Friday 20 March 2015

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK - PERKEMBANGAN INTELEGENSI



PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
PERKEMBANGAN INTELEGENSI



PRODI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA


  
BAB I
PENDAHULUAN


1.1   Latar Belakang

Intelegensi / intelektual atau banyak juga digunakan dengan sebutan kecerdasan,  suatu karunia yg dimiliki individu untuk mengembangkan dan mempertahankan hidupnya, serta bagaimana individu itu berusaha menghambakan dirinya kepada PenciptaNya
Intelektual merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi tolak ukur bagaimana kecakapan seseorang baik dalam berfikir maupun bertindak. Dengan semakin berkembang tingkat intelektual pada peserta didik, maka hal ini dapat membantu seorang guru dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik. Untuk itu, Seorang pendidik harus mengetahui terlebih dahulu karakteristik pada peserta didiknya, perbedaan setiap individu dalam kemampuan dan perkembangan intelektual serta bagaimana peran seorang pendidik membimbing peserta didiknya dalam hal intelektual.

1.2   Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan intelek dan intelegensi?
2. Bagaimana hubungan antara intelek dan tingkah laku?
3. Bagaimana karakteristik perkembangan intelek remaja?
4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan intelek?
5.
6. Bagaimanakah peran seorang guru dalam membantu mengembangkan intelek
    remaja melalui proses pembelajaran?

1.3 Tujuan

  1. Mengetahui defenisi dari intelek dan intelektual.
  2. Mengetahui hubungan antara intelek dan tingkah laku.
  3. Mengetahui karakteristik perkembangan intelek remaja.
  4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek.
  5. Mengetahui bahwa setiap individu memiliki perbedaan dalam kemampuan dan perkembangan intelek.
  6. Mengetahui peran seorang guru dalam membantu mengembangkan intelek remaja melalui  proses pembelajaran.


BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Intelek dan Intelegensi
Menurut English dan English dalam bukunya “A Comprehensive Dictionary of Psychological and Psychoanalitical Terms”, istilah intelek berarti antara lain : (1) kekuatan mental dimana manusia dapat berfikir; (2) suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas yang berkenaan dengan berfikir (misalnya menghubungkan, menimbang, dan memahami); dan (3) kecakapan, terutama kecakapan tinggi untuk berfikir; (bandingkan dengan intelligence. Intelligence = intellect).
            Menurut kamus Webster New World Dictionary of the American language, istilah intelek berarti :
1)      Kecakapan untuk berfikir, mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan dan sebagainya. Dengan demikian kecakapan berbeda dengan kemauan dan perasaan.
2)      Kecakapan mental yang besar, sangan intelligence, dan
3)      Pikiran atau inteligensi.
Wechler (1958) merumuskan inteligensi sebagai “keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif”.
Istilah inteligensi atau intelek telah banyak digunakan, terutama di dalam bidang psikologi dan pendidikan, namun secara definitif istilah itu tidak mudah dirumuskan. Banyak rumusan tentang inteligensi seperti yang dikemukakan oleh Singgih Gunarsa dalam bukunya Psikologi Remaja (1991), ia mengajukan beberapa rumus inteligensi sebagai berikut :
1)      Inteligensi merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul.
2)      Inteligensi adalah suatu bentuk tingkah laku tertentu yang tampil dalam kelancaran tingkah laku.
3)      Inteligensi meliputi pengalaman-pengalaman dan kemampuan bertambahnya pengertian dan tingkah laku dengan pola-pola baru dan mempergunakannya secara efektif
Rumusan-rumusan tersebut mengungkapkan bahwa makna intelegensi mengandung unsur-unsur yang sama dengan yang dimaksudkan dalam istilah intelek, yang menggambarkan kemampuan seseorang dalam berfikir atau bertindak. Sehingga dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa intelek adalah kemampuan serta kecakapan untuk memperoleh berbagai informasi berfikir abstrak, menalar serta bertindak secara efisien seta efektif.


2.2 Hubungan antara Intelek dan Tingkah Laku
            Kemampuan berpikir abstrak menunjukkan perhatian seseorang pada kejadian dan peristiwa yang tidak konkrit, seperti pilihan pekerjaan, corak hidup bermasyarakat, pilihan pasangan hidup yang sebenarnya masih jauh di depannya, dan lain-lain. Bagi remaja, corak perilaku pribadinya di hari depan dan corak tingkah lakunya sekarang akan berbeda. Kemampuan abstraksi akan berperan dalam perkembangan kepribadiannya. Mereka dapat memikirkan prihal itu sendiri. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengalah ke penilaian tentang dirinya tidak selalu diketahui orang lain, bahkan sering terlihat usaha seseorang untuk menyembunyikan atau merahasiakannya.
            Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang tua. Setiap pendapat orang tua dibandingkan dengan teori yang diikuti atau diharapkan. Sikap kritis ini juga ditunjukkan dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya, sehingga tata cara, adat istiadat yang berlaku di lingkungan keluarga sering terjadi adanya pertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada perilakunya. Egosentrisme menyebabkan kekakuan para remaja dalam berpikir dan bertingkah laku. Persoalan yang timbul pada masa remaja adalah banyak berhubungan dengan pertumbuhan fisik yang dirasakan mencekam dirinya, karena menyangka orang lain berpikiran sama dan ikut tidak puas dengan penampilannya. Hal ini menimbulkan perasaan seolah-olah selalu diamati orang lain, perasaan malu dan membatasi gerak-geriknya. Akibat dari hal ini akan terlihat pada tingkah laku yang kaku.
            Di samping itu pengaruh egosentris masih terlihat pada pikirannya.
1)      Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitikberatkan pikiran sendiri tanpa memikirkan akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2)      Kemampuan berpikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain daripada tujuan perhatian diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain mengenai dirinya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka egosentrisme makin berkurang. Pada akhir masa remaja, pengaruh egosentrisme sudah sedemikian kecilnya, sehingga remaja sudah dapat berpikir abstrak dengan  mengikutsertakan pendapat dan pandangan orang lain.


2.3 Karakteristik Perkembangan Intelek Remaja
Intelegensi pada masa remaja tidak mudah diukur, karena tidak mudah terlihat perubahan kecepatan perkembangan kemampuan tersebut. Pada umumnya umur tiga sampai empat tahun pertama menunjukkan perkembangan kemampuan yang hebat, selanjutnya akan terjadi perkembangan yang teratur. Pada masa remaja kemampuan untuk mengatasi masalah yang majemuk bertambah. Pada awal masa remaja, kira-kira pada umur 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut masa operasi formal (berpikir abstrak). Pada masa ini remaja telah berpikir dengan mempertimbangkan hal yang “mungkin“ di samping hal yang “nyata” (Gleitman, 1986). Berpikir operasional-formal memiliki dua sifat yang penting, yaitu:
  1. Sifat deduktif – hipotesis
Dalam menyelesaikan suatu masalah, seorang remaja akan mengawalinya dengan berpikir teoritik. Ia menganalisis masalah dan mengajukan cara penyelesaian hipotesis. Pada dasarnya pengajuan hipotesis itu menggunakan cara berpikir induktif di samping deduktif. Oleh sebab itu, sifat berpikir ini sebenarnya mencakup deduktif–induktif – hipotesis.

  1. Berpikir operasional juga berpikir kombinatoris
Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara bagaimana melakukan analisis. Anak berpikir operasional formal terlebih dahulu secara teoritik membuat matrik mengenai macam-macam kombinasi yang mungkin, kemudian secara sistematik mencoba mengisi sel matriks tersebut secara empirik.


2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Intelek
            Dalam hubungannya dengan perkembangan intelegensi atau kemampuan berpikir remaja, ada yang berpandangan bahwa adalah suatu kekeliruan jika IQ dianggap bisa ditingkatkan, yang walaupun perkembangan IQ dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor lingkungan. Menurut Mappiare (1982), hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek, antara lain bertambahnya informasi yang disimpan dalam otak seseorang sehingga mampu berpikir reflekstif, banyaknya pengalaman dan latihan-latihan memecahkan masalah, dan adanya perbedaan berpikir yang menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, serta menunjang keberanian anak memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.
Mengenai konstan tidaknya intelegensi dalam waktu akhir-akhir ini masih merupakan diskusi yang terbuka. Dari hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa intelegensi itu sama sekali tidak sekonstan yang diduga sebelumnya. Penelitian longitudinal selama 40 tahun dalam Institut Fels menurut McCall, dkk (1973) menunjukkan adanya pertambahan rata-rata IQ sebanyak 28 butir amtara usia 5 dan 17 tahun yang berarti kira-kira sama dengan usia pendidikan di sekolah atau dipekerjaan.
Selanjutnya ditemukan bahwa perubahan - perubahan intra-individual dalam nilai IQ lebih merupakan hal yang umum (biasa) daripada pengecualian.
  1. Peranan pengalaman dari sekolah terhadap intelegensi
Penelitian yang dilakukan oleh Wellman (1945) berdasarkan 50 kasus studi, rata-rata tingkat IQ asal mereka adalah di atas 110. Mereka yang mengalami prasekolah sebelum sekolah dasar, menunjukkan perbedaan kemajuan atau grained dalam rata-rata IQ-nya lebih besar daripada mereka yang tidak mengalami prasekolah.
  1. Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan intelegensi
Pengaruh belajar dalam arti lingkungan terhadap perkembangan intelegensi cukup besar seperti telah dibuktikan berbagai korelsi IQ yang juga menggambarkan bagaimana peranan belajar terhadap perkembangan intelegensi.


2.5 Perbedaan Individu dalam Kemampuan dan Perkembangan Intelek
            Seperti yang diketahui manusia itu berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, juga tentang inteligensinya. Sebaran nilai IQ menunjukkan adanya perbedaan individual tentang kemampuan berpikirnya, tiap-tiap orang tidak sama. Berdasarkan IQ kecerdasannya manusia dapat dikategorikan menjadi 6 kelompok, yaitu :
1)      Di bawah 70, anak mengalami kelainan mental
2)      71-85, anak dibawah normal (bodoh)
3)      86-115, anak yang normal
4)      116-130, anak diatas normal (pandai)
5)      131-145, anak yang superior (cerdas)
6)      145 ke atas anak genius (istimewa).
Pengukuran IQ yang dilakukan oleh Wechler dan Bellevue tersebut di atas diarahkan pada satu teori bahwa ada yang dinamakan faktor umum.pada inteligensi itu.
Sarjana lain, seperti Thurstone, mengatakan bahwa faktor umum itu tidak ada, yang ada hanya sekelompok faktor khusus yang diberi nama kemampuan mental primer yang terdiri dari 7 faktor yaitu : kemampuan verbal (verbal comprehension), kemampuan angka-angka (numerical ability), tilikan keruangan, kemampuan pengindaraan, ingatan, penalaran dan kelancaran bahasa.
Thomson tidak setuju dengan faktor-faktor yang disebutkan Thurstone. Ia berpendapat bahwa faktor umum dalam inteligensi tidak ada, tetapi yang ada hanyalah sejumlah faktor khusus yang berbeda-beda dari orang ke orang dan dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Faktor-faktor itu sedemikian banyaknya, tetapi yang berfungsi pada saat-saat tertentu hany asebagian kecil saja dari keseluruhan faktor yang ada.
Menurut Piaget, inteligensi mempunyai beberapa sifat :
  1. Inteligensi adalah interaksi aktif dengan lingkungan
  2. Inteligensi meliputi struktur organisasi perbuatan dan pikiran, dan interaksi yang bersangkutan antara individu dengan lingkungannya.
  3. Struktur tersebut dan perkembangannya mengalami perubahan kualitatif.
  4. Dengan bertambahnya usia, penyesuaian diri lebih mudah karena proses keseimbangan yang bertambah luas.
  5. Perubahan kualitatif pada inteligensi timbul pada masa yang mengikuti suatu rangkaian tertentu.
Sebagai kesimpulan berbagai pendekatan / teori psikologi yang telah dikemukakan, menunjukkan bahwa inteligensi itu bersifat individual, artinya antara satu dan lainnya tidak sama persis kualitas IQ-nya.


2.6 Usaha-Usaha dalam Membantu Mengembangkan Intelek Remaja dalam Proses Pembelajaran
            Karena siswa usia remaja ini masih dalam proses penyempurnaan penalaran, kita hendaknya tidak mempunyai anggapan bahwa mereka berpikir dengan cara yang sama dengan kita. Kita hendaknya tetap waspada terhadap bagaimana para siswa menginterpretasi ide-ide mereka dalam kelas, dengan memberikan kesempatan untuk mengadakan diskusi secara baik dan dengan memberikan tugas-tugas penulisan makalah.
            Meskipun rentangan perhatian para siswa dapat sangat lama, masih ada kecenderungan untuk melamun. Kecenderungan berfantasi. Guru hendaknya memberikan tugas-tugas yang menantang imajinasi dengan bermacam-macam cara. Guru dapat menyajikan teka-teki yang menarik dan menantang rasa ingin tahu atau problem-problem daripada latihan-latihan yang membosankan. Misalnya guru dapat memberi tugas menulis dengan topik : “Macam binatang yang saya inginkan jika ada reinkarnasi,” daripada judul : “Binatang kesayangan saya”, dan sebagainya.
            Kebudayaan remaja atau teen-age culture perlu diperhatikan. Popularitas sosial mendapat penghargaan lebih tinggi dari pada studi akademis. Kalau begitu bagaimanakah cara membangkitkan minat remaja terhadap pendidikan intelektual?
            Motivasi untuk belajar sering diusahakan melalui angka-angka, kenaikan kelas dan ujian-ujian. Hingga dimanakah cara-cara seperti itu mampu memupuk minat yang berkepanjangan terhadap pelajaran? Untuk jangka pendek mudah dibangkitkan minat dengan berbagai alat audio visual pada siswa yang sudah biasa menonton saja secara pasif. Yang perlu diusahakan adalah timbulnya minat jangka panjang yang bersifat intrinsik. Menimbulkan minat serupa itu di tengah-tengah masyarakat yang menyajikan rangsangan yang lebih menarik bagi siswa seperti tontonan, permainan dan bentuk rekreasi lain, sungguh-sungguh merupakan suatu tantangan. Untuk itu, kita usahakan agar bahan pelajaran itu sendiri mempunyai nilai intrinsik, yang mengandung nilai atau makna bagi remaja. Kita berusaha agar dalam proses belajar mengajar para siswa turut terlibat secara aktif. Untuk itu, digunakan atau dikembangkan pendekatan keterampilan proses atau metode penemuan dan inkuiri.



BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
            Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikapkritis terhadap situasi dan orang tua. Setiap pendapat orang tua dibandingkan dengan teori yang diikuti atau diharapkan. Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka egosentrisme makin berkurang. Pada akhir masa remaja, pengaruh egosentrisme sudah sedemikian kecilnya, sehingga remaja sudah dapat berpikir abstrak dengan mengikutsertakan pendapat dan pandangan orang lain.
            Dalam hubungannya dengan perkembangan intelegensi atau kemampuan berpikir remaja, ada yang berpandangan bahwa adalah suatu kekeliruan jika IQ dianggap bisa ditingkatkan, yang walaupun perkembangan IQ dipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor lingkungan. Mereka yang mengalami prasekolah sebelum sekolah dasar, menunjukkan perbedaan kemajuan atau grained dalam rata-rata IQ-nya lebih besar daripada mereka yang tidak mengalami prasekolah.




DAFTAR PUSTAKA

No comments:

Post a Comment

DOWNLOAD 14 BUKU SMA KELAS 12 KURIKULUM 2013 TERBARU

Hallo Sobat semua…. Selamat datang di Blog Abang . Kali ini postingan Abang adalah membagikan Buku Kurikulum 2013 Untuk SMA Kelas 12 y...