Thursday 5 March 2015

LAPORAN PERJALANAN - MUSEUM TAMAN PURBAKALA



LAPORAN PERJALANAN
PANCASILA
“MUSEUM TAMAN PURBAKALA”

KELOMPOK
ANGGOTA
                        NAMA                                                           NIM
1.      ANDARI RAHAYU                                     06111181419003
2.      EGON                                                                        06111181419004
3.      FENTY LESTARI                                       06111181419005
4.      LINA SILALAHI                                         06111181419013
5.      NING AYU OKTAVIAN                            06111181419001
6.      OTRYA WULANDARI                              061111814190
7.      PIPIT ANGGRAINI                                                06111181419020
8.      RIRIS SARASWATI                                   06111181419003
9.      SELA LUSIANA                                          061111814190

DOSEN PEMBIMBING :Dwi Mirani, S.Ip M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
A.    SEJARAH MUSEUM TAMAN PURBAKALA

Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya atau sebelumnya dikenal dengan nama Situs Karanganyar adalah taman purbakala bekas kawasan permukiman dan taman yang dikaitkan dengan kerajaan Sriwijaya yang terletak tepi utara Sungai Musi di kota Palembang, Sumatera Selatan.[1] Di kawasan ini ditemukan jaringan kanal, parit dan kolam yang disusun rapi dan teratur yang memastikan bahwa kawasan ini adalah buatan manusia, sehingga dipercaya bahwa pusat kerajaan Sriwijaya di Palembang terletak di situs ini. Di kawasan ini ditemukan banyak peninggalan purbakala yang menunjukkan bahwa kawasan ini pernah menjadi pusat permukiman dan pusat aktivitas manusia.
Secara administratif, situs Karanganyar terletak di Jalan Syakhyakirti, Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Gandus, Palembang.[1] Terletak pada dataran aluvial pada meander Sungai Musi berhadapan dengan pertemuan sungai Musi dengan sungai Ogan dan Kramasan. Belahan utara Sungai Musi sudah sejak lama diketahui sebagi lokasi sejumlah situs arkeologi yang berasal dari abad ke-7 hingga ke-15 masehi, diantaranya adalah situs Kambang Unglen, Padang Kapas, Ladang Sirap, dan Bukit Seguntang yang terletak dekat dengan situs Karanganyar.
Situs Karanganyar pada umumnya memiliki ketinggian kurang dari 2 meter dari permukaan sungai Musi. Berada sekitar 4 kilometer di sebelah barat daya pusat kota Palembang, tepatnya di sebelah selatan Bukit Seguntang. Taman Purbakala ini dapat dicapai dari pusat kota Palembang dengan kendaraan umum dengan jurusan Tangga Buntung-Gandus.
Situs Karanganyar terbagi atas tiga subsitus, yaitu subsitus Karanganyar 1, 2, dan 3. Yang terbesar adalah subsitus Karanganyar 1 berupa sebuah kolam berdenah empat persegi panjang membujur arah utara-selatan berukuran 623 x 325 meter. Di tengah kolam ini terdapat dua pulau, yaitu Pulau Nangka dan Pulau Cempaka. Pulau Nangka berukuran 462 x 325 meter, sedangkan Pulau Cempaka berukuran 40 x 40 meter. Pulau Nangka dikelilingi parit-parit berukuran 15 x 1190 meter. Subsitus Karanganyar 2 terletak di sebelah barat daya kolam 1 dan merupakan kolam kecil, ditengahnya terdapat pulau kecil berdenah bujur sangkar dengan ukuran 40 x 40 meter. Subsitus Karanganyar 3 berada di sebelah timur subsitus Karanganyar 1 dengan denah bujur sangkar berukuran 60 x 60 meter.
Ketiga subsitus tersebut dihubungkan oleh parit yang berjumlah tujuh buah. Parit 1 merupakan parit terpanjang, yaitu 3 kilometer dengan lebar 25 sampai 30 meter. Parit ini oleh penduduk setempat dinamai parit Suak Bujang. Sejajar dengan parit 1 terdapat parit 2 dengan panjang 1,6 kilometer. Parit ini terletak di sebelah selatan subsitus Karanganyar 1 dan 3. Ujung parit ini berasal dari subsitus Karanganyar 2, sedangkan ujung timurnya bernuara di sungai Musi. Parit 1 dan 2 dihubungkan dengan parit 3 yang terletak di antara subsitus 1 dan 3. panjang parit 3 sekitar 700 meter membujur utara-selatan. Masih ada parit lain yang sejajar dengan parit 3, yaitu parit 4 dan 5 yang terletak di sebelah barat subsitus 1. Ujung selatan parit 4 dan 5 berakhir di parit 2. Dari parit 2 terdapat dua buah parit yang ujung selatannya bermuara di sungai Musi, yaitu parit 6 dan 7.

B.     TEMUAN PURBAKALA

Di lokasi yang dipercaya sebagai sisa taman kerajaan masa Sriwijaya ini dijumpai artefak yang menampakkan aktivitas keseharian masyarakatnya, seperti manik-manik, struktur batu bata, damar, tali ijuk, keramik, dan sisa perahu. Temuan-temuan tersebut diperoleh saat pembangunan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya maupun melalui kegiatan penyelamatan temuan di sekitar kawasan ini. Rekonstruksi atas fragmen keramik yang banyak ditemukan memperlihatkan adanya penggunaan, tempayan, guci, buli-buli, mangkuk, dan piring. Sedangkan berdasarkan rekonstruksi dari sisa gerabah menunjukkan pemanfaatan berbagai bentuk tungku atau anglo, kendi, periuk, tempayan, pasu, dan bahkan genteng. Kumpulan temuan-temuan ini menunjukkan betapa padatnya aktivitas keseharian masyarakat yang hidup di kawasan ini pada masa lalu.
Situs ini utamanya menampilkan struktur bangunan air berupa kolam, pulau buatan, dan parit yang keberadaannya menjadi bukti kehadiran manusia yang menetap dalam jangka waktu yang cukup lama. Diperkirakan penduduk yang dulu menghuni kawasan Karanganyar menggali kanal atau parit seperti parit Suak Bujang, baik untuk saluran drainase tata air penangkal banjir maupun sebagai sarana transportasi untuk menghubungkan daerah-daerah pedalaman di sekitar situs dengan sungai Musi.
Pada tahun 1985 dilakukan penggalian arkeologi dan berlanjut pada tahun 1989. Dari penggalian ini ditemukan banyak temuan pecahan tembikar, keramik, manik-manik, dan dan struktur bata. Berdasarkan hasil analisis keramik-keramik China yang ditemukan di kawasan ini berasal dari dinasti Tang (abad VII-X M), Sung (abad X-XII M), Yuan (abad XIII-XIV M), dan dinasti Qing (abad XVII-XIX M) yang umumnya terdiri dari tempayan, buli-buli, pasu, mangkuk, dan piring. Sedangkan penggalian yang dilakukan di Pulau Cempaka berhasil menampakkan kembali sisa bangunan berupa struktur bata pada kedalaman 30 cm dengan orientasi timur-barat.
Selain jejaring kanal, kolam dan struktur bata, di situs ini tidak ditemukan bekas peninggalan bangunan candi atau bekas istana yang signifikan. Hal ini berbeda dengan situs Muaro Jambi yang memiliki peninggalan berupa bangunan candi berbahan bata merah. Para ahli arkeologi berpendapat bahwa sedikitnya temuan bangunan karena lokasi situs ini. Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang berada di tepian sungai dan hutan lebat di Sumatera. Karena tidak terdapat gunung berapi yang menyimpan batu, bangunan peribadatan, istana, dan rumah-rumah penduduk dibuat dari kayu atau bahan bata. Akibatnya, bangunan cepat rusak hanya dalam hitungan paling lama 200 tahun.[2] Ditambah lagi dengan tingginya tingkat kelembaban serta kemungkinan banjir rutin dari luapan sungai Musi di dekatnya yang dengan mudah dapat merusak bangunan kayu dan bata.

C.    PEMBANGUNAN TAMAN PURBAKALA

Berdasarkan interpretasi dan temuan dari foto udara tahun 1984 menunjukkan bahwa situs Karanganyar menampilkan bentuk bangunan air, yaitu jaringan kanal, parit, kolam serta pulau buatan yang disusun rapi. Dapat dipastikan situs ini adalah buatan manusia. Bangunan air ini terdiri atas kolam dan dua pulau berbentuk bujur sangkar dan empat persegi panjang, serta parit dengan luas areal meliputi 20 hektare. Serangkaian kanal, pulau buatan, dan bagian-bagian lainnya menampilkan situs Karanganyar sebagai karya arsitektur lansekap yang berkaitan dengan bangunan air.
Oleh pemerintah Sumatera Selatan kawasan ini dipugar, kanal-kanalnya dirapikan untuk dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya yang diresmikan oleh presiden Suharto pada tanggal 22 Desember 1994. Di dalam taman purbakala ini terdapat Museum Sriwijaya, yaitu pusat informasi mengenai situs dan temuan Sriwijaya di Palembang . Pada bagian tengah situs ini terdapat pendopo berarsitektur rumah limas khas Palembang yang ditengahnya disimpan replika Prasasti Kedukan Bukit dalam kotak kaca. Prasasti ini menceritakan mengenai perjalanan Siddhayatra Dapunta Hyang yang dianggap sebagai tonggak sejarah berdirinya kemaharajaan Sriwijaya. Setelah lebih dari satu dasawarsa didirikan, fungsi Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya sebagai Pusat Informasi Sriwijaya dan sebagai daya tarik wisata budaya di Palembang masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Sebagian besar masyarakat Palembang sekarang masih belum mengetahui keberadaan taman purbakala ini sebagai peninggalan masa Sriwijaya, apalagi sebagai pusat informasi tentang Sriwijaya. Selama ini Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat.Sayang sekali kini kompleks taman purbakala ini terbengkalai dan kurang terawat.

D.    SEJARAH BENDA BENDA BERSEJARAH YANG ADA DI TAMAN PURBAKALA
1.      Replica Archa Buddha Bukit Siguntang
Bukit Seguntang atau kadang disebut juga Bukit Siguntang adalah sebuah bukit kecil setinggi 29—30 meter dari permukaan laut yang terletak sekitar 3 kilometer dari tepian utara Sungai Musi dan masuk dalam wilayah kota Palembang, Sumatera Selatan. Secara administratif situs ini termasuk kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang. Bukit ini berjarak sekitar 4 kilometer di sebelah barat daya pusat kota Palembang, dapat dicapai dengan menggunakan angkutan umum menuju jurusan Bukit Besar.
Di lingkungan sekitar bukit ini ditemukan beberapa temuan purbakala yang dikaitkan dengan kerajaan Sriwijaya yang berjaya sekitar kurun abad ke-6 sampai ke-13 masehi.Di puncak bukit ini terdapat beberapa makam yang dipercaya sebagai leluhur warga Palembang.Oleh masyarakat setempat, kompleks ini dianggap keramat dan menjadi tempat tujuan ziarah.Kini Kawasan ini menjadi Taman Purbakala untuk menjaga artefak-artefak yang mungkin masih belum terungkap.
2.      Prasasti Kota Kapur
Prasasti Kota Kapur adalah prasasti berupa tiang batu bersurat yang ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka, di sebuah dusun kecil yang bernama "Kotakapur"[1].Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan bahasa Melayu Kuna, serta merupakan salah satu dokumen tertulis tertua berbahasa Melayu.Prasasti ini dilaporkan penemuannya oleh J.K. van der Meulen pada bulan Desember 1892, dan merupakan prasasti pertama yang ditemukan mengenai Sriwijaya.
Orang pertama yang menganalisis prasasti ini adalah H. Kern, seorang ahli epigrafi bangsa Belanda yang bekerja pada Bataviaasch Genootschap di Batavia. Pada mulanya ia menganggap "Śrīwijaya" adalah nama seorang raja. George Coedes-lah yang kemudian berjasa mengungkapkan bahwa Śrīwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera pada abad ke-7 Masehi, suatu kerajaan yang kuat dan pernah menguasai bagian barat Nusantara, Semenanjung Malaya, dan Thailand bagian selatan.
3.      Prasasti Bungkuk
Prasasti ini ditemukan di Desa Bungkuk, Kecamatan Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung pada 8 Maret 1985.Penemuan prasasti ini terjadi secara kebetulan, ketika itu ada seorang warga pergi memancing di pinggir Way Batanghari yang melintas di Desa Bungkuk.Kail pancingnya tiba-tiba tersangkut oleh benda benda berat, sehingga pemancing menyempatkan diri turun ke sungai tersebut untuk melepaskan kail pancingnya agar supaya bisa digunakan lagi untuk memancing.Namun, ternyata pemancing menemukan batu berisi tulisan usai mau melepaskan kail pancing dari sangkutannya.Setelah dilaporkan kepada yang “berwajib”, diketahui bahwa batu bertulis tadi ternyata adalah prasasti.
Prasasti ini dipahatkan pada batu andesit, dengan memiliki ukuran tinggi 63 cm, tebal 63 cm, diameter atas 70 cm, dan diameter bawah 61 cm. Keadaannya sudah aus sehingga tidak dapat terbaca dengan lengkap. Prasasti ini terdiri dari 13 baris beraksara Pallawa, dan berbahasa Melayu Kuno.
Dari tulisan yang masih jelas dan dibaca oleh Boechari dan Hasan Djafar, diketahui bahwa prasasti ini berisi mengenai sumpah dan kutukan bagi mereka yang tidak tunduk dan berbuat jahat kepada Sriwijaya.
Berdasarkan paleografinya, prasasti ini diperkirakan berasal dari akhir abad ke-7 M, dan saat ini prasasti aslinya berada di Rumah Informasi Taman Purbakala Pugungraharjo yang terletak di Desa Pugungraharjo, Kecamatan Sekampung Udik, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.Sedangkan, di Museum Lampung juga terdapat replikanya yang dibuat pada tahun 1999 dengan No.Inventaris 3613. *** (310313)

4.      Prasasti Palas Pasemah

Prasasti Palas Pasemah adalah sebuah prasasti pada batu peninggalan Sriwijaya, ditemukan di Palas Pasemah, di tepi Way (Sungai) Pisang, Lampung.Ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuna sebanyak 13 baris.Meskipun tidak berangka tahun, namun dari bentuk aksaranya diperkirakan prasasti itu berasal dari akhir abad ke-7 Masehi.Isinya mengenai kutukan bagi orang-orang yang tidak tunduk kepada Sriwijaya.

5.      Arca Siwa Mahadewa

Arca Siwa ditemukan dalam beberapa bagian terpisah yang kemudian berhasil direkonstruksi.Arca ini ditemukan sudah dalam keadaan retak dan pecah pada bagian kepala atau wajah, sandaran atas hilang, tangan kiri dan kanan belakang pecah, dada sebagian pecah dan lengan bawah kiri patah. Tinggi keseluruhan arca 62 cm, tinggi antara 51 cm, lebar 36 cm, tebal 24 cm dan tebal sandaran 5 cm. Arca digambarkan dalam sikap duduk bersila diatas padmasana. Kedua telapak tangan diatas pangkuan, yang sebagian sudah pecah sehingga tidak diketahui lagi benda yang menjadi laksananya.Arca yang dibuat dari batu putih (limestone) ini mempunyai sandaran berbentuk sisi sejajar, bentuk puncaknya sudah pecah.Sandaran ini polos tanpa hiasan.Sirascakra dipahat polos, berbentuk bulat telur samapai di belakang bahu.Asananya berupa padmasana ganda berbentuk segi empat polos di bagian bawah, sementara lapik bagian atas berhias pola segi enam.
Mahkota yang dikenakan berbentuk jatamakuta berhias pola lengkungan dengan untaian manik-manik di dalamnya.Jamang sudah dalam keadaan pecah.Kalung yang dipahatkan di bagian leher arca bersusun 2, berupa untaian manik-manik dan jumbai.Hiasan telinga pecah.Tangannya mengenakan dua gelang lengan berupa untaian manik-manik berhias simbar dengan pola sulur, sedangkan gelang tangan pecah.Gelang kaki berwujud untaian manik-manik.Arca Siwa ini tidak mempunyai ikat pinggang atau uncal yang biasanya menghiasai bagian pinggul arca.Sampur yang dikenakan hanya tampak pada bagian melingkar di paha dan simpul di kanan-kiri pinggul, ujung sampur mengarah ke atas (di atas simpul).Kain yang melekat di badan tipis, panjang sampai mata kaki dan berhias pola bunga.Selain hiasan-hiasan tersebut di belakang telinga arca terdapat untaian manik-manik menjuntai ke bahu. Menilik gaya pemahatan dan ciri-cirinya arca ini lebih mendekati gaya seni pahat pada periode Jawa Timur dan diperkirakan berasal dari abad ke-12 Masehi. Dalam suatu gugusan candi Hindu arca ini menempati bilik atau ruang utama candi induk.

           
6.      Arca Tokoh 1
Arca ini keadaannya relatif utuh, tetapi pada bagian muka aus dan sandaran sebelah kiri sebagain pecah.Arca diwujudkan dalam sikap duduk diatas padmasana ganda berbentuk segi empat dengan ujung membulat.Bentuk permukaan atas asana berhias pola geometris (segi empat dengan bulatan di tengah).Arca terbuat dari batu tufaan (limestone) dan digambarkan mempunyai dua tangan.Sikap kedua tangan berada diatas pangkuan, telapak tangan kiri di bawah telapak tangan kanan dan di atas telapak tangan kanan terdapat bunga padma mekar. Pada bagian sisi sandaran arca agak mengecil ke bawah, puncak membulat, sekeliling tepi berhias lidah api. Sirascakra berbentuk polos, lonjong sampai di belakang bahu.

Mahkota yang dikenakan jatamakuta (mahkota yang terbuat dari pilinan rambut) meninggi, berhias simbar dan pola sulur. Hiasan lainnya ialah jamang berbentuk pita lebar berhias deretan manik-manik dihiasi lima simbar dengan pola sulur. Di samping itu juga terdapat dua kalung berhias pola sulur.Kalung yang kecil kecuali berhias pola sulur juga berhias deretan manik-manik.Hiasan telinga berwujud ratna kundala dengan pola sulur.Gelang tangan berupa pita dengan deretan manik-manik berhias simbar dengan pola sulur.Ikat pinggang yang dikenakan berupa deretan manik-manik yang bagian depannya terdapat semacam gesper berhias pola sulur. Memiliki  2 gelang kaki polos, demikian juga dengan gelang tangan.

Arca ini tidak memakai uncal, sedangkan sampur yang dikenakan berbentuk polos berlipat-lipat, tidak ada simpul.Kain yang dikenakan panjang sampai ke betis dan berhias bunga dengan pola geometris, tepinya berhias deretan bulatan dengan pola sulur.Selain hiasan diatas masih terdapat sumping di belakang telinga.Di bagian belakang kedua bahu terdapat rambut ikal sebagai ciri khas arca-arca bergaya Jawa timur.Di belakang badan terdapat sandaran, selain itu, arca digambarkan memakai rompi bertangan panjang, yang panjangnya sampai ke pinggul. Asananya berbentuk memanjang ke depan sehingga lebih tebal dari badan arca. Hiasan terdapat pada asana berupa pola bunga dan sulur. Arca ini berukuran tinggi keseluruhannya 62 cm, tinggi arca 50 cm, lebar 36 cm dan tebal 4,5 cm. Berdasarkan gaya seninya arca ini berasal dari sekitar abad ke-11-12 Masehi.

7.      Arca Tokoh 2
Arca digambarkan berbadan gemuk, terutama di bagian perut Agastya atau Ganesya dari Jawa Timur.Berdasarkan langgamnya arca ini diperkirakan berasal dari kurun antara abad ke-11 dan 12 Masehi.Arca perwujudan ini ditemukan di sebelah timur bangunan Candi Bumiayu 1 dalam keadaan retak pada bagian dada dan sandaran atas.Bahan yang dipergunakan untuk membuat arca ini adalah limestone.Penggambaran arca ini dalam sikap duduk padmasana diatas asana yang berupa lapik polos setengah bulat.Mempunyai tangan dua yang terletak diatas pangkuan, telapak kiri di bawah telapak tangan, yang diatasnya terdapat bunga mekar.Sandaran tepi berjenjang, bagian bawah lebar, kemudian mengecil berbentuk lonjong, polos.Sirascakra digambarkan polos berbentuk bulat telur sampaii ke belakang bahu.Pada kedua bahu terdapat rambut ikal menjurai.

Hiasan yang dikenakan terdiri dari mahkota berupa jatamakuta berhias lengkung semacam jala ; jamang berbentuk pita lebar polos dan berhias 3 simbar dan memakai sumping. Kalung yang terdapat arca ini berjumlah dua yang berhias pola sulur tetapi dalam keadaan aus.Hiasan telinga berbentuk bulatan dan ujungnya berhias jumbai. Hiasan lain adalah gelang tangan berupa pita dengan deretan manik-manik berhias simbar dengan pola sulur. Ikat pinggang yang dikenakan berbentuk pita berhias, tetapi aus berlekuk-lekuk.Gelang berupa untaian manik-manik bersusun dua, sedangkan gelang kaki ada dua polos.Arca ini tidak memakai uncal, tetapi memakai sampur yang tidak jelas, karena hanya tampak bagian ujungnya yang menjurai di asana dan bagian yang menempel di paha, berhias geometris tetapi agak aus.Memakai kain yang panjangnya sampai betis dan berhias pola bunga, tetapi sudah aus.

8.      Arca Agastya

Dalam mitologi Hindu, Agastya dianggap sebagai pendeta yang menyebarkan agama Hindu di India Selatan, karena besar jasanya dalam menyebarkan agama maka ia dianggap sebagai salah satu aspek dari dewa Siwa mahayogi. Dalam pengarcaannya, Agastya digambarkan berdiri, bertangan dua dan berjanggut panjang.Agastya ini termasuk dalam kelompok dewa pariwara (pendamping) bersama Ganesya dan Durga Mahisasuramardhini.Dalam konstelasi arca pada candi Hindu, arca Agastya diletakkan pada salah satu sisi ruang atau relung candi utama (induk), yaitu pada sisi selatan. Adapun ciri-ciri Agastya dari Bumiayu ini antara lain : membawa kamandalu (kendi), aksamala  (tasbih), berperut buncit (gendut) dan trisula dipahatkan menempell pada sandaran arca sebelah kanan.

Arca Agastya dari candi Bumiayu 1, ditemukan secara terpisah dalam dua bagian.Sebagian sandarannya telah patah.keadaan arca relatif utuh, tetapi sebagain kepala pecah, sandaran kiri pecah dan mengalami keretakan pada beberapa bagian. Penggambaran arca yakni dalam posisii berdiri diatas padmasana ganda berbentuk segi empat membulat, bagian atas berhias pola geometris segi enam yang menggambarkan bentuk biji teratai.Asana ini terdiri dari dua bagian, satu bagian menjadi satu dengan tokoh arca, sedangkan bagian lainnya berupa asana yang jika digabungkan membentuk rongga. Arca dipahatkan bertangan dua, tangan kanan berada di depan perut memegang aksamala dan tangan kiri lurus ke bawah memegang kendi (kamandalu). Sandaran arca merupakan bentuk sisi sejajar, polos yang pecah pada bagian puncaknya.Sirascakra tidak ditemukan pada arca Agastya ini. Ukuran arca, tinggi keseluruhan 69 cm, lebar 29 cm, tinggi lapik 14 cm dan tebal sandaran 3,5 cm.

Mahkota dan jamang yang terdpat pada arca pecah sehingga tidak teridentifikasi.Meskipun demikian terlihat adanya sumping si bagian telinganya.Di kedua bahu terdapat rambut ikal menjurai. Hiasan lain yang dikenakan adalah kalung berhias pola bunga dan sulur, sednagkan hiasan telinga membentuk bulatan dengan jumbai. Gelang lengan berupa pita polos, berhias simbar dengan sulur.Ikat pinggang lebar dengan hiasan yang tidak jelas, sedangkan ikat pinggul berhias semacam gesper tetapi sudah aus.Gelang tangan ada dua, polos, sementara gelang kaki, polos.Arca digambarkan memakai uncal yang pada bagian depannya berhias gesper tetapi aus, ujungnya menjuntaii sampai ke bawah lutut.Mengenakan sampur di paha dengan simpul berbentuk kipas di kiri-kanan badan, ujungnya menjurai berlipat-lipat, ujung simpul pendek hanya sampai lutut.Kain yang dikenakan tipis, berhias pola bunga, panjangnya sampai diatas pergelangan kaki tetapai bagian bawahnya berlekuk, wiron lebih pendek.Ciri fisik menampilkan keistimewaan karena arca ini digambarkan dalam postur perut yang tidak terlalu buncit, bahkan cenderung kecil.

9.      Arca Stambha

Arca terdiri dari (bawah ke atas) gajah, ghana (raksasa berbadan kerdil) dan singa. Pola gajah dan singa ini merupakan pola yang populer di Indonesia dan India Timur antara abad 10-12 Masehi.Arca terbuat dari batu andesit, keadaannya sudah retak pada bagian bawah, yaitu singa dan kepala raksasa.Sikap arca ialah gajah dalam posisii mendekam, raksasa naik gajah dengan kedua kainya menjuntai di kiri-kanan badan gajah.Sikap tangan raksasa masing-masing memegang kaki singa. Singa menduduki badan raksasa, kedua kaki depan diangkat ke atas. Pada belalai gajah terdapat setangkai bunga dan daun-daunan dan mempunyai dua gading. Secara keseluruhan arca ini berukuran tinggi 55 cm. Lebar 18 cm dan tebal 17,5 cm. Ada kemungkinan bahwa arca ini menggambarkan karivairi suatu bentuk yang sangat populer di wilayah Orissa sekitar 11-12 Masehi.
Dalam sistem percandian yang dikenal di India biasanya terdapat bangunan menara di setiap sudut dekat pagar.Di atas menara-menara inilah biasanya ditempatkan suatu arca (biasanya beruapa binatang singa atau gajah) stambha sebagai hiasan puncaknya.Dengan analogi ini kemungkinan arca stambha ini juga berasal dari suatu menara yang mungkin didirikan di sekitar candii Bumiayu 1 tidak menutup kemungkinan bahwa disinilah lokasi semula arca stambha tersebut.

10.  Arca Nandi

Nandi adalah nama vahana (kendaraan) dewa Siwa yang berwujud binatang lembu. Arca yang terbuat dari batu putih (limestone) ini ditemukan di Candi Bumiayu 1. Bentuk keseluruhan dan detail hiasnya masih utuh. Posisi arca mendekam dengan kedua kaki berlipat di atas lapik berbentuk segi empat.Hiasannya berupa kalung dengan bandul genta-genta kecil.Selain itu memakai hiasan kepala, yaitu diantara kedua matanya berbentuk simbar dengan motif pola sulur.Pada bagian moncongnya terdapat untaian manik-manik, mempunyai fungsi sebagai pengikatnya. Arca ini berukuran panjang 85 cm dan tinggi 35 cm sedangkan ukuran lapik arca pangnya 70 cm, lebar 37 cm dan tebal 4,5 cm.

11.  Arca Awalokiteswara

Terbuat dari bahan perunggu. pada bagian muka terlihat aus, begitu juga padqa bagian tangan dan kaki tampak lepuhan logam berwarna hijau pada permukaannya. Arca memakai jatamakuta dengan hiasan arca amitabha diatas kepalanya, mengenakan kalung berupa untaian manik-manik, upavita berupa tali polos yang diselempangkan pada bahu kiri ke ujung pinggang kanan, berkain panjang dengan wiru di bagian tengah.. Tangan kiri menekuk, jari-jari tangan mengenggam, telapak tangan menghadap muka.Tangan kanan patah sampai ke lengan.Arca dalam posisi berdiri tribangga, pada kaki terdapat tonggak kecil berfungsi untuk menegakkan arca pada suatu tempat.Tinggi arca 10 cm dan lebar 3 cm.

12.  Prasasti Boom Baru

Prasasti ini ditemukan pada bulan April 1992 oleh penggali pasir yang bernama Rizal di pinggir sungai Musi, depan Pemakaman Kawah Tekurep (pemakaman Kesultanan Palembang), Jalan Blabak, 3 Ilir, kawasan Pelabuhan Boom Baru, Palembang. Rizal adalah teman Aminta, pegawai Museum Balaputra Dewa, yang melaporkan penemuan benda bersejarah itu kepada Kepala Museum Balaputra Dewa, Syamsir Alam, sehingga prasasti itu dapat diselamatkan. Diduga situs Kawah Tekurep sebelum dijadikan pemakaman keluarga Kesultanan Palembang, merupakan situs kerajaan Sriwijaya.

13.  Prasasti Kedukan Bukit

Pada tahun 1920, Batenburg menemukan Prasasti Kedukan Bukit berhuruf pallawa dan berbahasa melayu kuno. Merupakan prasasti tertua masa Sriwijaya dengan angka tahun 604 Saka atau 682 Masehi, isinya menyebutkan perjalanan Dapunta Hyang bersama balatentaranya untuk mendirikan Wanua agar Sriwjaya menang makmur senantiasa.

14.  Prasasti Talang Tuo
Prasasti Talang Tuo ditemukan oleh L.C. Westenenk (Residen Palembang) pada tanggal 17 November 1020.Prasasti ini berangka tahun 606 saka (23 Maret 684 Masehi, ditulis dalam aksara Pallawa, berbahasa Melayu Kuno. Dalam prasasti ini menyebutkan Sri Baginda Srijayanasa membuat taman yang dinamai Riksetra untuk mensejahterakan rakyatnya.

15.  Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu ditemukan pada 1918 dalam aksara Palawa dan berbahasa Melayu yang terdiri dari 18 baris.Prasasti ini merupakan prasasti persumpahan yang dikeluarkan oleh Penguasa Kedatuan Sriwijaya.Dari segi bentuk, prasasti ini mempunyai dua keistimewaan yang sangat jarang dijumpai pada prasasti lainnya.Keistimewaan yang pertama adalah pada bagian atas prasasti ini dihiasi dengan tujuh kepala ular kobra berbentuk pipih seolah-olah memayungi prasasti ini.Keistimewaan yang kedua adalah di bagian bawahnya terdapat sebuat cerat (pancuran) kecil seperti yoni.





DAFTAR PUSTAKA



No comments:

Post a Comment

DOWNLOAD 14 BUKU SMA KELAS 12 KURIKULUM 2013 TERBARU

Hallo Sobat semua…. Selamat datang di Blog Abang . Kali ini postingan Abang adalah membagikan Buku Kurikulum 2013 Untuk SMA Kelas 12 y...