumnya memiliki ketinggian kurang dari 2 meter dari
permukaan sungai Musi. Berada sekitar 4 kilometer di sebelah barat daya pusat
kota Palembang, tepatnya di sebelah selatan Bukit Seguntang. Taman Purbakala
ini dapat dicapai dari pusat kota Palembang dengan kendaraan umum dengan
jurusan Tangga Buntung-Gandus.
Situs Karanganyar terbagi atas tiga subsitus, yaitu subsitus Karanganyar 1,
2, dan 3. Yang terbesar adalah subsitus Karanganyar 1 berupa sebuah kolam
berdenah empat persegi panjang membujur arah utara-selatan berukuran 623 x 325
meter. Di tengah kolam ini terdapat dua pulau, yaitu Pulau Nangka dan Pulau Cempaka.
Pulau Nangka berukuran 462 x 325 meter, sedangkan Pulau Cempaka berukuran 40 x
40 meter. Pulau Nangka dikelilingi parit-parit berukuran 15 x 1190 meter.
Subsitus Karanganyar 2 terletak di sebelah barat daya kolam 1 dan merupakan
kolam kecil, ditengahnya terdapat pulau kecil berdenah bujur sangkar dengan
ukuran 40 x 40 meter. Subsitus Karanganyar 3 berada di sebelah timur subsitus
Karanganyar 1 dengan denah bujur sangkar berukuran 60 x 60 meter.
Ketiga subsitus tersebut dihubungkan oleh parit yang berjumlah tujuh buah.
Parit 1 merupakan parit terpanjang, yaitu 3 kilometer dengan lebar 25 sampai 30
meter. Parit ini oleh penduduk setempat dinamai parit Suak Bujang. Sejajar
dengan parit 1 terdapat parit 2 dengan panjang 1,6 kilometer. Parit ini
terletak di sebelah selatan subsitus Karanganyar 1 dan 3. Ujung parit ini
berasal dari subsitus Karanganyar 2, sedangkan ujung timurnya bernuara di
sungai Musi. Parit 1 dan 2 dihubungkan dengan parit 3 yang terletak di antara
subsitus 1 dan 3. panjang parit 3 sekitar 700 meter membujur utara-selatan.
Masih ada parit lain yang sejajar dengan parit 3, yaitu parit 4 dan 5 yang
terletak di sebelah barat subsitus 1. Ujung selatan parit 4 dan 5 berakhir di
parit 2. Dari parit 2 terdapat dua buah parit yang ujung selatannya bermuara di
sungai Musi, yaitu parit 6 dan 7.
B. TEMUAN PURBAKALA
Di lokasi yang dipercaya sebagai sisa taman kerajaan masa Sriwijaya ini
dijumpai artefak yang menampakkan aktivitas keseharian masyarakatnya, seperti
manik-manik, struktur batu bata, damar, tali ijuk, keramik, dan sisa perahu.
Temuan-temuan tersebut diperoleh saat pembangunan Taman Purbakala Kerajaan
Sriwijaya maupun melalui kegiatan penyelamatan temuan di sekitar kawasan ini.
Rekonstruksi atas fragmen keramik yang banyak ditemukan memperlihatkan adanya
penggunaan, tempayan, guci, buli-buli, mangkuk, dan piring. Sedangkan
berdasarkan rekonstruksi dari sisa gerabah menunjukkan pemanfaatan berbagai
bentuk tungku atau anglo, kendi, periuk, tempayan, pasu, dan bahkan genteng.
Kumpulan temuan-temuan ini menunjukkan betapa padatnya aktivitas keseharian
masyarakat yang hidup di kawasan ini pada masa lalu.
Situs ini utamanya menampilkan struktur bangunan air berupa kolam, pulau
buatan, dan parit yang keberadaannya menjadi bukti kehadiran manusia yang menetap
dalam jangka waktu yang cukup lama. Diperkirakan penduduk yang dulu menghuni
kawasan Karanganyar menggali kanal atau parit seperti parit Suak Bujang, baik
untuk saluran drainase tata air penangkal banjir maupun sebagai sarana
transportasi untuk menghubungkan daerah-daerah pedalaman di sekitar situs
dengan sungai Musi.
Pada tahun 1985 dilakukan penggalian arkeologi dan berlanjut pada tahun
1989. Dari penggalian ini ditemukan banyak temuan pecahan tembikar, keramik,
manik-manik, dan dan struktur bata. Berdasarkan hasil analisis keramik-keramik
China yang ditemukan di kawasan ini berasal dari dinasti Tang (abad VII-X M), Sung (abad X-XII M), Yuan (abad XIII-XIV M), dan dinasti Qing (abad XVII-XIX M) yang umumnya terdiri dari
tempayan, buli-buli, pasu, mangkuk, dan piring. Sedangkan penggalian yang
dilakukan di Pulau Cempaka berhasil menampakkan kembali sisa bangunan berupa
struktur bata pada kedalaman 30 cm dengan orientasi timur-barat.
Selain jejaring kanal, kolam dan struktur bata, di situs ini tidak
ditemukan bekas peninggalan bangunan candi atau bekas istana yang signifikan.
Hal ini berbeda dengan situs Muaro Jambi yang memiliki peninggalan berupa bangunan candi berbahan bata merah. Para
ahli arkeologi berpendapat bahwa sedikitnya temuan bangunan karena lokasi situs
ini. Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang berada di tepian sungai dan
hutan lebat di Sumatera. Karena tidak terdapat gunung berapi yang menyimpan
batu, bangunan peribadatan, istana, dan rumah-rumah penduduk dibuat dari kayu
atau bahan bata. Akibatnya, bangunan cepat rusak hanya dalam hitungan paling
lama 200 tahun.[2] Ditambah lagi dengan tingginya tingkat kelembaban
serta kemungkinan banjir rutin dari luapan sungai Musi di dekatnya yang dengan
mudah dapat merusak bangunan kayu dan bata.
C. PEMBANGUNAN TAMAN PURBAKALA
Berdasarkan interpretasi dan temuan dari foto udara tahun 1984 menunjukkan
bahwa situs Karanganyar menampilkan bentuk bangunan air, yaitu jaringan kanal,
parit, kolam serta pulau buatan yang disusun rapi. Dapat dipastikan situs ini
adalah buatan manusia. Bangunan air ini terdiri atas kolam dan dua pulau
berbentuk bujur sangkar dan empat persegi panjang, serta parit dengan luas
areal meliputi 20 hektare. Serangkaian kanal, pulau buatan, dan bagian-bagian
lainnya menampilkan situs Karanganyar sebagai karya arsitektur lansekap yang
berkaitan dengan bangunan air.
Oleh pemerintah Sumatera Selatan kawasan ini dipugar, kanal-kanalnya
dirapikan untuk dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya yang diresmikan
oleh presiden Suharto pada tanggal 22 Desember 1994. Di dalam taman
purbakala ini terdapat Museum Sriwijaya, yaitu pusat informasi mengenai situs
dan temuan Sriwijaya di Palembang . Pada bagian tengah situs ini terdapat
pendopo berarsitektur rumah limas khas Palembang yang ditengahnya disimpan
replika Prasasti Kedukan Bukit dalam kotak kaca. Prasasti ini menceritakan
mengenai perjalanan Siddhayatra Dapunta Hyang yang dianggap sebagai tonggak sejarah berdirinya
kemaharajaan Sriwijaya. Setelah lebih dari satu dasawarsa didirikan, fungsi
Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya sebagai Pusat Informasi Sriwijaya dan
sebagai daya tarik wisata budaya di Palembang masih belum sesuai dengan yang
diharapkan. Sebagian besar masyarakat Palembang sekarang masih belum mengetahui
keberadaan taman purbakala ini sebagai peninggalan masa Sriwijaya, apalagi
sebagai pusat informasi tentang Sriwijaya. Selama ini Taman Purbakala Kerajaan
Sriwijaya kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat.Sayang
sekali kini kompleks taman purbakala ini terbengkalai dan kurang terawat.
D.
SEJARAH BENDA BENDA BERSEJARAH YANG ADA DI TAMAN PURBAKALA
1.
Replica Archa Buddha Bukit Siguntang
Bukit Seguntang atau kadang disebut juga
Bukit Siguntang adalah sebuah bukit
kecil setinggi 29—30 meter dari permukaan laut yang terletak sekitar 3
kilometer dari tepian utara Sungai Musi dan
masuk dalam wilayah kota Palembang, Sumatera Selatan. Secara administratif
situs ini termasuk kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang.
Bukit ini berjarak sekitar 4 kilometer di sebelah barat daya pusat kota
Palembang, dapat dicapai dengan menggunakan angkutan umum menuju jurusan Bukit
Besar.
Di lingkungan sekitar bukit ini ditemukan beberapa temuan purbakala
yang dikaitkan dengan kerajaan Sriwijaya yang
berjaya sekitar kurun abad ke-6 sampai ke-13 masehi.Di puncak bukit ini
terdapat beberapa makam yang dipercaya sebagai leluhur warga Palembang.Oleh
masyarakat setempat, kompleks ini dianggap keramat dan menjadi tempat tujuan ziarah.Kini Kawasan ini menjadi Taman Purbakala untuk
menjaga artefak-artefak yang mungkin masih belum terungkap.
2.
Prasasti Kota Kapur
Prasasti Kota Kapur adalah prasasti berupa tiang batu bersurat yang
ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka, di
sebuah dusun kecil yang bernama "Kotakapur"[1].Tulisan pada prasasti ini ditulis
dalam aksara Pallawa dan
menggunakan bahasa Melayu Kuna,
serta merupakan salah satu dokumen tertulis tertua berbahasa Melayu.Prasasti ini dilaporkan
penemuannya oleh J.K.
van der Meulen pada bulan Desember 1892, dan merupakan prasasti
pertama yang ditemukan mengenai Sriwijaya.
Orang pertama yang menganalisis prasasti ini adalah H. Kern, seorang ahli epigrafi bangsa Belanda yang bekerja pada Bataviaasch
Genootschap di Batavia. Pada mulanya
ia menganggap "Śrīwijaya" adalah nama seorang raja. George Coedes-lah yang kemudian berjasa
mengungkapkan bahwa Śrīwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera pada abad
ke-7 Masehi, suatu kerajaan yang kuat dan pernah menguasai bagian barat
Nusantara, Semenanjung Malaya,
dan Thailand bagian selatan.
3.
Prasasti Bungkuk
Prasasti ini ditemukan di Desa
Bungkuk, Kecamatan Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung pada 8
Maret 1985.Penemuan prasasti ini terjadi secara kebetulan, ketika itu ada
seorang warga pergi memancing di pinggir Way Batanghari yang melintas di Desa
Bungkuk.Kail pancingnya tiba-tiba tersangkut oleh benda benda berat, sehingga
pemancing menyempatkan diri turun ke sungai tersebut untuk melepaskan kail
pancingnya agar supaya bisa digunakan lagi untuk memancing.Namun, ternyata
pemancing menemukan batu berisi tulisan usai mau melepaskan kail pancing dari
sangkutannya.Setelah dilaporkan kepada yang “berwajib”, diketahui bahwa batu
bertulis tadi ternyata adalah prasasti.
Prasasti ini dipahatkan pada batu
andesit, dengan memiliki ukuran tinggi 63 cm, tebal 63 cm, diameter atas 70 cm,
dan diameter bawah 61 cm. Keadaannya sudah aus sehingga tidak dapat terbaca
dengan lengkap. Prasasti ini terdiri dari 13 baris beraksara Pallawa, dan
berbahasa Melayu Kuno.
Dari tulisan yang masih jelas dan
dibaca oleh Boechari dan Hasan Djafar, diketahui bahwa prasasti ini berisi
mengenai sumpah dan kutukan bagi mereka yang tidak tunduk dan berbuat jahat
kepada Sriwijaya.
Berdasarkan paleografinya, prasasti
ini diperkirakan berasal dari akhir abad ke-7 M, dan saat ini prasasti aslinya
berada di Rumah Informasi Taman Purbakala Pugungraharjo yang terletak di Desa
Pugungraharjo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi
Lampung.Sedangkan, di Museum Lampung juga terdapat replikanya yang dibuat pada
tahun 1999 dengan No.Inventaris 3613. *** (310313)
4.
Prasasti Palas Pasemah
Prasasti Palas Pasemah adalah sebuah prasasti pada
batu
peninggalan Sriwijaya,
ditemukan di Palas Pasemah, di tepi Way (Sungai) Pisang, Lampung.Ditulis
dengan aksara Pallawa dan
bahasa Melayu
Kuna sebanyak 13 baris.Meskipun tidak berangka tahun,
namun dari bentuk aksaranya diperkirakan prasasti itu
berasal dari akhir abad ke-7 Masehi.Isinya mengenai kutukan bagi orang-orang
yang tidak tunduk kepada Sriwijaya.
5.
Arca Siwa Mahadewa
Arca Siwa ditemukan dalam beberapa bagian terpisah yang kemudian berhasil
direkonstruksi.Arca ini ditemukan sudah dalam keadaan retak dan pecah pada
bagian kepala atau wajah, sandaran atas hilang, tangan kiri dan kanan belakang
pecah, dada sebagian pecah dan lengan bawah kiri patah. Tinggi keseluruhan arca
62 cm, tinggi antara 51 cm, lebar 36 cm, tebal 24 cm dan tebal sandaran 5 cm.
Arca digambarkan dalam sikap duduk bersila diatas padmasana. Kedua telapak
tangan diatas pangkuan, yang sebagian sudah pecah sehingga tidak diketahui lagi
benda yang menjadi laksananya.Arca yang dibuat dari batu putih (limestone) ini
mempunyai sandaran berbentuk sisi sejajar, bentuk puncaknya sudah
pecah.Sandaran ini polos tanpa hiasan.Sirascakra dipahat polos, berbentuk bulat
telur samapai di belakang bahu.Asananya berupa padmasana ganda berbentuk segi
empat polos di bagian bawah, sementara lapik bagian atas berhias pola segi
enam.
Mahkota yang dikenakan berbentuk jatamakuta berhias pola lengkungan dengan
untaian manik-manik di dalamnya.Jamang sudah dalam keadaan pecah.Kalung yang
dipahatkan di bagian leher arca bersusun 2, berupa untaian manik-manik dan
jumbai.Hiasan telinga pecah.Tangannya mengenakan dua gelang lengan berupa
untaian manik-manik berhias simbar dengan pola sulur, sedangkan gelang tangan
pecah.Gelang kaki berwujud untaian manik-manik.Arca Siwa ini tidak mempunyai
ikat pinggang atau uncal yang biasanya menghiasai bagian pinggul arca.Sampur
yang dikenakan hanya tampak pada bagian melingkar di paha dan simpul di
kanan-kiri pinggul, ujung sampur mengarah ke atas (di atas simpul).Kain yang
melekat di badan tipis, panjang sampai mata kaki dan berhias pola bunga.Selain
hiasan-hiasan tersebut di belakang telinga arca terdapat untaian manik-manik
menjuntai ke bahu. Menilik gaya pemahatan dan ciri-cirinya arca ini lebih
mendekati gaya seni pahat pada periode Jawa Timur dan diperkirakan berasal dari
abad ke-12 Masehi. Dalam suatu gugusan candi Hindu arca ini menempati bilik
atau ruang utama candi induk.
6.
Arca Tokoh 1
Arca ini keadaannya relatif utuh, tetapi pada bagian muka aus dan sandaran
sebelah kiri sebagain pecah.Arca diwujudkan dalam sikap duduk diatas padmasana
ganda berbentuk segi empat dengan ujung membulat.Bentuk permukaan atas asana
berhias pola geometris (segi empat dengan bulatan di tengah).Arca terbuat dari
batu tufaan (limestone) dan digambarkan mempunyai dua tangan.Sikap kedua tangan
berada diatas pangkuan, telapak tangan kiri di bawah telapak tangan kanan dan
di atas telapak tangan kanan terdapat bunga padma mekar. Pada bagian sisi
sandaran arca agak mengecil ke bawah, puncak membulat, sekeliling tepi berhias
lidah api. Sirascakra berbentuk polos, lonjong sampai di belakang bahu.
Mahkota yang dikenakan jatamakuta (mahkota yang terbuat dari pilinan
rambut) meninggi, berhias simbar dan pola sulur. Hiasan lainnya ialah jamang
berbentuk pita lebar berhias deretan manik-manik dihiasi lima simbar dengan
pola sulur. Di samping itu juga terdapat dua kalung berhias pola sulur.Kalung
yang kecil kecuali berhias pola sulur juga berhias deretan manik-manik.Hiasan
telinga berwujud ratna kundala dengan pola sulur.Gelang tangan berupa pita
dengan deretan manik-manik berhias simbar dengan pola sulur.Ikat pinggang yang
dikenakan berupa deretan manik-manik yang bagian depannya terdapat semacam
gesper berhias pola sulur. Memiliki 2 gelang kaki polos, demikian juga
dengan gelang tangan.
Arca ini tidak memakai uncal, sedangkan sampur yang dikenakan berbentuk
polos berlipat-lipat, tidak ada simpul.Kain yang dikenakan panjang sampai ke
betis dan berhias bunga dengan pola geometris, tepinya berhias deretan bulatan
dengan pola sulur.Selain hiasan diatas masih terdapat sumping di belakang
telinga.Di bagian belakang kedua bahu terdapat rambut ikal sebagai ciri khas
arca-arca bergaya Jawa timur.Di belakang badan terdapat sandaran, selain itu,
arca digambarkan memakai rompi bertangan panjang, yang panjangnya sampai ke
pinggul. Asananya berbentuk memanjang ke depan sehingga lebih tebal dari badan
arca. Hiasan terdapat pada asana berupa pola bunga dan sulur. Arca ini
berukuran tinggi keseluruhannya 62 cm, tinggi arca 50 cm, lebar 36 cm dan tebal
4,5 cm. Berdasarkan gaya seninya arca ini berasal dari sekitar abad ke-11-12
Masehi.
7.
Arca Tokoh 2
Arca digambarkan berbadan gemuk, terutama di bagian perut Agastya atau
Ganesya dari Jawa Timur.Berdasarkan langgamnya arca ini diperkirakan berasal
dari kurun antara abad ke-11 dan 12 Masehi.Arca perwujudan ini ditemukan di
sebelah timur bangunan Candi Bumiayu 1 dalam keadaan retak pada bagian dada dan
sandaran atas.Bahan yang dipergunakan untuk membuat arca ini adalah
limestone.Penggambaran arca ini dalam sikap duduk padmasana diatas asana yang
berupa lapik polos setengah bulat.Mempunyai tangan dua yang terletak diatas
pangkuan, telapak kiri di bawah telapak tangan, yang diatasnya terdapat bunga
mekar.Sandaran tepi berjenjang, bagian bawah lebar, kemudian mengecil berbentuk
lonjong, polos.Sirascakra digambarkan polos berbentuk bulat telur sampaii ke
belakang bahu.Pada kedua bahu terdapat rambut ikal menjurai.
Hiasan yang dikenakan terdiri dari mahkota berupa jatamakuta berhias
lengkung semacam jala ; jamang berbentuk pita lebar polos dan berhias 3 simbar
dan memakai sumping. Kalung yang terdapat arca ini berjumlah dua yang berhias
pola sulur tetapi dalam keadaan aus.Hiasan telinga berbentuk bulatan dan
ujungnya berhias jumbai. Hiasan lain adalah gelang tangan berupa pita dengan
deretan manik-manik berhias simbar dengan pola sulur. Ikat pinggang yang
dikenakan berbentuk pita berhias, tetapi aus berlekuk-lekuk.Gelang berupa
untaian manik-manik bersusun dua, sedangkan gelang kaki ada dua polos.Arca ini
tidak memakai uncal, tetapi memakai sampur yang tidak jelas, karena hanya
tampak bagian ujungnya yang menjurai di asana dan bagian yang menempel di paha,
berhias geometris tetapi agak aus.Memakai kain yang panjangnya sampai betis dan
berhias pola bunga, tetapi sudah aus.
8.
Arca Agastya
Dalam mitologi Hindu, Agastya dianggap
sebagai pendeta yang menyebarkan agama Hindu di India Selatan, karena besar
jasanya dalam menyebarkan agama maka ia dianggap sebagai salah satu aspek dari
dewa Siwa mahayogi. Dalam pengarcaannya, Agastya digambarkan berdiri, bertangan
dua dan berjanggut panjang.Agastya ini termasuk dalam kelompok dewa pariwara
(pendamping) bersama Ganesya dan Durga Mahisasuramardhini.Dalam konstelasi arca
pada candi Hindu, arca Agastya diletakkan pada salah satu sisi ruang atau
relung candi utama (induk), yaitu pada sisi selatan. Adapun ciri-ciri Agastya
dari Bumiayu ini antara lain : membawa kamandalu (kendi), aksamala
(tasbih), berperut buncit (gendut) dan trisula dipahatkan menempell pada
sandaran arca sebelah kanan.
Arca Agastya dari candi Bumiayu 1,
ditemukan secara terpisah dalam dua bagian.Sebagian sandarannya telah
patah.keadaan arca relatif utuh, tetapi sebagain kepala pecah, sandaran kiri
pecah dan mengalami keretakan pada beberapa bagian. Penggambaran arca yakni
dalam posisii berdiri diatas padmasana ganda berbentuk segi empat membulat,
bagian atas berhias pola geometris segi enam yang menggambarkan bentuk biji
teratai.Asana ini terdiri dari dua bagian, satu bagian menjadi satu dengan tokoh
arca, sedangkan bagian lainnya berupa asana yang jika digabungkan membentuk
rongga. Arca dipahatkan bertangan dua, tangan kanan berada di depan perut
memegang aksamala dan tangan kiri lurus ke bawah memegang kendi (kamandalu).
Sandaran arca merupakan bentuk sisi sejajar, polos yang pecah pada bagian
puncaknya.Sirascakra tidak ditemukan pada arca Agastya ini. Ukuran arca, tinggi
keseluruhan 69 cm, lebar 29 cm, tinggi lapik 14 cm dan tebal sandaran 3,5 cm.
Mahkota dan jamang yang terdpat pada arca
pecah sehingga tidak teridentifikasi.Meskipun demikian terlihat adanya sumping
si bagian telinganya.Di kedua bahu terdapat rambut ikal menjurai. Hiasan lain
yang dikenakan adalah kalung berhias pola bunga dan sulur, sednagkan hiasan
telinga membentuk bulatan dengan jumbai. Gelang lengan berupa pita polos,
berhias simbar dengan sulur.Ikat pinggang lebar dengan hiasan yang tidak jelas,
sedangkan ikat pinggul berhias semacam gesper tetapi sudah aus.Gelang tangan
ada dua, polos, sementara gelang kaki, polos.Arca digambarkan memakai uncal
yang pada bagian depannya berhias gesper tetapi aus, ujungnya menjuntaii sampai
ke bawah lutut.Mengenakan sampur di paha dengan simpul berbentuk kipas di
kiri-kanan badan, ujungnya menjurai berlipat-lipat, ujung simpul pendek hanya
sampai lutut.Kain yang dikenakan tipis, berhias pola bunga, panjangnya sampai
diatas pergelangan kaki tetapai bagian bawahnya berlekuk, wiron lebih
pendek.Ciri fisik menampilkan keistimewaan karena arca ini digambarkan dalam
postur perut yang tidak terlalu buncit, bahkan cenderung kecil.
9.
Arca Stambha
Arca terdiri dari (bawah ke atas) gajah, ghana (raksasa berbadan kerdil)
dan singa. Pola gajah dan singa ini merupakan pola yang populer di Indonesia
dan India Timur antara abad 10-12 Masehi.Arca terbuat dari batu andesit,
keadaannya sudah retak pada bagian bawah, yaitu singa dan kepala raksasa.Sikap
arca ialah gajah dalam posisii mendekam, raksasa naik gajah dengan kedua kainya
menjuntai di kiri-kanan badan gajah.Sikap tangan raksasa masing-masing memegang
kaki singa. Singa menduduki badan raksasa, kedua kaki depan diangkat ke atas.
Pada belalai gajah terdapat setangkai bunga dan daun-daunan dan mempunyai dua
gading. Secara keseluruhan arca
ini berukuran tinggi 55 cm. Lebar 18 cm dan tebal 17,5 cm. Ada kemungkinan
bahwa arca ini menggambarkan karivairi suatu bentuk yang sangat populer di
wilayah Orissa sekitar 11-12 Masehi.
Dalam sistem percandian yang dikenal di India biasanya terdapat bangunan
menara di setiap sudut dekat pagar.Di atas menara-menara inilah biasanya
ditempatkan suatu arca (biasanya beruapa binatang singa atau gajah) stambha
sebagai hiasan puncaknya.Dengan analogi ini kemungkinan arca stambha ini juga
berasal dari suatu menara yang mungkin didirikan di sekitar candii Bumiayu 1
tidak menutup kemungkinan bahwa disinilah lokasi semula arca stambha tersebut.
10.
Arca Nandi
Nandi adalah nama vahana (kendaraan) dewa Siwa yang berwujud binatang
lembu. Arca yang terbuat dari batu putih (limestone) ini ditemukan di Candi
Bumiayu 1. Bentuk keseluruhan dan detail hiasnya masih utuh. Posisi arca
mendekam dengan kedua kaki berlipat di atas lapik berbentuk segi
empat.Hiasannya berupa kalung dengan bandul genta-genta kecil.Selain itu
memakai hiasan kepala, yaitu diantara kedua matanya berbentuk simbar dengan
motif pola sulur.Pada bagian moncongnya terdapat untaian manik-manik, mempunyai
fungsi sebagai pengikatnya. Arca ini berukuran panjang 85 cm dan tinggi 35 cm
sedangkan ukuran lapik arca pangnya 70 cm, lebar 37 cm dan tebal 4,5 cm.
11.
Arca Awalokiteswara
Terbuat dari bahan perunggu. pada bagian
muka terlihat aus, begitu juga padqa bagian tangan dan kaki tampak lepuhan
logam berwarna hijau pada permukaannya. Arca memakai jatamakuta dengan hiasan
arca amitabha diatas kepalanya, mengenakan kalung berupa untaian manik-manik,
upavita berupa tali polos yang diselempangkan pada bahu kiri ke ujung pinggang
kanan, berkain panjang dengan wiru di bagian tengah.. Tangan kiri menekuk,
jari-jari tangan mengenggam, telapak tangan menghadap muka.Tangan kanan patah
sampai ke lengan.Arca dalam posisi berdiri tribangga, pada kaki terdapat
tonggak kecil berfungsi untuk menegakkan arca pada suatu tempat.Tinggi arca 10
cm dan lebar 3 cm.
12.
Prasasti Boom Baru
Prasasti ini
ditemukan pada bulan April 1992 oleh penggali pasir yang bernama Rizal di
pinggir sungai Musi, depan Pemakaman Kawah Tekurep (pemakaman Kesultanan
Palembang), Jalan Blabak, 3 Ilir, kawasan Pelabuhan Boom Baru, Palembang. Rizal
adalah teman Aminta, pegawai Museum Balaputra Dewa, yang melaporkan penemuan
benda bersejarah itu kepada Kepala Museum Balaputra Dewa, Syamsir Alam,
sehingga prasasti itu dapat diselamatkan. Diduga situs Kawah Tekurep sebelum
dijadikan pemakaman keluarga Kesultanan Palembang, merupakan situs kerajaan
Sriwijaya.
13.
Prasasti Kedukan Bukit
Pada tahun 1920,
Batenburg menemukan Prasasti Kedukan Bukit berhuruf pallawa dan berbahasa
melayu kuno. Merupakan prasasti tertua masa Sriwijaya dengan angka tahun 604
Saka atau 682 Masehi, isinya menyebutkan perjalanan Dapunta Hyang bersama
balatentaranya untuk mendirikan Wanua agar Sriwjaya menang makmur senantiasa.
14.
Prasasti Talang Tuo
Prasasti Talang Tuo
ditemukan oleh L.C. Westenenk (Residen Palembang) pada tanggal 17 November
1020.Prasasti ini berangka tahun 606 saka (23 Maret 684 Masehi, ditulis dalam
aksara Pallawa, berbahasa Melayu Kuno. Dalam prasasti ini menyebutkan Sri
Baginda Srijayanasa membuat taman yang dinamai Riksetra untuk mensejahterakan
rakyatnya.
15.
Prasasti Telaga Batu
Prasasti
Telaga Batu ditemukan pada 1918 dalam aksara Palawa dan berbahasa Melayu yang
terdiri dari 18 baris.Prasasti ini merupakan prasasti persumpahan yang dikeluarkan
oleh Penguasa Kedatuan Sriwijaya.Dari segi bentuk, prasasti ini mempunyai dua
keistimewaan yang sangat jarang dijumpai pada prasasti lainnya.Keistimewaan
yang pertama adalah pada bagian atas prasasti ini dihiasi dengan tujuh kepala
ular kobra berbentuk pipih seolah-olah memayungi prasasti ini.Keistimewaan yang
kedua adalah di bagian bawahnya terdapat sebuat cerat (pancuran) kecil seperti
yoni.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment