Friday, 20 March 2015

MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK - PERKEMBANGAN EMOSI



MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
PERKEMBANGAN EMOSI




PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang banyak hal yang berhubungan dengan jiwa manusia diantaranya perasaan manusia, perilaku manusia, kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya termasuk emosi adalah salah satunya. Dalam ilmu psikologi, emosi merupakan kajian penting yang perlu dibahas karena dalam  kehidupan sehari-hari manusia selalu tak lepas akan adanya gejala-gejala emosi yang timbul. Berbagai peristiwa yang sering terjadi yakni ketika manusia tidak lagi mendapatkan sesuatu yang diinginkan, mendapatkan sebuah masalah, mengalami kerugian usaha yang besar, cobaan datang terus menerus. Inilah yang menjadikan manusia kadang-kadang meluapkan emosinya karena tidak dapat mengontrol atau mengendalikan dirinya sendiri terhadap keadaan yang dialaminya.
Selain itu emosi pada hakikatnya tidaklah mempelajari gejala negatif perasaan seorang manusia yang timbul namun juga mempelajari emosi manusia yang bersifat positif seperti bahagia, senang , dan ceria. Emosi tidak terjadi kadang-kadang namun emosi terjadi setiap hari dimana manusia akan memunculkan hal tersebut sesuai dengan kondisi yang dialaminya. Dengan berjalannya waktu, maka emosi akan selalu mengalami dinamika atau perubahan. Sehingga emosi mengalami perkembangan sesuai bergantinya kondisi dan usia  manusia. Dimana kita perlu mempelajari tahapan emosi pada fase dasar hingga dewasa serta mengkajinya secara jelas dan ilmiah.
Pertumbuhan dan perkembangan emosi dapat dilihat dari tingkah laku, yang ditentukan oleh proses pematangan dan proses belajar. Contohnya seperti seorang bayi yang baru lahir ia dapat menangis dan akan mencapai proses kematangannya ketika ia akan tertawa nanti.
 Pada umumnya perbuatan kita sehari-hari disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, yaitu perasaan senang atau perasaan tidak senang. Perasaan senang atau tidak senang yang selalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari yang disebut Warna Afektif. Warna afektif ini kadang-kadang kuat, kadang-kadang lemah atau samar-samar.
 Perbedaan antara emosi dan perasaan tidak dapat dinyatakan dengan tegas, karena keduanya merupakan suatu hal yang bersifat kualitatif yang tidak ada batasnya. Terkadang, warna afektif dapat dinyatakan sebagai perasaan atau dapat dinyatakan sebagai emosi. Oleh karena itu, emosi bukan hanya disebabkan karena perasaan saja, tetapi warna afektif yang meliputi keadaan seseorang. Ada yang kuat, lemah atau mungkin samar-samar.



1.2  Rumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud dengan emosi?
2.      Apa teori dalam perkembangan emosi?
3.      Apa aspek-aspek kecerdasan emosi?
4.      Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi?
5.      Bagaimana cara mengendalikan emosi?

1.3  Tujuan

1.      Untuk mengetahui makna emosi
2.      Untuk mengetahui teori dalam perkembangan emosi
3.      Untuk mengetahui aspek-aspek kecerdasan emosi
4.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi
5.      Untuk mengetahui cara mengendalikan emosi




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Emosi
 Perilaku kita sehari-hari pada umumnya diwarnai oleh perasaan tertentu seperti senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, sedih dan gembira. Perasaan yang  terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif. Apabila warna afektif tersebut kuat, perasaan itu dinamakan emosi (Sarlito 1982:59). Beberapa contoh emosi yang lainnya adalah cinta, marah, takut, cemas, malu, kecewa dan benci.
Apakah definisi dari emosi? Apakah sebagian orang mendefinisikan emosi sama seperti perasaan yang mendalam apabila dirasakan? Emosi dan perasaan adalah dua konsep yang berbeda, tetapi perbedaan keduanya tidak dapat dinyatakan secara tegas. Emosi dan perasaan merupakan gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan tetapi tidak jelas batasannya. Pada suatu saat, warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi dapat disebut sebagai emosi. Misalnya, marah yang ditunjukkan dalam bentuk diam. Oleh karena itu, emosi dan perasaan tidak mudah untuk dibedakan.
Para ahli psikologi seperti Fehr dan Russel menegaskan bahwa “setiap orang tahu apa itu emosi, sampai dia diminta untuk memberikan definisi tentang emosi itu sendiri. Setelah itu, tidak ada satu orang pun dari mereka yang mengetahuinya.” Ketika kita menggunakan istilah tersebut, emosi merupakan sebuah pengalaman asa. Kita merasakan adanya emosi, kita tidak sekedar memikirkannya. Ketika seseorang mengatakan atau melakukan sesuatu yang secara pribadi penting untuk kita. Maka emosi kita akan meresponnya, biasanya diikuti dengan pikiran yang ada hubungannya dengan perkataan tersebut, perubahan psikis, dan juga hasrat untuk melakukan sesuatu. Jika ada seorang bawahan yang menyuruh kita untuk mencatat hasil pertemuan, mungkin kita akan merasa marah dan berpikir “siapa sih dia, berani-beraninya menyuruh saya melakukan apa yang harus saya lakukan?” psikis kita akan mengalami perubahan ketika tekanan darah kita meninggi, dan kita merasakan adanya sebuah keinginan untuk memarahinya.
 Menurut Crow & Crow (1958), pengertian emosi adalah ’An emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental and physiological stirredup states in the individual, and that shows it self in his evert behavior’. Jadi, emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan baik.
Penggolongan emosi dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
1.      Emosi yang sangat mendalam (misalnya sangat marah atau sangat takut) menyebabkan aktivitas yang sangat tinggi, sehingga seluruh tubuh diaktifkan, dan dalam keadaan seperti ini sukar untuk menentukan apakah seseorang sedang takut atau sedang marah
2.      Satu orang dapat menghayati satu macam emosi dengan berbagai cara. Misalnya kalau marah orang dapat gemetar di tempat dan  mungkin memaki atau  mungkin lari dan diam.
3.      Nama yang umumnya diberikan kepada berbagai jenis emosi biasanya didasarkan pada sifat rangsangnya bukan pada keadaan emosinya sendiri. Jadi ’takut’ adalah emosi yang timbul terhadap suatu bahaya, dan ’marah’ adalah emosi yang timbul dari suatu yang menjengkelkan.
4.      Pengenalan emosi secara subyektif dan introspektif juga sukar dilakukan karena selalu saja akan ada pengaruh dari lingkungan.
Pada saat emosi, sering terjadi perubahan-perubahan fisik pada seseorang, seperti :
a.       Reaksi elektris pada kulit meningkat bila terpesona
b.      Peredaran darah bertambah cepat bila marah
c.       Denyut jantung bertambah cepat bila terkejut
d.      Bernapas panjang kalau kecewa
e.       Pupil mata membesar bila marah
f.       Air liur mengering bila takut atau tegang
g.      Bulu roma berdiri kalau takut
h.      Pencernaan menjadi sakit atau mencret-mencret kalau tegang
i.        Otot menjadi tegang atau bergetar
j.        Komposisi darah berubah dan kelenjar-kelenjar lebih aktif
Perkembangan emosi dialami oleh seorang bayi, anak-anak, remaja dan dewasa. Dimana seeorang akan merasakannya sebagai sebuah persepsi yang dilalui oleh sistem-sistem saraf mereka sesuai dengan perkembangan emosinya.
Menurut Elizabeth B. Hurlock (1978:79) reaksi yang menyenangkan pada bayi dapat diperoleh dengan cara mengubah posisi tubuh secara tiba-tiba, membuat suara keras atau membiarkan bayi menggunakan popok yang basah. Rangsangan ini menimbulkan reaksi emosional berupa tangisan dan aktivitas yang kuat. Sebaliknya reaksi yang menyenangkan dapat tampak jelas tatkala bayi menyusui pada ibunya.
Pada umumnya anak kecil lebih emosional daripada orang dewasa karena pada usia ini anak masih relatif muda dan belum dapat mengendalikan emosinya. Anak kecil memiliki perilaku yang sangat memaksa. Mereka hanya mempunyai sedikit kendali dari dorongan hati mereka dan mudah merasa putus asa. Pada saat anak mencapai usia tiga tahun mereka sudah menumbuhkan beberapa sikap toleransi untuk mengatasi hal tersebut. Mereka juga sudah dapat mengembangkan beberapa sikap pengendalian diri, mereka tidak bereaksi terhadap setiap dorongan hati. Perkembangan emosi berkaitan dengan pengendalian diri, apa yang disukai dan yang tidak disukai.
 Pada usia dua sampai empat tahun, karakteristik emosi anak muncul pada ledakan amarahnya atau temper tantrums (Elizabeth B. Hurlock, 1978). Anak yang berusia tiga dan empat tahun menyenangi kejutan-kejutan dan juga peristiwa roman. Mereka memerlukan keamanan dengan mengetahui bahwa ada suatu struktur dalam kehidupan sehari-hari. Anak yang berusia tiga dan empat tahun juga sudah mulai menunjukk an selera humor. Pada usia lima sampai enam tahun anak mulai matang dan mulai menyadari akibat-akibat dari emosinya. Ekspresi emosi anak dapat berubah secara drastis dan cepat, contohnya baru saja anak menangis tetapi setelah beberapa menit kemudian anak bisa gembira lagi karena mendapatkan hiburan dari orang yang mengendalikan emosinya.
Anak-anak yang berusia tujuh dan delapan tahun mulai mencoba kembali untuk memperoleh kendali yang lebih baik lagi dari tanggapan emosional mereka. Mereka mulai menyadari kondisi di dunia dan lebih menaruh perhatian terhadap cerita-cerita baru yang mereka lihat di televisi atau yang mereka dengar dari bahan diskusi orang-orang dewasa.
Anak yang berusia tujuh dan delapan tahun mulai menunjukkan ketekunan di dalam usaha yang mereka lakukan untuk mencapai tujuan mereka. Ini sering menyebabkan orang tua mereka menjadi kesal dimana ketika anak meminta orang tua untuk melakukan suatu hal secara berulang kali. Pada usia ini anak-anak mengembangkan sikap empati yang lebih memperkenalkan diri kepada orang lain dan juga merasa bersalah ketika mereka melukai orang lain, baik secara fisik ataupun emosional. Mereka mencoba untuk menimbulkan rasa nyaman terhadap keluarga atau teman tanpa diminta untuk melakukannya.
Sedangkan pola emosi remaja juga hampir sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal sering dialami remaja adalah kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas, cinta, cemburu, kecewa, sedih dan lain-lain. Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosi dan pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap emosinya.
Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja dalam dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun. Adapun ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun adalah sebagai berikut : 
Ø  Cenderung bersikap pemurung. Sebagian disebabkan karena perubahan biologis dalam hubungannya dengan kematangan seksual dan sebagiannya lagi karena kebingungannya dalam menghadapi orang dewasa. Karena kemurungan, hal ini dapat memicu terjadinya suasana hati yang depresi yang lebih banyak dialami oleh perempuan.
Ø  Ada kalanya bersikap kasar dalam menutupi kekurangannya dalam hal percaya diri
Ø  Ledakan-ledakan kemarahan sering terjadi sebagai akibat dari kombinasi ketegangan psikologis, ketidakstabilan biologis dan kelelahan karena bekerja yang terlalu keras atau pola makan yang tidak tepat ataupun tidur yang kurang cukup.
Ø  Cenderung berperilaku tidak toleran terhadap orang lain dengan membenarkan pendapatnya sendiri
Ø  Mengamati orang tua dan guru secara lebih objektif dan mungkin marah apabila tertipu dengan gaya guru yang bersifat sok tahu.


Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun adalah sebagai berikut :
Ø  Sering memberontak sebagai ekspresi dari perubahan dari masa kanak-kanak ke dewasa
Ø  Dengan bertambahnya kebebasan, banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang tuanya. Mereka mengharapkan perhatian, simpati dan nasihat orang tua.
Ø  Sering melamun untuk memikirkan masa depannya.
Para peneliti mengemukakan bahwa perubahan pubertas berkaitan dengan meningkatnya emosi-emosi negatif. Meskipun demikian sebagian besar peneliti berkesimpulan bahwa pengaruh hormonal itu kecil dan jika hal itu terjadi, biasanya berkaitan dengan faktor lain seperti stres, pola makan, aktivitas seksual dan relasi sosial. Sesungguhnya pengalaman lingkungan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap emosi remaja dibandingkan perubahan hormonal.
Banyak remaja yang tidak dapat mengelola emosinya secara lebih efektif. Sebagai akibatnya mereka rentan mengalami depresi, kemarahan, kurang mampu meregulasi emosinya yang selanjutnya dapat memicu munculnya berbagai masalah seperti kesulitan akademis.
Pada masa dewasa perkembangan emosi mereka, akan mereka tujukan kepada hal-hal tentang percintaan, mulai meninggalkan rumah, mengembangkan karir dan bersosialisasi.

2.2 Teori Tentang Emosi
Terdapat beberapa teori tentang emosi yang dilakukan oleh beberapa peneliti, yaitu adalah sebagai berikut,
1.      Teori Emosi Dua-Faktor Schachter-Singer
Teori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah dan sebagainya) namun jika rangsangannya menyenangkan – seperti diterima di perguruan tinggi yang diminati, emosi yang timbul dinamakan senang. Sebaliknya jika rangsangannya membahayakan (misalnya melihat ular yang berbisa) emosi yang timbul dinamakan takut. Para ahli psikologi melihat teori ini lebih sesuai dengan teori kognisi.
Menurut Berkowitz (1993), banyak pemikiran saat ini tentang peran ateribusi dalam emosi mulai dengan sebuah teori kognitif yang sangat dikenal yang dipublikasikan oleh Stanley Schachter dan Jerome Singer pada tahun 1962 . konsepsi Berkowitz tentang bagaimana pikiran tingkat tinggi menentukan pembentukan suasana emosional setelah munculnya reaksi saraf, relatif primitif dan emosional dipengaruhi oleh formula ini.
Schachter dan Singer mengemukakan bahwa emosi tertentu merupakan fungsi dari reaksi-reaksi tubuh tertentu. Menurutnya pula kita tidak merasa marah karena ketegangan otot, rahang yang berderak, denyut nadi kita menjadi cepat, dan sebagainya tetapi karena kita secara umum jengkel dan kita mempunyai beberapa kognisi tertentu tentang sifat kejengkelan kita.
2.      Teori Emosi James Lange
Menurut teori ini, emosi merupakan hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Jadi jika seseorang misalnya melihat harimau, reaksinya adalah peredaran darah makin cepat karena denyut jantung makin cepat, paru-paru lebih cepat memompa udara dan sebagainya. Respon-respon tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Mengapa rasa takut yang timbul? Ini disebabkan oleh hasil pengalaman dan proses belajar. Orang bersangkutan dari hasil pengalamannya mengetahui bahwa harimau adalah makhluk yang berbahaya, karena itu debaran jantung dipersepsikan sebagai rasa takut.
Emosi menurut kedua ahli ini, terjadi adanya perubahan pada sistem vasomotor (otot-otot). Suatu peristiwa dipersepsikan menimbulkan perubahan fisiologis dan perubahan psikologis yang disebut emosi. Dengan kata lain menurut James Lange, seseorang bukan tertawa karena senang, melainkan ia senang karena tertawa.
James Lange mengemukakan proses-proses terjadinya emosi dihubungkan dengan faktor fisik dengan urutan sebagai berikut :
a.       Mempersepsikan situasi di lingkungan yang mungkin menimbulkan emosi
b.      Memberikan reaksi terhadap situasi dengan pola khusus melalui aktivitas fisik
c.       Mempersiapkan pola aktivitas fisik yang mengakibatkan munculnya emosi secara khusus.
Uraian ini disingkat menjadi :
Lingkungan – Otak – Perubahan pada tubuh + emosi
James Lange menghasilkan lima tingkatan emosi dalam proses emosi yang terdiri dari :
a.       Situasi
b.      Persepsi tentang situasi
c.       Perubahan-perubahan dalam tubuh
d.      Perbuatan yang terlihat, misalkan melarikan diri dari bahaya
e.       Keadaan sadar dari emosi

3.      Teori ”Emergency” Cannon
Teori ini dikemukakan oleh Walter B. Cannon (1929), ia menyatakan bahwa karena gejolak emosi itu menyiapkan seseorang untuk mengatasi keadaan yang genting, orang-orang primitif yang membuat respon semacam itu bisa survive dalam hidupnya.
Cannon menyalahkan teori James Lange karena beberapa alasan, termasuk fokus eksklusif teori pada organ dalam. Cannon mengatakan, antara lain bahwa organ dalam umumnya terlalu intensitif dan terlalu dalam responsnya untuk bisa menjadi dasar berkembangnya dan berubahnya suasana emosional yang seringkali berlangsung demikian cepat. Meskipun begitu, ia sebenarnya tidak beranggapan bahwa organ dalam merupakan satu-satunya faktor yang menentukan suasana emosional.
2.3 Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi
Goleman (1997) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Kecerdasan emosi adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang yang dapat mengendalikan emosinya, menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan menanggapinya dengan tepat, menerapkan dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
Aspek-aspek kecerdasan emosi adalah sebagai berikut :
a.       Pengelolaan diri
Mengandung arti bagaimana seseorang mengelola diri dan perasaan-perasaan yang dialaminya dan tahan terhadap frustasi.
b.      Kemampuan untuk memotivasi diri
Kemampuan ini berguna untuk mencapai tujuan jangka panjang untuk mengatasi setiap kesulitan yang dialami bahkan untul mekegakan kegagalan yang terjadi.
c.       Empati
Empati ini dibangun dari kesadaran diri dengan memposisikan diri senada, serasa dengan emosi orang lain akan membantu untuk memahami perasaan orang lain tersebut.
d.      Keterampilan social
Merupakan keterampilan yang dapat dipelajari seseorang semenjak kecil mengenai pola-pola berhubungan dengan orang lain.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Sejumlah penelitian tentang emosi menunjukkan bahwa perkembangan emosi terutama bagi remaja sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960:266). Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan berpikir kritis untuk memahami makna yang sebelumnya tidak dimengerti dan menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Demikian pula kemampuan mengingat dan menghapal mempengaruhi reaksi emosional. Dengan demikian remaja menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muda.



2.5 Cara Mengendalikan Emosi
Contoh aktivitas yang dapat membantu anak-anak dalam perkembangan emosinya :
1)      Mintalah anak untuk menggambarkan suatu situasi di mana rasa frustasi dan kemarahan seharusnya ditangani dengan sewajarnya
2)      Menggunakan boneka sebagai model yang tepat dalam pemberian respons terhadap emosi
3)      Membantu anak-anak belajar untuk mengakui tentang suatu hal dan memberi label terhadap perasaan mereka sendiri
4)      Memilih literatur di mana setiap karakter bereaksi dengan emosi yang sewajarnya dan mendiskusikan bagaimana mereka merasakan dan juga bagaimana mereka bertindak
5)      Memberikan rasa empati bagi anak-anak yang merasa ketakutan dan juga yang membutuhkan perhatian
6)      Izinkan anak-anak untuk berbagi lelucon mereka, hargai setiap tahapan perkembangan rasa humor mereka.
Sedangkan ada beberapa tahap atau cara untuk mengendalikan emosi seseorang khusunya bagi remaja dan dewasa. Seseorang harus mampu untuk tetap terbuka untuk rasa menyenangkan ataupun tidak menyenangkan, mampu melibatkan diri atau menarik diri secara reflektif dari suatu emosi dan mendasarkan pada pertimbangan informasi dan kegunannya. Berikutnya, seseorang harus mampu memantau emosi secara reflektif dalam hubungan diri sendiri dan dengan orang lain. Selalu berpikir positif dan merefleksikan hanya untuk meluapkan amarah saja dan tidak untuk mendendam.
Ada contoh sebuah kasus yang dialami seseorang yang berkebangsaan Indonesia, yang bernama Doni, ia seorang mahasiswa psikologi di suatu perguruan tinggi negeri yang tidak dapat melanjutkan kuliahnya karena kekurangan biaya.
Dalam kasus ini, Doni dapat dikatakan orang yang memiliki kecerdasan emosi apabila ia dapat mengendalikan diri terhadap keadaan yang menimpanya, sehingga ia mampu memotivasi dirinya untuk bangkit dari keadannya. Walaupun terasa berat, tetapi Doni akan mencapai kecerdasan emosinya apabila ia dapat bertahan dan tidak menggunakan emosi yang berlebihan. Mungkin dengan jalan lain Doni dapat bekerja atau mencari penghasilan untuk menutupi kekurangan biayanya. Apabila Doni tidak putus asa dan berhasil menghadapi kecerdasannya dengan baik, maka ia dapat dikatakan orang yang memiliki kecerdasan emosi, karena Doni memiliki ciri-ciri dari kecerdasan emosi, yaitu mampu memotivasi diri, tahan terhadap frustasi dan mampu mengendalikan diri. Stress dan masalah yang dihadapi dirinya tidak menyebabkan kemampuan berpikirnya melemah dan tidak membuatnya patah semangat ataupun malas belajar dalam melanjutkan pendidikannya



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada umumnya setiap orang pasti dapat mengekspresikan perasaan senang, takut, sedih, marah dan sebagainya. Ekspresi yang dapat diperlihatkan antara lain dengan emosi atau marah atau menangis dan tertawa atau bergembira. Perbedaan emosi dengan perasaan merupakan suatu hal yang bersifat kualitatif yang tidak ada batasnya tergantung dari warna afektifnya masing-masing.
Dengan perbedaan emosi antara anak-anak sampai dewasa, kita bisa melihat bagaimana seseorang memperlihatkan emosinya maupun yang hanya diam ataupun yang berlebihan sekalipun emosi tersebut merupakan kemarahan atau kegembiraan. Apabila masih anak-anak emosi yang diperlihatkan cenderung lebih sering terjadi dan berlangsung singkat atau cepat reda, karena biasanya anak kecil lebih gampang terhibur dan melupakan kemarahan atau rasa emosi yang mereka alami. Berbeda dengan remaja atau orang dewasa yang terkadang suka membendung emosinya sampai waktu yang lama dan sulit untuk diluapkan.dan pandai menyembunyikannya, yang terkadang dapat membuat mereka stres atau sakit.
Emosi itu sendiri sebenarnya melibatkan dua hal yang penting yaitu psikologis dan fisik. Hal ini dapat dilihat dari reaksi fisik seseorang yang disertai dengan penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik serta tingkah laku yang tampak.
Orang yang mampu menghadapi frustasinya, mampu memotivasi diri dan mampu mengendalikan diri adalah orang yang mempunyai kecerdasan emosional. Dia mampu juga merasakan empati dan bersikap senada pula bagi orang yang sedang mengalami emosi dan berusaha mengendalikan emosi orang lain tersebut. Sifat ini baik untuk dimiliki seseorang agar tidak mudah menghadapi stres atau kesulitan dan frustasi di dalam hidup.
3.2 Saran
Emosi adalah warna afektif dari perasaan seseorang untuk menunjukkan reaksinya. Reaksi itu bermacam-macam, ada yang senang, gembira, suka, semangat, cinta, takut, marah, cemas ataupun gelisah dan sebagainya. Terlebih bagi anak usia dini, emosi yang ditunjukkan sangat bervariasi yang dimulai dari infant (bayi) yang ia tampakkan dari tangisan atau raungan. Biasanya bayi menangis karena ia merasa lapar atau kegerahan, dan kita sebagai pendidik dan orang tua harus mengerti dan paham arti dari emosi yang ia tampakkan dari reaksi fisik seperti itu.
Bagi anak usia dini yang sudah berusia dua sampai lima tahun, emosi mereka mulai tidak terkontrol dan bersifat memaksa, untuk itu bagi kita para pendidik dan orang tua harus pintar dalam menghadapi emosi (mungkin sampai temper tantrum) si anak dengan cara memberikan perhatian fokus kepada anak dengan lemah lembut tetapi tidak memanjakannya. Apabila hal tersebut masih membuat si anak tidak bisa mengkontrol emosinya, sebaiknya kita abaikan saja dan dengan tegas kita mengatakan bahwa kita sebagai orang tua tidak menyukai tingkah laku anak yang seperti itu, maka anak akan mengerti dan merasa lelah sendiri atas apa yang ia lakukannya itu.
Semakin lama anak akan beranjak dewasa dan semakin mengerti bagaimana ia harus memposisikan emosinya. Sebaiknya kita harus mengajarkan kepada anak kita sedari dini untuk bisa menjaga emosinya dan tidak meraung-raung atau malah melakukan aktivitas fisik seperti membenturkan kepala ke dinding atau malah memaki-maki. Karena hal tersebut merupakan hal yang buruk dan hanya memalukan diri sendiri apabila dilakukan di keramaian umum. Berilah pelajaran-pelajaran kecerdasan emosi kepada anak sedari dini agar ketika ia sudah dewasa nanti, ia bisa mengendalikan dirinya dari emosi dan dapat bersikap empati terhadap orang lain.



DAFTAR PUSTAKA

Fatimah, Enung. (2008). Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik).Bandung: CV. Pustaka Setia.
Santrock, John W. (2007). Remaja Edisi 11 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sujiono, Yuliani Nurani. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.
Sobur, Alex. (2005). Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Syaodih, Emawulan. (2010). Perkembangan Anak Taman Kank-kanak. Bandung.
Roger, Daniel S. (2008). Keajaiban Emosi Manusia (Quantum Emotion for Smart Life). Jogjakarta: Think Jogjakarta.
http://www.ehow.com/about_5076921_early-adulthood-emotional-development.html#ixzz17EFMuP1G




      

No comments:

Post a Comment

DOWNLOAD 14 BUKU SMA KELAS 12 KURIKULUM 2013 TERBARU

Hallo Sobat semua…. Selamat datang di Blog Abang . Kali ini postingan Abang adalah membagikan Buku Kurikulum 2013 Untuk SMA Kelas 12 y...