PERKEMBANGAN
PESERTA DIDIK
PERKEMBANGAN
INTELEGENSI
PRODI
PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Intelegensi / intelektual atau
banyak juga digunakan dengan sebutan kecerdasan, suatu karunia yg dimiliki individu untuk
mengembangkan dan mempertahankan hidupnya, serta bagaimana individu itu
berusaha menghambakan dirinya kepada PenciptaNya
Intelektual
merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi tolak ukur bagaimana kecakapan
seseorang baik dalam berfikir maupun bertindak. Dengan semakin berkembang
tingkat intelektual pada peserta didik, maka hal ini dapat membantu seorang
guru dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik. Untuk itu, Seorang
pendidik harus mengetahui terlebih dahulu karakteristik pada peserta didiknya,
perbedaan setiap individu dalam kemampuan dan perkembangan intelektual serta
bagaimana peran seorang pendidik membimbing peserta didiknya dalam hal
intelektual.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan intelek dan intelegensi?
2.
Bagaimana hubungan antara intelek dan tingkah laku?
3.
Bagaimana karakteristik perkembangan intelek remaja?
4.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan intelek?
5.
6.
Bagaimanakah peran seorang guru dalam membantu mengembangkan intelek
remaja melalui proses pembelajaran?
1.3 Tujuan
- Mengetahui defenisi dari intelek dan intelektual.
- Mengetahui hubungan antara intelek dan tingkah laku.
- Mengetahui karakteristik perkembangan intelek remaja.
- Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek.
- Mengetahui bahwa setiap individu memiliki perbedaan dalam kemampuan dan perkembangan intelek.
- Mengetahui peran seorang guru dalam membantu mengembangkan intelek remaja melalui proses pembelajaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Intelek dan
Intelegensi
Menurut
English dan English dalam bukunya “A
Comprehensive Dictionary of
Psychological and Psychoanalitical Terms”, istilah intelek berarti antara
lain : (1) kekuatan mental dimana manusia dapat berfikir; (2) suatu rumpun nama
untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas yang berkenaan dengan berfikir
(misalnya menghubungkan, menimbang, dan memahami); dan (3) kecakapan, terutama
kecakapan tinggi untuk berfikir; (bandingkan dengan intelligence. Intelligence
= intellect).
Menurut kamus Webster New World Dictionary of the American language, istilah
intelek berarti :
1) Kecakapan untuk berfikir,
mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan,
perbedaan-perbedaan dan sebagainya. Dengan demikian kecakapan berbeda dengan
kemauan dan perasaan.
2) Kecakapan mental yang besar,
sangan intelligence, dan
3) Pikiran atau inteligensi.
Wechler
(1958) merumuskan inteligensi sebagai “keseluruhan kemampuan individu untuk
berfikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai
lingkungan secara efektif”.
Istilah
inteligensi atau intelek telah banyak digunakan, terutama di dalam bidang
psikologi dan pendidikan, namun secara definitif istilah itu tidak mudah
dirumuskan. Banyak rumusan tentang inteligensi seperti yang dikemukakan oleh
Singgih Gunarsa dalam bukunya Psikologi
Remaja (1991), ia mengajukan beberapa rumus inteligensi sebagai berikut :
1) Inteligensi merupakan suatu
kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu pengetahuan dan
mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan dan
masalah-masalah yang timbul.
2) Inteligensi adalah suatu bentuk
tingkah laku tertentu yang tampil dalam kelancaran tingkah laku.
3) Inteligensi meliputi
pengalaman-pengalaman dan kemampuan bertambahnya pengertian dan tingkah laku
dengan pola-pola baru dan mempergunakannya secara efektif
Rumusan-rumusan
tersebut mengungkapkan bahwa makna intelegensi mengandung unsur-unsur yang sama
dengan yang dimaksudkan dalam istilah intelek, yang menggambarkan kemampuan
seseorang dalam berfikir atau bertindak. Sehingga dari berbagai pengertian di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa intelek adalah kemampuan serta kecakapan
untuk memperoleh berbagai informasi berfikir abstrak, menalar serta bertindak
secara efisien seta efektif.
2.2 Hubungan antara Intelek dan
Tingkah Laku
Kemampuan berpikir abstrak
menunjukkan perhatian seseorang pada kejadian dan peristiwa yang tidak konkrit,
seperti pilihan pekerjaan, corak hidup bermasyarakat, pilihan pasangan hidup
yang sebenarnya masih jauh di depannya, dan lain-lain. Bagi remaja, corak
perilaku pribadinya di hari depan dan corak tingkah lakunya sekarang akan
berbeda. Kemampuan abstraksi akan berperan dalam perkembangan kepribadiannya.
Mereka dapat memikirkan prihal itu sendiri. Pemikiran itu terwujud dalam
refleksi diri, yang sering mengalah ke penilaian tentang dirinya tidak selalu
diketahui orang lain, bahkan sering terlihat usaha seseorang untuk
menyembunyikan atau merahasiakannya.
Pikiran remaja sering dipengaruhi
oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan
orang tua. Setiap pendapat orang tua dibandingkan dengan teori yang diikuti
atau diharapkan. Sikap kritis ini juga ditunjukkan dalam hal-hal yang sudah
umum baginya pada masa sebelumnya, sehingga tata cara, adat istiadat yang
berlaku di lingkungan keluarga sering terjadi adanya pertentangan dengan sikap
kritis yang tampak pada perilakunya. Egosentrisme menyebabkan kekakuan para
remaja dalam berpikir dan bertingkah laku. Persoalan yang timbul pada masa
remaja adalah banyak berhubungan dengan pertumbuhan fisik yang dirasakan
mencekam dirinya, karena menyangka orang lain berpikiran sama dan ikut tidak
puas dengan penampilannya. Hal ini menimbulkan perasaan seolah-olah selalu
diamati orang lain, perasaan malu dan membatasi gerak-geriknya. Akibat dari hal
ini akan terlihat pada tingkah laku yang kaku.
Di samping itu pengaruh egosentris
masih terlihat pada pikirannya.
1) Cita-cita dan idealisme yang
baik, terlalu menitikberatkan pikiran sendiri tanpa memikirkan akibat lebih
jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak
berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2) Kemampuan berpikir dengan
pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Masih
sulit membedakan pokok perhatian orang lain daripada tujuan perhatian diri
sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan
orang lain mengenai dirinya.
Melalui
banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat
orang lain, maka egosentrisme makin berkurang. Pada akhir masa remaja, pengaruh
egosentrisme sudah sedemikian kecilnya, sehingga remaja sudah dapat berpikir
abstrak dengan mengikutsertakan pendapat
dan pandangan orang lain.
2.3 Karakteristik Perkembangan
Intelek Remaja
Intelegensi
pada masa remaja tidak mudah diukur, karena tidak mudah terlihat perubahan
kecepatan perkembangan kemampuan tersebut. Pada umumnya umur tiga sampai empat
tahun pertama menunjukkan perkembangan kemampuan yang hebat, selanjutnya akan
terjadi perkembangan yang teratur. Pada masa remaja kemampuan untuk mengatasi
masalah yang majemuk bertambah. Pada awal masa remaja, kira-kira pada umur 12
tahun, anak berada pada masa yang disebut masa operasi formal (berpikir
abstrak). Pada masa ini remaja telah berpikir dengan mempertimbangkan hal yang
“mungkin“ di samping hal yang “nyata” (Gleitman, 1986). Berpikir operasional-formal
memiliki dua sifat yang penting, yaitu:
- Sifat deduktif – hipotesis
Dalam
menyelesaikan suatu masalah, seorang remaja akan mengawalinya dengan berpikir
teoritik. Ia menganalisis masalah dan mengajukan cara penyelesaian hipotesis.
Pada dasarnya pengajuan hipotesis itu menggunakan cara berpikir induktif di
samping deduktif. Oleh sebab itu, sifat berpikir ini sebenarnya mencakup deduktif–induktif
– hipotesis.
- Berpikir operasional juga berpikir kombinatoris
Sifat
ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara
bagaimana melakukan analisis. Anak berpikir operasional formal terlebih dahulu secara
teoritik membuat matrik mengenai macam-macam kombinasi yang mungkin, kemudian
secara sistematik mencoba mengisi sel matriks tersebut secara empirik.
2.4 Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Intelek
Dalam hubungannya dengan
perkembangan intelegensi atau kemampuan berpikir remaja, ada yang berpandangan
bahwa adalah suatu kekeliruan jika IQ dianggap bisa ditingkatkan, yang walaupun
perkembangan IQ dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor lingkungan. Menurut
Mappiare (1982), hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek, antara lain
bertambahnya informasi yang disimpan dalam otak seseorang sehingga mampu
berpikir reflekstif, banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan
masalah, dan adanya perbedaan berpikir yang menimbulkan keberanian seseorang
dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, serta menunjang keberanian
anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.
Mengenai
konstan tidaknya intelegensi dalam waktu akhir-akhir ini masih merupakan
diskusi yang terbuka. Dari hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa intelegensi
itu sama sekali tidak sekonstan yang diduga sebelumnya. Penelitian longitudinal
selama 40 tahun dalam Institut Fels menurut McCall, dkk (1973) menunjukkan
adanya pertambahan rata-rata IQ sebanyak 28 butir amtara usia 5 dan 17 tahun
yang berarti kira-kira sama dengan usia pendidikan di sekolah atau dipekerjaan.
Selanjutnya
ditemukan bahwa perubahan - perubahan intra-individual dalam nilai IQ lebih
merupakan hal yang umum (biasa) daripada pengecualian.
- Peranan pengalaman dari sekolah terhadap intelegensi
Penelitian
yang dilakukan oleh Wellman (1945) berdasarkan 50 kasus studi, rata-rata
tingkat IQ asal mereka adalah di atas 110. Mereka yang mengalami prasekolah
sebelum sekolah dasar, menunjukkan perbedaan kemajuan atau grained dalam
rata-rata IQ-nya lebih besar daripada mereka yang tidak mengalami prasekolah.
- Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan intelegensi
Pengaruh
belajar dalam arti lingkungan terhadap perkembangan intelegensi cukup besar
seperti telah dibuktikan berbagai korelsi IQ yang juga menggambarkan bagaimana
peranan belajar terhadap perkembangan intelegensi.
2.5 Perbedaan Individu dalam
Kemampuan dan Perkembangan Intelek
Seperti yang diketahui manusia itu
berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, juga tentang inteligensinya. Sebaran
nilai IQ menunjukkan adanya perbedaan individual tentang kemampuan berpikirnya,
tiap-tiap orang tidak sama. Berdasarkan IQ kecerdasannya manusia dapat
dikategorikan menjadi 6 kelompok, yaitu :
1) Di bawah 70, anak mengalami
kelainan mental
2) 71-85, anak dibawah normal
(bodoh)
3) 86-115, anak yang normal
4) 116-130, anak diatas normal
(pandai)
5) 131-145, anak yang superior
(cerdas)
6) 145 ke atas anak genius
(istimewa).
Pengukuran
IQ yang dilakukan oleh Wechler dan Bellevue tersebut di atas diarahkan pada
satu teori bahwa ada yang dinamakan faktor umum.pada inteligensi itu.
Sarjana
lain, seperti Thurstone, mengatakan bahwa faktor umum itu tidak ada, yang ada
hanya sekelompok faktor khusus yang diberi nama kemampuan mental primer yang
terdiri dari 7 faktor yaitu : kemampuan verbal (verbal comprehension), kemampuan angka-angka (numerical ability), tilikan keruangan, kemampuan pengindaraan,
ingatan, penalaran dan kelancaran bahasa.
Thomson
tidak setuju dengan faktor-faktor yang disebutkan Thurstone. Ia berpendapat
bahwa faktor umum dalam inteligensi tidak ada, tetapi yang ada hanyalah
sejumlah faktor khusus yang berbeda-beda dari orang ke orang dan dari waktu ke
waktu pada orang yang sama. Faktor-faktor itu sedemikian banyaknya, tetapi yang
berfungsi pada saat-saat tertentu hany asebagian kecil saja dari keseluruhan
faktor yang ada.
Menurut
Piaget, inteligensi mempunyai beberapa sifat :
- Inteligensi adalah interaksi aktif dengan lingkungan
- Inteligensi meliputi struktur organisasi perbuatan dan pikiran, dan interaksi yang bersangkutan antara individu dengan lingkungannya.
- Struktur tersebut dan perkembangannya mengalami perubahan kualitatif.
- Dengan bertambahnya usia, penyesuaian diri lebih mudah karena proses keseimbangan yang bertambah luas.
- Perubahan kualitatif pada inteligensi timbul pada masa yang mengikuti suatu rangkaian tertentu.
Sebagai
kesimpulan berbagai pendekatan / teori psikologi yang telah dikemukakan,
menunjukkan bahwa inteligensi itu bersifat individual, artinya antara satu dan
lainnya tidak sama persis kualitas IQ-nya.
2.6 Usaha-Usaha dalam Membantu
Mengembangkan Intelek Remaja dalam Proses Pembelajaran
Karena siswa usia remaja ini
masih dalam proses penyempurnaan penalaran, kita hendaknya tidak mempunyai
anggapan bahwa mereka berpikir dengan cara yang sama dengan kita. Kita
hendaknya tetap waspada terhadap bagaimana para siswa menginterpretasi ide-ide
mereka dalam kelas, dengan memberikan kesempatan untuk mengadakan diskusi
secara baik dan dengan memberikan tugas-tugas penulisan makalah.
Meskipun rentangan perhatian para
siswa dapat sangat lama, masih ada kecenderungan untuk melamun. Kecenderungan
berfantasi. Guru hendaknya memberikan tugas-tugas yang menantang imajinasi
dengan bermacam-macam cara. Guru dapat menyajikan teka-teki yang menarik dan
menantang rasa ingin tahu atau problem-problem daripada latihan-latihan yang
membosankan. Misalnya guru dapat memberi tugas menulis dengan topik : “Macam
binatang yang saya inginkan jika ada reinkarnasi,” daripada judul : “Binatang
kesayangan saya”, dan sebagainya.
Kebudayaan remaja atau teen-age
culture perlu diperhatikan. Popularitas sosial mendapat penghargaan lebih
tinggi dari pada studi akademis. Kalau begitu bagaimanakah cara membangkitkan
minat remaja terhadap pendidikan intelektual?
Motivasi untuk belajar sering
diusahakan melalui angka-angka, kenaikan kelas dan ujian-ujian. Hingga
dimanakah cara-cara seperti itu mampu memupuk minat yang berkepanjangan
terhadap pelajaran? Untuk jangka pendek mudah dibangkitkan minat dengan
berbagai alat audio visual pada siswa yang sudah biasa menonton saja secara
pasif. Yang perlu diusahakan adalah timbulnya minat jangka panjang yang
bersifat intrinsik. Menimbulkan minat serupa itu di tengah-tengah masyarakat
yang menyajikan rangsangan yang lebih menarik bagi siswa seperti tontonan,
permainan dan bentuk rekreasi lain, sungguh-sungguh merupakan suatu tantangan.
Untuk itu, kita usahakan agar bahan pelajaran itu sendiri mempunyai nilai
intrinsik, yang mengandung nilai atau makna bagi remaja. Kita berusaha agar
dalam proses belajar mengajar para siswa turut terlibat secara aktif. Untuk
itu, digunakan atau dikembangkan pendekatan keterampilan proses atau metode
penemuan dan inkuiri.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pikiran remaja sering dipengaruhi
oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikapkritis terhadap situasi dan
orang tua. Setiap pendapat orang tua dibandingkan dengan teori yang diikuti
atau diharapkan. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta
dalam menghadapi pendapat orang lain, maka egosentrisme makin berkurang. Pada
akhir masa remaja, pengaruh egosentrisme sudah sedemikian kecilnya, sehingga
remaja sudah dapat berpikir abstrak dengan mengikutsertakan pendapat dan
pandangan orang lain.
Dalam hubungannya dengan
perkembangan intelegensi atau kemampuan berpikir remaja, ada yang berpandangan
bahwa adalah suatu kekeliruan jika IQ dianggap bisa ditingkatkan, yang walaupun
perkembangan IQ dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor lingkungan. Mereka
yang mengalami prasekolah sebelum sekolah dasar, menunjukkan perbedaan kemajuan
atau grained dalam rata-rata IQ-nya lebih besar daripada mereka yang tidak
mengalami prasekolah.
DAFTAR PUSTAKA
https://ghiovanidebrian.wordpress.com/tugas-kuliah/semester-2/perkembangan-peserta-didik/bab-vii-perkembangan-intelektual/https://pengantarpendidikan.files.wordpress.com/2011/02/perkembangan-intelektual.pdf
tgl 28 jan 2015 (20:30)
No comments:
Post a Comment